50

123 21 0
                                    

"Jaehyun ada tante?" Haechan melongok dari pagar. Dilihatnya Seulgi sedang menjemur pakaian, menoleh sebentar pada si penanya dan menghentikan aktivitasnya.

"Kerja Chan. Mau ngajak main kemana emangnya?" Jawabnya.

"Enggak Tan. Ngajak nongkrong doang di Cafenya Lucas. Jaehyun balik jam tiga kan Tan?"

"Iya Chan. Ajakin refreshing. Dari kemaren lembur mulu. Tante takut Jaehyun jadi keliatan cepet tua."

Pasti kemarin. Haechan menyadari ketidakhadiran Jaehyun dalam sesi tongkrongan di pos ronda selama beberapa hari sejak minggu di Car free day. Apalagi itu menyangkut Alia.

Lembur hanya sebagai alasan Jaehyun untuk lari. Pergi dari masalahnya. Mengecohnya sebentar untuk dapat melupakan rasa sakitnya sebentar.

Haechan paham sekali laki-laki itu. Sepuluh tahun lebih berteman. Pernah sama-sama berlari dibawah hujan, tertawa saat mandi di sungai, dan kompak mengambil buah mangga depan rumah Pak Zhong.

Sepintar atau sepandai apapun Jaehyun berbohong, Haechan akan langsung paham. Dan yang dia sayangkan saat ini adalah, hubungan mereka yang sudah sedekat saudara jadi melemah hanya karena fitnah.

Haechan tak merasa menyukai Alia. Justru dia mendukung Jaehyun dengan perempuan yang dicinta. Rela menjadi tameng saat Mark mencobanya untuk menjodohkan dengan Yeri.

Tapi sikapnya malah dianggap salah orang lain, menjadi boomerang dirinya sendiri. Haechan sangat menghargai Jaehyun sebagai seorang yang berarti. Bagai keluarga sendiri. Yang memang, Jaehyun baiknya tak bisa diarti.

Sedikitnya, Haechan merasa kesal dengan Mark. Seenak jidat bicara tanpa melihat fakta. Pun sampai sekarang seolah tak memiliki rasa bersalah.

"Mau kemana Yer?"

Tanya Mark saat Yeri lewat di depan mereka. Haechan mencebik. Johny dengan laptopnya bersama Yuta sedang menonton anime.

"Beli minyak."

"Buat goreng bakwan ya?" Yeri angguki, Mark melanjutkan. "Kirim dong ke rumah gue."

"Oke. Ntar gue kasih." Katanya mengulurkan jempol sebelum akhirnya menjauh. Mark tersenyum lebar. Kembali memainkan ponsel untuk melanjutkan game. Haechan perhatikan baik-baik laki-laki berbibir tipis itu. Kemudian angkat bicara, "gue mau ngomong Mark!"

"Ngomong aja." Bukan dengan Jaehyun saja, dengan Mark pun Haechan seolah sedang dijauhi. Padahal dia sendiri si pembuat onar.

"Tapi nggak disini."

"Yaudah, ngomong aja sendiri."

"Bangsat!"

Johny yang di sampingnya menoleh. Memperhatikan Haechan yang sedang menatap Mark geram.

"Gue maunya nggak disini Mark!"

"Yaudah ngomong sendiri aja. Nggak usah ngajak gue." Yang mana, Haechan langsung beringas. Memukul Mark keras.

Johny yang memperhatikan segera menahan Haechan. Yuta yang tadi sedang asik menonton merasa terganggu.

"Lo punya masalah apa sama gue Mark!" Tanya Haechan masih dalam kurungan emosi.

"Lo yang punya masalah apa sama gue! Bentar-bentar mukul! Anjing!"

"Gue ngajak baik-baik buat nggak ngomong disini! Lonya malah kayak babi."

"Udah Chan. Udah." Bujuk Johny. Sedang Yuta, laki-laki itu sibuk menonton. Pertarungan di depannya sekarang lebih menarik dari pertarungan wujud dua dimensi dalam laptop Johny.

