16

119K 1.8K 13
                                    

Jam digital mobil Dastan menunjuk ke angka 23:04 saat kami keluar dari komplek perumahan Karin. Suasana mobil begitu hening, hanya terdengar suara musik jazz yang mengalun dari speaker mobil.

Sesekali aku melirik kearah Dastan, matanya fokus ke jalanan depan. Dia mengemudi mengunakan satu tangan, sementara tangan kirinya bertumpu di stir mobil dan mengusap-usap bibirnya, seolah tengah memikirkan sesuatu.

"Jadi siapa Safira?" Setelah berpikir berpuluh-puluh kali, akhirnya keberanianku terkumpul untuk menanyakan hal itu kepada Dastan.

Dia langsung menoleh kearahku, hanya sebentar, lalu kembali menghadap ke depan.

"Temen. Kenapa?"

"Enggak papa." Aku menghela napas panjang lalu memilih untuk menatap keluar kaca.

"Apa yang kamu pikirin?" Dia meraih tanganku ke gengamannya.

Aku kembali menoleh untuk menatapnya, lalu mengeleng.

"Enggak ada kok." Jawabku jelas berbohong.

"Kita temen, kenal dari kecil sampe sekarang." Kata Dastan menjelaskan.

Aku hanya mengangguk-anggukan kepala sebagai jawaban.

"Cuma temen, enggak lebih. Enggak ada cinta-cintaan. Jangan ikut-ikutan mikir kalo cowok-cewek nggak bisa temenan tanpa melibatkan perasaan. Buktinya aku bisa."

Iya kamu nggak pake perasaan, tapi Safira pake! Teriaku dalam hati.

"Pasti kamu nggak percaya." Dastan meremas tanganku lembut.

"Percaya kok.." jawabku setengah hati.

"Aku jujur kok sama kamu, aku mau kamu percaya itu. Gausah mikir aneh-aneh ya."

Dan aku kembali mengangguk sebagai jawaban.

"Jawab lah. Ngangguk-ngangguk terus kaya burung onta."

Emag burung onta ngangguk-ngangguk ya?

"Iya, percaya kok." Jawabku mengalah.

"Aku nggak akan kecewain kamu, Na. Percaya ya?"

"Iya, bawel."

Dastan terkekeh, meraih jemariku dan membawanya ke bibirnya, mengecupnya lembut.

"Aku sayang kamu. Inget itu." Katanya lagi, dan aku hanya tersenyum membalasnya. Hatiku terasa akan meledak sekarang!!

*

"Komplek kamu sepi, ya.." kata Dastan membuatku mengamati kesekeliling.

"Ini udah hampir jam 12, bukan salah kompleknya kalo udah sepi." Kataku sambil melirik ke jam digital mobil Dastan. Pukul 11: 34. Tentu orang-orang lebih memilih bergelung di tempat tidur dari pada berkeliaran di tengah malam seperti ini.

"Oh, iya. Bener juga." Dastan terkekeh, lalu mengacak rambutku dengan tangan kirinya. Membuatku memutar mataku jengah.

Setelah melewati beberapa blok rumah, mobil Dastan mulai melambat, berhenti di depan rumah bercat putih, rumahku..

Aku melepas sabuk pengaman, lalu menatap Dastan. "Thanks, ya. Udah anterin pulang." Kataku bersiap untuk turun.

"Buru-buru banget." Dastan meraih tanganku, menahanku untuk turun.

"Emang mau nginep di mobil?"

"Aku nggak keberatan kok tidur di mobil, asal berdua sama kamu."

Aku memutar mataku saat mendengar jawaban dari Dastan. "Udah ya, Dastan. Jangan bercanda mulu, udah malem." Kataku memperingatkan.

"Jangan turun dulu.." rajuk Dastan kembali menahan tanganku yang akan membuka pintu mobil.

"Apa lagi?"

"Mana ciumnya Dastan? Nanti Dastan nggak bisa bobok loh." Pintanya seperti anak kecil, membuatku hanya bisa menatapnya dengan pandangan tidak percaya. Bagaimana dia bertingkah seimut ini dengan badannya yang begitu besar?

"Yaudah sini pipinya." Kataku mengalah, menarik lehernya turun dan.

Cup!

Aku mengecup pipinya singkat.

Namun bukan Dastan namanya jika sudah puas dengan sebuah ciuman di pipi. Dia tidak menyia-nyiakan kesempatan saat aku mencium pipinya, secepat kilat dia memiringkah wajahnya hingga bibir kita menyatu, melumatnya lembut.

