Bulan mungkin kesepian, karena bintang yang bertugas menghibur disekelilingnya tak banyak. Bisa Alia hitung kerlipan pada langit gelap ini meski motornya yang Jaehyun pimpin terus melaju. Belok kiri sebelum akhirnya lima puluh meter kemudian keluar kompleknya.
"Lo beneran nggak tadarus?"
Ah, pertanyaan itu lagi. Alia berdecak kecil. Tak berniat menanggapi hal yang sudah pasti ini. Sibuk melihat rumah-rumah yang diterangi lampu teras. Mendekap tas berisi komputer praktis yang dibeli tiga tahun lalu.
"Alia."
"Hmm?"
Jaehyun basahi bibir. Memutar otak mencari pembicaraan yang bagus. Pikirannya buntu jika dekat dengan sang pujaan. Ah, selebay itu dirinya.
"Kok-"
Terkadang pertanyaan intim mulai muncul dalam daftar ucapannya, tapi kembali lagi, rasanya masih sekaku itu untuk membahas hal berbau perasaan.
"Apa?"
Masih Alia nantikan kata yang terjeda. Dia liriki pemuda tampan itu dari belakang, sedikit menyerong untuk melihat air mukanya yang tampak fokus pada jalanan. Padahal Jaehyun sedang memikirkan yang dibelakang. Gadis itu.
Sampai menyerah, apa saja yang terlintas dia ucapkan. "Gimana kerjaan?"
Melewati tempat seram itu, kuburan, Alia menggigit bibir. Sedikit merapatkan tubuh pada si pengemudi tanpa membuat risih. "Ya gitu." Singkatnya setelah menjauh melewati tukang martabak. "Kamu gimana?"
"Gitu juga."
Terus apa manfaatnya bertanya wahai Tikimin dan Tukiyem?
Hampir dekat, Jaehyun pelankan lajunya. Iya, bersama Alia rasanya terlalu cepat dan mendebarkan. Aduh, tolong! Membahas Alia membuat Jaehyun selalu merasa sedramatis itu.
Sampai di depan rumah. Mencengkeram pundak lelaki itu untuk mempermudahnya turun dari motor. Yang mana, cengkeramannya semakin kuat karena refleks setelah kedua kakinya mendarat sempurna di tanah. Melebarkan mata terkejut sedang tangan kanannya menggenggam tas hitam.
"Kenapa Ya?" Jaehyun menyadari itu.
"Anu-" menggigit bibir bawah. Lalu menggeleng, "nggak deh."
"Yakin?" Sambil menaikkan sebelah alis tebal. Jaehyun menatap Alia tanpa turun dari motor. Alia angguki ragu.
Entah kenapa, Jaehyun bisa sepeka itu malam ini. "Ada yang ketinggalan? Ongkos jalan misalnya?" Guraunya ingin mencairkan wajah kaku perempuan di samping kendaraannya.
"Itu ... " Alia menggaruk hidungnya kecil. Merasa tak enak sambil bersuara, "cas laptopnya lupa dibawa."
Malah Jaehyun jalankan motornya tanpa ambil suara. Alia menatap manyun sebelum tahu jika laki-laki itu hanya putar balik. Kembali bertengger di samping gadis itu dengan arah yang berbeda.
"Yuk." Sebab, untuk gadis itu, Jaehyun lakukan segalanya. Apapun itu untuk wanita yang dipuja.
Buru-buru masuk rumah untuk meletakkan laptop, Alia kembali menaiki motor. Sampai sepuluh meter jauhnya, "lo nggak papa bolak balik?"
"Iya." Bahkan kalau harus ke luar negeri bolak-balik juga Jaehyun sanggup. Asal itu Alia. Ew! Jaehyun geli melihat sinetron romantis yang mengotori otaknya. Tapi serius, kok sekarang dia merasa perlu berso sweet ria dengan Alia?
"Tapi nanti ongkosnya double ya."
Alia lebarkan senyuman di belakang. Well, kalau Jaehyun tahu pasti hatinya sampai berbunga-bunga. Untung saat ini gelap, apalagi Jaehyun sudah tak melirik pada spion untuk melihat Alia. "Iya, tenang aja deh. Gue juga mau sekalian ambil sikat gigi."
KAMU SEDANG MEMBACA
Something in Ramadhan
Fanfic"Ya, itu gue, Jaehyun." 'Gue bukan butuh jasa. Gue butuh istri. Ini Jaehyun, Alia.' Alia heran. Cahya, temannya itu kok mau sih dijodohkan? Melihat keputus asaan manusia yang takut mencoba. Pasti mencari jalan keluar termudah. Padahal, bagi Alia ja...