9 [Mau nonton ngga?]

227 33 0
                                    

Setiap manusia pasti pernah merasakan yang namanya marah. Tapi beberapa dari mereka ada yang menahannya, tak meluapkan meski itu sungguh keterlaluan. Karena ada hubungan yang sangat dihargai, yang tak ingin retak atau bahkan hancur.

Dalam pertemanan, Alia selalu terlihat tak peduli. Bahasanya sehari-harinya, 'kalo mau temanan ayok, kalo enggak gue nggak rugi.' Tapi dengan Yuju, Alia bertahan.

Paham dengan nyablaknya si sahabat yang kadang memalukan, tapi Alia tak peduli. Sebab sejauh itu, Yuju di sampingnya. Yuju yang mendengarkan curahan hatinya. Yuju yang membantunya dengan masa bodoh.

Yuju adalah sahabatnya. Alia tak peduli lagi dengan teman masa SMAnya yang sudah menempuh jalan berbeda, dengan Yuju, Alia masih akrab. Jangan lupa dengan Renjun juga, sebab pemuda itu yang mengajarinya bangkit, mengajaknya berlari bersama setelah jatuh karena kegagalan masuk universitas impian.

Meski kemarin, Yuju membuatnya kacau di depan Jaehyun lewat pesan, tapi tetap Alia diamkan. Tak ingin ambil pusing dengan misuh-misuh lagi pada Yuju yang akan berujung debat.

Lalu Yuju pasti akan kembali ribut tentang kesalahannya. Menyalahkan Alia karena tak memberi tahunya dulu siapa identitas di pengirim pesan. Maka Alia diam, tak bicara jika laki-laki yang kemarin dikatainya adalah teman masa kecil.

Yuju yang tak tahu apa-apa itu santai sekali memakan hidangan. "Ayamnya enak nih."

Alia mengangguk. Rakus sekali seperti tak pernah dikasih makan. Terheran-heran dengan ketidak peduliannya, dia memang manusia yang tak peduli juga, tapi tak separah Yuju.

Malah Alia yang sekarang malu. Yuju menjilati jarinya, padahal rumah makan itu sangat ramai. Astaghfiullah. Punya teman begini banget sih! Masih dipandangi perempuan berkerudung ungu itu mengangkat telfon, terlihat panik. Lalu bangkit menuju kamar mandi. Mencuci tangan.

"Gue balik duluan nggak papa?"

"Kok?" Terheran-heran dengan Yuju yang berdiri terlihat buru-buru. "Emaknya Desta jatoh dari motor. Sekarang dirumah sakit."

"Rumah sakit sini?"

Yuju mengangguk, "lo sendirian nggak papa?"

"Yaudah sana. Buruan. Gue nggak papa. Hati-hati"

Lalu menjauh, dengan motornya membelah jalanan. Alia lesu. Hari sabtu begini, dia pikir bakal bisa jalan sama Yuju, ke taman kota kek numpang wifi sama jajan es. Malah Yuju punya urusan.

Alia, yang kerjanya kalau tak mengajar ya mengerjakan deadline edit video, atau jika weekend jalan dengan temannya. Dia yang jam kerjanya di hari sabtu hanya sampai jam dua belas, ingin keluar mencari udara segar. Karena sejak hari kemarin dapat tekanan dari klien dan anak didiknya yang sulit diajak belajar.

Walau kenyataannnya, bayangan indah wekkend-nya musnah karena Yuju meninaggalkannya. Memang, manusia hanya bisa merencanakan yang terkadang semua itu tak terwujud sesuai ekspektasi.

"Alia?"

Laku menoleh, "eh, Cahya." Tersenyum menyalami. Sambil melirik laki-laki di samping temannya.

"Ini?"

"Oh, Mas Taeil. Calon suami."

Alia melebarkan mata sebentar. "Oh. Hai, halo mas. Alia, temannya Cahya." Yang disambut hangat oleh laki-laki berjaket abu-abu itu.

"Boleh gabung nggak? Penuh disini."

Langsung Alia iyakan. Cahya kembali bertanya, "disini sama siapa?"

"Sama temen, tapi barusan pergi. Jadi sendirian." Jawabnya sambil membereskan barang, bersiap-siap pergi sementara calon si Cahya sedang memesan.

"Jaehyun." Yang tadinya berjalan di samping Cahya duduk menoleh.

Something in RamadhanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang