Kami sedang dalam perjalanan ke bandara sekarang. Om pandu yang mengemudikan mobil, sedangkan aku dan Dastan duduk di kursi penumpang.
Rasanya aku ingin mati saja sekarang. Kejadian tadi membuatku terlalu malu untuk tetap hidup. Dan Dastan yang terus mengatakan tidak apa-apa, tidak apa-apa semakin membuatku kesal setengah mati.
"Its, okay.." entah berapa puluh kali Dastan sudah mengatakan itu, kali ini sambil meraih tanganku, tapi segera aku tepis, dan memilih untuk kembali menatap jalanan diluar dari kaca mobil.
Ini semua adalah salah Dastan, yang selalu bertindak sesuka hati tanpa mau mendengarkan pendapatku, mungkin salahku juga, sedikit, andai aku tidak mudah terbuai, kejadian memalukan tadi tidak akan pernah terjadi . Dan juga salah om Pandu, kenapa dia tiba-tiba masuk ke ruangan tanpa mengetuk pintu terlebih dahulu?
Aishh! Aku benci semua orang!
Ingin rasanya aku mencekik leher Dastan, menjambak rambut Om Pandu, atau lompat dari mobil sekarang juga.
Aku ingin amnesia!!
Suara tawa kecil Om Pandu membuatku menoleh kearahnya yang duduk di bangku depan. Mataku menemukan Om pandu tengah terkekeh geli, sendirian. Mataku bertemu dengan matanya di kaca spion, membuatku menundukan kepalaku cepat.
Apa yang sedang dia tertawakan?
Astaga! Aku benci isi pikiranku!!
Setelah berkendara sekitar tigapuluh menit akhirnya kami sampai di bandara. Aku hanya berdiam diri sepanjang perjalanan, memilih untuk menatap keluar dari kaca mobil. Sesekali terdengar Dastan dan Om Pandu mengobrol, tapi aku memilih untuk mengabaikannya.
Dengan malas aku mengikuti mereka turun dari mobil, aku tidak menolak saat Dastan meraih tanganku kegenggamannya, menuntunku kedalam.
Sekarang sudah hampir jam tiga, dan kami sudah berada di ruang tunggu. Dastan melepaskan tanganku untuk berpamitan dengan Om Pandu, setelah berpelukan singkat, Dastan kembali mengenggam tanganku.
"Aku udah harus berangkat sekarang." Ucap Dastan menatap mataku lekat.
Aku mengangguk. "Hati-hati." Pesanku sedikit cangung.
Dastan tersenyum, dan juga mengangguk. "Kamu juga." Dia meraih kedua pundaku lalu mengelus lembut disana. Tingkahnya aneh, tidak biasanya dia sekaku ini, seolah sedang menahan sesuatu. "Yaudah, daa.." dia menepuk pundaku lalu melepasnya.
"Daa.." balasku dengan senyuman.
"Loveyou.."
"Loveyoutoo.." balasku berbisik malu dengan Om Pandu.
Dastan menatapku, seolah tengah mempertimpangkan sesuatu. "Aku tau kamu benci ini," bisiknya lagi lalu menundukan kepalanya, dan menciumku bibirku dihadapan Om Pandu dan banyak orang lainnya di ruang tunggu.
Wajahku merah padam karena ciuman singkat itu, seolah tahu aku merasa malu, Dastan langsung merengkuh tubuhku dan membawaku kedalam dekapannya.
"Aku telepon kamu nanti kalo udah sampe." Kata Dastan lalu melepaskan pelukannya dan menatap wajahku. "Daa.." Pamitnya sekali lagi.
"Daa.."
Dastan menghela napas panjang, mengacak rambutku lembut, dan kembali tersenyum. Berbalik untuk berhadapan dengan Om Pandu.
"Dastan berangkat sekarang, Pa."
"Iya, jangan telepon Nabilla aja kalo udah sampe, telepon papa juga." Jawab Om Pandu dengan nada bercanda.
"Siap.." sahut Dastan,"Bye.." dia kembali menatapku lalu melambaikan tangannya sebelum akhirnya berbalik, dan berjalan menjauh.
"Bye.." aku hanya bisa menatap pungung Dastan yang semakin menjauh, dan menghilang di kerumunan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Crazy Bad Boy And Me (TAMAT)
Teen Fiction21+++ 🔞🔞🔞🔞🔞🔞 Hidupku selama 17 tahun berjalan seperti remaja pada umumnya. Sekolah, belajar, dan sesekali berkencan. Hingga hari itu datang, seorang murid pindahan yang mengubah segalanya. Hidupku yang normal porak-poranda, saat dia mengataka...