2 [Ntar lo pulangnya gimana?]

400 37 0
                                    

Niatnya setelah mandi karena lelahnya kerja dia akan membaringkan tubuh sebentar sebelum kembali melihat laptop guna menyeselaikan deadline freelancenya.  Tapi sang mama menyuruhnya mengantar makanan untuk Eyang.

Jika tak melihat ayahnya yang pulang dari bengkel dengan baju kotor dan wajah letih, tak akan Alia mengiyakan. Biar ayahnya saja yang pergi. Deadline videonya besok. Gila saja dia harus selesai dalam semalam untuk lima belas menit video. Tidak sesederhana itu ferguso.

Maka, dengan buru-buru dia bergegas berangkat. Pun sampai tujuan, gadis itu segera pamit dari rumah Eyangnya. Yang sialnya, baru kaki kirinya melangkah keluar, adzan magjrib berkumandang. Pun dibarengi dengan ucapan, "pamali keluar rumah pas waktu maghrib. Setan-setan lagi tukeran shif malem. Kalo ada apa-apa gimana?"

Dalam hati Alia jawab, "Astaghfirullah. Doanya gitu banget."

Lalh kembali menarik kaki. Sebab yang bicara adalah orang tua. Maka sebaiknya didengarkan. Dia urungkan niatnya untuk pulang. Hampir menutup pintu, maniknya menangkap Jaehyun. Keluar rumah dengan sarung dan baju koko putih. Rumahnya tak jauh, hanya berjarak empat rumah dari bangunan di depannya, rumah Cahya.

Yang membeku sebentar sebelum suara sepupu kecilnya, Haeun, membuyarkan, "Mba Alia bengong. Liat wewe gombel ya?"

Sembarangan sekali anak kecil itu. Dia kan sedang melihat pangeran blasteran surga menuju masjid. Adem sekali dilihatnya. Malah dikata setan oleh bocah.

Pun setelah dia rampungkan sholat maghrib di rumah itu, tak sabar untuk segera menyelesaikan pekerjaannya mengedit video, penghalangnya masih saja ada.

"Tadi denger ada suara Alia. Eh beneran anaknya lagi disini." Seperti itu ucapan Tante Seulgi begitu melongok dari pintu.

Alia duduk di sampingnya setelah mencium tangan wanita paruh baya itu. Ingin pergi saja tapi tak enak hati. Tak sopan namanya.

Apalagi, "kok nggak pernah main ke runah?"

Astaghfirullah.

Alia tersenyum kaku. Ya Tuhan, Tante Seulgi. Yaiyalah tak pernah main. Malu. Kan sekarang sudah besar. Beda dengan dulu, sejak Jaejyun kakinya sakit terkena beling, Alia jadi sering main kerumahnya-lebih tepatmya sering diajak Cahya main kesana-sekedar melihat laki-laki itu sebentar. Atau paling lama ikut nonton tv dan numpang makan.

Masa sudah punya KTP begini masih main dirumah orang cuman buat numpang makan? Well, iya kalo mereka sudah dekat. Sedang bagi Alia, dirinya dan orang-orang di gang ensiti ini sudah tak sedekat dulu.

Tak lama, Eyang pulang dari mushola. Biasanya, beliau akan pulang sekalian nanti sehabis isya. Karena ada cucu pertamanya yang jarang-jarang main, beliau rela kembali lebih awal.

"Cahya udah mau nikah ya?" Asal saja dia berucap, sebab Tante Seulgi terus-terusan membahas masa lalu. Dari Alia yang pemalu, suka makan telur dadar, sampai rebutan kelereng dengan Jaehyun.

Aduh, padahal dia sedang fokus menata masa depan. Kalau terus di ingatkan masa lalu, kapan dia akan maju?

"Iya, udah lamaran." Ini Mbak Hyoyeon yang menjawab sambil menyuapi jam jam dengan sop.

"Cahya di rumah terus?"

Tente Seulgi mengangguk, "iya. Dirumah terus."

"Nggak kerja." Eyang mengimbuhi.

Lalu suara Mba Hyoyeon tak kalah eksis, "gimana mau kerja, disuruh belanja aja uang kembalinya masih suka salah."

Memang bukan untuknya, tapi Alia juga jadi ikut sakit hati. Bibir Mbak Hyoyeon kadang-kadang suka pedas. Tapi sungguh, bagi siapaun di dunia ini, nggak akan ada yang mau dikata tak kompeten dalam hal sepele begitu.

Something in RamadhanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang