"Kalo kamu memang nggak mau ya nggak papa. Mama dukung kamu kok."
Mamanya menatap Alia. Sejak mengatakan iya, Alia banyak mangurung diri dengan alasan ada kerjaan freelance. Padahal, di kondisi begitu dia sama sekali tak bisa fokus.
Alia membuang nafas pelan, menipiskan bibir balas menatap ibunya. "Alia nggak papa Ma. Alia mau kok."
"Yaudah kalo itu keputusanmu. Mama doakan yang terbaik. Kemarin mama emang menentang banget. Kamu tahu sendiri, laki-laki yang papamu pilih itu sudah berumur tiga puluh."
Ah, iya. Laki-laki yang bernama Kyuhyun. Alia lihat fotonya saja sudah bergidik. Memang sih, kelihatan hot. Tapi inti dari menikah bukan sekedar tentang penampilan fisik yang enak dipandang setiap hari.
"Meski begitu, Mama nggak bisa menjamin laki-laki itu sudah dewasa. Mungkin benar, dari usia kelihatan matang, tapi umur nggak bisa menjamin hal itu. Inti dari seorang laki-laki yang pantas dimata mama untuk layak mendapat putri Mama itu yang penyabar, nggak mudah marah, baik, jadi panutan untuk keluarga, mencintai kamu, dan yang paling penting adalah bertanggung jawab."
Alia mengangguk. Maunya juga yang seperti itu.
"Tapi sekarang, Mama udah nggak sekhawatir itu melepas kamu. Seenggaknya Mama sudah mempercayakan kamu pada laki-laki yang InsyAllah memiliki daftar itu semua. Alasan kenapa Mama sudah tidak menentang dan memilih mendukung keputusanmu."
Mama memegang kedua pundak putrinya. Menatap dengan kedua bola yang tergenang air. Membuat Alia jadi ikut berkaca-kaca.
"Mama percaya sama Jaehyun." Katanya.
Alia mengernyit, "kok Jaehyun Ma?"
"Papamu belum bilang? Mama, Papa sama Eyang memilih Jaehyun."
"Terus Mas-mas yang dofoto? Yang namanya Kyuhyun?"
"Kamu maunya sama dia?"
"Enggak."
"Yaudah. Lagipula, keluarganya nggak terlalu menyukai status sosial kita yang biasa. Orangnya sih mau sama kamu. Tapi mama kurang sreg sama dia.".
Alia menelan ludah susah, "terus berarti, sama- Jaehyun?"
Mamanya mengangguk. Yang tadinya air berkumpul di pelupuk sekarang menghilang di mata kedua manusia itu. Wajah Alia dibuat bingung. Tapi hatinya merasa resah.
JAEHYUN.
🍃🍃🍃
Alia mondar mandir. Menggigit ujung kuku sambil sesekali menjambak rambut. Perasannya tak karuan. Jantungnya terus berdebar membuatnya tak bisa tenang. Apalagi setelah mendengar kabar Jaehyun akan ke rumah hari minggu.
Tiga hari lagi.
Alia lega tidak menikah dengan laki-laki asing yang bahkan hanya Alia tahu fotonya. Tapi bukan berarti pula Alia lapang dada pada Jaehyun apalagi sampai bersorak gembira.
Dirinya akui memang masih menyimpan nama Jaehyun meski hanya secuil. Meski kata mamanya Jaehyun adalah lelaki baik yang akan menjaga sampai malaikat izrail menjemput.
Alia khawatir. Dia resah kalau harus menikah dengan Jaehyun. Dan itu membuatnya semakin gelisah. Belum lama ini, Yuju pernah berkata Jaehyun datang ke toko pakaian dengan seorang wanita. Yang kalau disebutkan ciri-cirinya adalah Yeri.