"Hmmp.." aku mendorong tubuh Dastan hingga dia melepaskan panggutan di bibirku. "Stop, Dastan. Udah malem." Kataku kembali memperingatkan.

"Bentar aja..." pinta Dastan setengah memohon, dan tanpa menunggu jawaban dariku, bibirnya sudah kembali kembali berada di mulutku, mencium bibirku lebih panas dari sebelumnya.

Bibirnya mengulum bibir atas dan bawahku bergantian,mengecapku tanpa jeda. Lidahnya bergerak masuk, menari di dalam ronga mulutku, menari bersama lidahku yang kini juga sudah mulai mengimbangi ciumannya.

Disela kenikmatan yang memabukan ini, aku merasakan tangannya menyusup kedalam dress ku, menemukan milikku disana. Bibirnya masih memanggutku, seakan tidak pernah puas berciuman. Seolah tau aku hampir kehabisan napas, bibirnya bergerak turun, mengecup rahangku hingga turun ke leher.

Aku menghirup udara kuat-kuat namun juga mndesahan nikmat disaat yang bersamaan saat tangannya yang kekar meremas payudaraku lembut. Kesadaranku mulai pulih, ini sangat nikmat, namun juga sangat salah. "Udah, Dastan.. udah malem.." ucapku susah payah, tanganku berusaha mendorong badannya, menjauhkan kepalanya yang kini berada di leherku.

"Nangung, sayang." Suara sengau milih Dastan terdengar disela suara napas kami yang masih memburu.

"Baru 30 menit yang lalu, Dastan.. Hmm?" Kataku mengingatkan. Ku dorong pelan tubuhnya hingga aku bisa melihat wajahnya, lalu kutatap matanya lekat.

Dastan tidak menjawab, tangannya bergerak meraih jemariku, menuntun jemariku untuk merasakan miliknya yang sudah mengeras. "Please.." rintih Dastan memelas, melirik kearah kursi penunpang dibelakang mereka.

Aku memutar mataku jengah, dia tahu benar cara membuatku luluh, dengan memasang ekpresi memelas miliknya itu, tentu aku tidak tega menolaknya. "Serius? Disini?" Tanyaku tidak yakin.

"Iya, sayang. Aman kok. Kita main cepet aja" Katanya berusaha meyakinkanku. Lalu Aku melangkah ke kursi belakang di ikuti oleh Dastab yang kini tersenyum penuh kemenangan.

Bibir kita kembali bertemu, mata kita saling menatap intens di kegelapan. Tangan Dastan dengan cekatan mengatur kursi menjadi senyaman mungin. Jemariku yang tadi berada di leher Dastan kini sudah bersarang dirambutnya, meremasnya acak saat sesapan di bibirku berubah jadi panggutan liar yang penuh gairah.

Tangan Dastan sudah menurunkan resleting dress di punggungku, meraup kedua payudaraku dan meremas lembut, memilin nakal putingku yang membuat sensasi aneh pada pangkal pahaku.

*

"Love you, sayang." Bisik Dastan setelah puas bermain denganku, lalu bergerak untuk mencium keningku lembut.

"Love you too." Jawabku dengan napas tersengal saat Dastan bergerak untuk duduk di sampingku. Sementqra aku menarik napas panjang, mengatur napasku senormal mungkin. Aku membenarkan letak cup bra miliku yang sudah tidak dalam posisi yang benar akibat kelakuan Dastan, merapikan dressku yang sudah acak-acakan.

"Nggak mau pake ini?" Kata Dastan masih dengan napas yang terengah-enggah menatap celana renda milikku yang teronggok di sampingnya.

"Nggak, buat kamu aja." Jawabku sambil merapikan rambutku yang kusut, aku meraih beberapa tisu, untuk membersihkan keringat dan beberapa cairan di tubuhku. "Berantakan banget kamu. Pake celanamu cepet, udah malem juga.." kataku memperingatkan.

"Hmm" gumam Dastan yang masih mengatur napasnya, jemarinya mulai mengancingkan kemejanya, lalu menaikan celananya.

"Daa.." aku meraih tasku yang berada di kursi depan, lalu membuka pintu mobil, bersiap untuk turun.

Pesta ulang tahun Karin cukup menyenangkan, namun sosok Safira yang datang malam ini sangat menganggu pikiranku sekarang. Apa hubungan cewek itu dengan Dastan? Apa benar mereka hanya berteman seperti yang Dastan katakan kepadaku tadi?

TBC.

Crazy Bad Boy And Me (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang