"Mba, jadiin satu ya. Dia yang bayar."
Alia melotot, dengan santainya Renjun menjauh. Mencari tempat duduk terbaik. Yang terpaksa dia bayar kertas nota itu atas namanya. Tak tahu dirinya, Renjun memesan makanan yang mahal.
"Nih, udah gue print." Menyodorkan lembaran kertas, Alia tak jadi marah. Mulai sibuk melihat-lihat soal yang akan dia kerjakan.
Lalu datang pesanannya, minuman dan makanan yang akan dirinya dan Renjun santap. Sambil santai sambil belajar di Cafe. Mereka mulai membahasnya, Renjun mendekatkan kursi agar bisa leluasa mengajari gadis berkerudung pashmina di samping kiri.
Cafe favorit mereka memang Cafe yang biasanya diapakai pelajar atau mahasiswa untuk belajar. Renjun yang memberi tahu lokasinya. Dan setiap mereka belajar pasti disana.
"Nah ini udah betul." Lalu mengusap ujung kepala Alia sampai mendengus. Untung kerudungnya tak berantakan. "Ooh, jadi gini doang? Keliatannya ribet banget sih, gila!"
Sama-sama berambisi agar masuk kuliah tahun ini. Renjun dan Alia yang dulu gagal di penerimaan dunia perkuliahan pada universitas impiannya akan melakukan yang terbaik dan bekerja keras untuk menebus kegagalannya dulu.
"Udah nih, gue balik ya."
Yang Renjun tahan lengan gadis itu, "temenin."
"Hah?"
Renjun memohon dengan sangat agar Alia menemaninya belanja. Titipan belanja lebih tepatnya. Dengan wajah yang amat sangat memelas hingga Alia tak tega lalu mengiyakan. Mereka menuju super market terdekat.
"Popok."
Satu kata yang Renjun baca dari list memonya, Alia menoleh kanan-kiri. Lalu menujuk rak besar. Menarik laki-laki itu kesana. "Yang mana nih? Merries? Sweety? M? L? XL?"
Renjun berdecak, "lupa yang mana. Bentar, telfon dulu."
Baru beberapa detik berlalu, Renjun kembali. "Lo cari perlengkapan wanita dulu ya."
Alia mengernyit, "hah?"
"Itu loh ... " Renjun menggigit bibir bawah, malu-malu laki-laki itu berkata, "pampers."
"Lah ini." Menunjuk perlengkapan bayi yang dijual pada rak di depannya. Sementara Renjun menggeleng, menatap khusus, lalu berbisik "pembalut."
Aduh, Alia tersipu jadinya. Renjun loh yang bilang. Teman sekelasnya saat masa SMA. Renjun itu laki-laki. Untuk menghilangkan rasa malunya, dia berpikir. Mengingat lagi keponakan Renjun yang katanya berumur satu tahun. Mungkin beratnya sekitar sepuluh kilo? Atau lebih?
"Ukurannya L."
Padahal masih Alia tebak. Tapi suara Renjun lebih dulu terdengar. Yang Alia taruh pada keranjang di samping kirinya, lalu "maaf Mba, saya nggak beli pampers."
Aduh, malu sekali. Alia tersenyum kaku pada mas-mas itu. Dengan pasangannya, mbak-mbak yang sedang mengaitkan tangannya pada lengan mas-masnya juga menoleh. Terkejut.
"Eh! Maaf. Salah keranjang." Kemudian pergi sambil merutuk dalam hati. Yang begitu bertemu dengan temannya, Alia misuh-misuh. "Lo tuh! Ngajakin kesini malah ninggalin! Gue salah naruh belanjaan anjir!"
"Lah? Kok bisa?" Renjun menoleh, mengernyit melihat Alia masih manyun.
"Gue kira itu keranjang lo! Yaudah, gue taruh. Malah punya orang! Lagian lo bilang pampers L, ya gue ambilin!"
"Bukan merek yang itu. Katanya Mbak Jeni nggak enak."
Bodo amat dengan penjelasan Renjun. Alia ngambek, langsung Renjun rangkul pundaknya, "beli pembalut dulu. Lo yang milih."
KAMU SEDANG MEMBACA
Something in Ramadhan
Fanfiction"Ya, itu gue, Jaehyun." 'Gue bukan butuh jasa. Gue butuh istri. Ini Jaehyun, Alia.' Alia heran. Cahya, temannya itu kok mau sih dijodohkan? Melihat keputus asaan manusia yang takut mencoba. Pasti mencari jalan keluar termudah. Padahal, bagi Alia ja...