"Ngomong tinggal ngomong! Atau jangan bilang lo mau bahas Alia!"

Mendengar itu, Haechan semakin menjadi-jadi. Meronta minta dilepaskan dari jeratan tangan Johny yang melingkari tubuhnya, dan tangan kirinyalah yang berhasil lolos. Segera membuat Mark mental dan memegangi pipi lewat bogem tangannya.

"Gue ngerti, lo naksir Yeri!"

Kalo yang ini Mark tak terima. "Nggak usah asal nuduh!"

"Gue bukan lo yang kalo ngomong nggak ngotak. Lo bertingkah mau jadiin Yeri deket sama Jaehyun padahal diri lo sendiri yang suka sama Yeri!"

"Anjing!"

"Udah! Heh, lo berdua udah nggak! Malu kalo sampe kedengeran tetangga." Pekik Johny. Masih setia memegangi Haechan. Lalu menyuruh Yuta yang masih merasa kagum dengan perkelahian dua orang di depannya agar memegangi Mark yang tangannya sudah membuat Haechan meringis karena pukulan.

🍃🍃🍃

Alia sudah melangkah keluar, tapi kembali merasa uangnya tertinggal. Melepas sandal untuk masuk ke dalam bangunan tempatnya memperoleh uang.

"Alia nggak gitu kok mba, suwer. Gue yakin banget."

Gadis itu menghentikan langkah. Urung untuk menuju kelasnya yang sedang dipakai oleh Airin dan Sowoon istirahat. Menyangkut namanya, gadis itu merapat pada dinding. Mencari tahu apa yang sebenarnya terjadi.

"Gue juga nggak percaya. Tapi ya gitu adanya."

"Penyebabnya emaknya si Bagas mba."

"Iya, gue ngerti juga. Gue malah paham gelagatnya Bu Tuti. Orang gue kalo nagih SPP aja mukanya nggak bersahabat."

"Nah itu."

"Tapi masalahnya, lo tau sendiri. Bu Tuti kan punya gerombolan. Ada emaknya Kayla, emaknya Hasan, sama emaknya Putri."

"Maksud Mba Sowoon, bu Tuti gitu yang ngomporin Kayla, Hasan, sama Putri buat keluar dari yayasan kita juga?"

"Coba deh dipikir. Siapa lagi?"

"Tapi semalem walinya Alika nanyain juga soal Alia. Kayaknya udah nyebar mba. Jadi banyak yang fitnah ke Alia kalo Alia ngajarnya galak."

"Serius?"

"Emang, sebagian nggak percaya. Tapi banyakan tuh pada kaya mikir ulang dan beberapa jadi ragu buat masuk ke yayasan. Malah ada sodara gue yang rumahnya deket sama Alika bilang katanya sistem bimbingan kita keras."

"Kok bisa parah gitu sih?"

"Namanya mulut mba. Padahal gue liat Alia nggak gitu kok ke anak. Malah dianya yang nangis kalo ngadepin anak model Bagas."

"Iya itu. Dan masalahnya, buat kedepan kita harus gimana? Kalo banyak anak yang keluar gara-gara masalah ini nanti kita harus kerja ekstra. Benerin lagi nama baik, terus cari murid, kejar target nominal SPP. Pertumbuhan unit kita harus terus naik. Kalo terus-terusan ada di posisi kayak gini, yang ada yayasan cabang kita disini harus ditutup."

"Mba udah konsultasi sama Bu Jihyo?"

"Udah. Beliau juga bingung. Lagian tuh, emaknya Bagas kalo udah mau keluar ya keluar aja. Nggak usah pake segala ngajak temen."

Alia menggigit bibir. Ternyata separah. itu kondisi dibelakangnya hanya karena seorang wali murid. Suara Sowoon kembali terdengar. "Stres lama-lama kalo gini terus. Pencemaran nama baik nih! Ah, dasar Bu Tuti!"

Something in RamadhanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang