Gadis itu, yang dia sukai sejak lama. Yang dia simpan perasaannya sendirian. Yang dia perhatikan dari jauh, yang akhirnya Jaehyun miliki kesempatan dan keberanian untuk mendekat.
Benar, beberapa orang memang terlalu dekat untuk dipandang, tapi terlalu jauh untuk digapai. Jaehyun rasa, semakin dirinya mendekat, semakin sulit gadisnya dimiliki.
Jaehyun antarkan pujaannya ke rumah Eyang. Bukan dirinya yang meminta, tapi Alia sendiri yang bilang untuk diantar kesana. Alia merasa tak enak hati. Setelah kejadian tadi, dia jadi merasa canggung.
Apalagi jika Jaehyun mengantarnya sampai ke rumah, laki-laki itu akan kesulitan pulang. Ribet sekali harus menghubungi Haechan atau yang lainnya untuk di jemput karena tak membawa motor.
"Loh? Jaehyun nggak berangkat? Katanya shift sore." Jeno bertanya, matanya masih setia melihat Jaehyun dan Alia bersama Eyang.
Terutama, kedua anak muda itu terlihat kaku dan canggung.
Haechan menaikkan kedua bahunya, "kasian ya, pengorbanannya selalu nggak dihargai." Lalu menyeruput kopi yang dibeli dari Cafe Lucas.
"Hah?" Jeno yang sering budek, ditambah ucapan Haechan yang lirih jadi dia salah paham. "Pas mau pergi tadi, katanya Jaehyun mau lamaran. Udah?"
Tadi sekali, saat Haechan dibawa Jaehyun menuju rumah Yuju. Yang Jeno tanyai mau kemana, tapi jawaban Haechan melantur dengan mengatakan, "menjemput calon istri."
Jeno jawabi, "mau lamaran si Jaehyun? Kok nggak rame-rame?" Tapi saat itu Haechan sudah tak menggubris. Berjalan menjauh menuju rumah Jaehyun.
"Enggak. Nggak jadi." Kata Haechan menanggapi pertanyaan Jeno sebelumnya.
Lalu Jeno melotot, "lah, padahal gue udah bilang ke anak-anak Jaehyun mau nikah."
Serius, Haechan terkejut bukan main. "Edan sia teh!"
Sampai Alia menoleh ke pos ronda, kedua manusia itu masih saling berdebat sampai melotot dan otot-otonya menonjol. Alia tak pedulikan apa yang mereka ucapkan, tak jelas di dengar.
Cahya keluar rumah, menghampiri temannya yang ada di depan rumah. "Wuiih, mau nginep sini ya."
Alia tersenyum kecil, "enggak kok. Ini mau pulang."
"Lah? Sekarang banget? Tuh adzan. Pamali pergi pas adzan. Mending disini aja, sekalian sholat yuk ke mushola bareng."
🍃🍃🍃
Alia yang cantik, pintar, baik, dan terlihat kompeten. Alia yang Jaehyun ingin sejak lama. Gadis yang sudah lama jarang dia temui. Yang selalu Jaehyun pandangi sambil tersenyum. Tapi sekarang malah berantakan. Sudahlah, sulit sekali mendeskripsikan hatinya Jaehyun.
Mama Seulgi keluar rumah. Sudah cantik memakai mukenah. Menghentikan langkah melihat putranya duduk di luar, "kamu ngerokok Jae? Kok mama nggak tahu?"
Hanya Jaehyun tolehi tanpa menjawab. Lalu kembali mama Seulgi bicara, "biasanya kamu rajin udah pake baju koko. Yuk, udah adzan. Malem pertama ini loh. Mushola pasti rame."
Jaehyun angguki tanpa suara. Menyesap dalam benda pada kedua capitan jarinya. Yang sudah empat langkah menjauh, mamanya kembali bicara, "buruan Jae!"
Lalu bangkit tepat ayahnya keluar. "Jangan lupa pintunya kunci ya."
Jaehyun sudah dewasa, bukan saatnya lagi buat bersikap bocah. Jaehyun yang orang tahu bisa mengendalikan emosi, baik hati, dan jarang marah. Jaehyun, si anak semata wayang Pak Yono yang tak pernah kepergok menangis.
Maka hari itu, Jaehyun harus kembali menjadi Jaehyun yang kuat dari luar. Hanya masalah gadis, yang terlihat sepele tapi sangat mengiris.
"Sering-sering sholat sini ya. Biar aku ada temennya." Alia angguki ucapan Cahya di sampingnya. Kemudian dia liriki rumah bercat abu yang pintunya terbuka lebar. Tepat sekali, baru saja Jaehyun masuk.
Alia merasa tidak enak. Mungkin begini yang dulu Jaemin rasakan. Tak ingin menganggap spesial tapi juga tak ingin kehilangan teman. Serba salah.
🍃🍃🍃
Malam pertama.
Biasanya orang akan berbondong-bondong ke masjid. Masih semangat dalam awal bulan Ramadhan. Terbukti saat Alia sampai, mushola itu sudah terisi setengah. Padahal baru selesai adzan. Biasanya saat adzan Isya, mushola itu hanya terisi seperempat, itupun kebanyakan diisi oleh orang yang sudah berumur. Jarang sekali ada anak muda yang rajin ke masjid.
Yang selama sholat dengan puluhan rakaat itu, Alia terpikirkan sesuatu. Ah, Jaehyun. Meski laki-laki tampan itu tersenyum, tetap saja bisa Alia rasakan kekecewaannya.
Sebentar, Alia merasa Jaehyun menyukainya? Gadis itu berdecak, tertawa dalam hati. Kepedean sekali dirinya. Well, dulu juga Jaemin begitu, tapi ternyata dia yang mudah baper.
"Kenapa?" Cahya berbisik.
Sebab, ditengah-tengah doa sesudah sholat tarawih, perempuan disampingnya malah mendesah kesal lalu berdecak keras. Mengundang tatapan orang, apalagi Tante Seulgi yang tadi sempat heboh saat melihat Alia memasuki tempat ibadah itu.
Alia tersenyum malu. Menunduk. Astaghfirullah, dari tadi sholatnya tak khusyu. Gadis itu juga berangkat dengan Haeun. Sedang mamanya dirumah menjaga si kecil jam jam yang tidur.
Yang saat ini tak mau ditinggal. Ditambah rayuan Cahya agar ikut tadarus habis tarawih. Alia banyakkan alasan, misal, "ditungguin di rumah."
Atau, "dicariin mama."
Juga, "nggak bisa lama-lama disini."
Yang membuat Cahya dan Haeun manyun. Aduh, hari ini kenapa banyak orang yang merasa kecewa dengannya sih? Alia mau tak mau menurut. Ikut tadarus disana.
Sebelumnya, dia izin untuk wudhu dulu. Tapi begitu kembali untuk memasuki masjid, wajah Jaehyun dengan rambut basah terpampang. Sama-sama mematung di depan pintu masjid. Beberapa detik lalu baru Alia yang sadar, saat Jaehyun masih sibuk dengan rambutnya.
Lalu detik dimana Jaehyun sadar, segera dia berdeham. Memakai pecinya dan lebih dulu melangkah ke masjid. Ah, Alia serba salah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Something in Ramadhan
Fanfic"Ya, itu gue, Jaehyun." 'Gue bukan butuh jasa. Gue butuh istri. Ini Jaehyun, Alia.' Alia heran. Cahya, temannya itu kok mau sih dijodohkan? Melihat keputus asaan manusia yang takut mencoba. Pasti mencari jalan keluar termudah. Padahal, bagi Alia ja...