Membuatnya ragu kalau Jaehyun bisa bertahan lama dengannya. Dalam maksud, Alia takut Jaehyun masih suka nempel sana sini. Dari semua yang Alia perhatikan, ketampanan Jaehyun membuat para wanita mendekat. Pun sudah begitu, laki-laki itu sendiri kelihatan terbuka.
Alia suka Jaehyun ganteng. Tapi Alia benci karena membuat perempuan lain tergila-gila.
Mendengar ponselnya berdering membuatnya menoleh. Mengambil benda itu, dilihatnya nomor asing menghubungi. Ah, padahal dia sedang tidak fokus untuk mengedit video.
Maka langsung Alia balas salam beserta penolakan untuk tidak menerima jasa jadi editor video dengan alasan sibuk. Tapi balasan kembali muncul.
'Gue bukan butuh jasa. Gue butuh istri. Ini Jaehyun, Alia.'
Gadis itu melotot. Astaghfirullah. Setan! Membuat jantung Alia merosot saking terkejutnya.
'Nomor gue yang lo blokir belum dibuka. Jadi gue ganti nomor aja.'
Hanya Alia read. Bingung ingin membalas apa. Ponselnya berbunyi, yang mana ini adalah panggilan suara dari Jaehyun. Masih setia Alia pandangi tanpa niat mengangkat.
Lalu beralih pada pesan lagi. 'Kok nggak diangkat? Bales dong Ya.'
Alia menelan ludah susah payah. Menaruh ponselnya pada ranjang, namun masih Alia pandangi.
'Nggak mau angkat? Kok gitu? Yaudah kalo gitu.'
Alia menghela nafas. Ah, belum siap kalau harus bicara dengan Jaehyun. Mulai melihat laptop saat Jaehyun sudah tak lagi mengirim pesan. Meski sebenarnya, Alia jadi merasa bersalah. Sesekali melirik ponsel yang siapa tahu ada notifikasi dari Jaehyun gitu.
'Kenapa nggak bales? Kenapa nggak jawab telfon gue? Lo marah? Lo nggak mau sama gue? Gue ada salah sama lo? Bilang Ya, biar gue nggak kalang kabut kayak gini. Kalo seandainya lo nggak mau terima gue nggak papa. Gue nggak masalah. Tinggal bilang, biar gue batalin semuanya.'
'Paling enggak jangan diem. Kasih gue jawaban, apapun itu gue terima. Atau lo udah punya pujaan hati?'
'Kalo gitu, gue minta maaf yang sebesar-besarnya. Nggak ada maksud sama sekali membuat hubungan kalian rusak.'
'Ini buat yang terakhir kali, kalau seandainya udah nggak ada kesempatan yang tersisa buat gue bisa bareng lo lagi. Lo tau sendiri, kita temenan sejak lo masih cengeng, main kelereng bareng. Meski masa sekolah kita beda. Kita dengan pilihan masing-masing. Ngasih jarak yang bahkan lo sendiri nggak pernah liat gue.'
'Udah ah, bertele-tele banget. Intinya, gue suka sama lo. Gue udah yakin ini waktu yang tepat buat mengungkapkan. Yang ini, mungkin juga bakal yang terakhir dengan jawaban lo yang pasti menolak.'
'Gue nggak memaksa buat nerima. Intinya perasaan yang gue tahan-tahan bisa tersampaikan. Ternyata nggak seburuk itu. Udah ya. Maaf ganggu.'
Dia baca seutuhnya. Ingin menangis. Jaehyun benar-benar membuatnya jatuh sedalam-dalamnya dengan kalimat panjang itu.
'Jae ... ' balasnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Something in Ramadhan
Fanfiction"Ya, itu gue, Jaehyun." 'Gue bukan butuh jasa. Gue butuh istri. Ini Jaehyun, Alia.' Alia heran. Cahya, temannya itu kok mau sih dijodohkan? Melihat keputus asaan manusia yang takut mencoba. Pasti mencari jalan keluar termudah. Padahal, bagi Alia ja...