Hari semakin berganti, Jaehyun merasa langkahnya sudah dekat. Gadis yang dulu dia puja tak akan pergi lagi meski dia kejar. Mungkin ini kekuatan restu dari Seulgi. Membuat setiap harinya lebih semangat untuk terus bernafas dan hidup.
Jaehyun bahagia, walau kadang rasa gundah menyapa. Malamnya tak bisa tidur ditemani dilema. Ada saat dirinya sudah sangat yakin untuk mengungkapkan rasa, namun merasa waktunya belum tepat.
Hal sepele tentang Alia membuatnya mati rasa. Chatnya sudah amat banyak dan terasa akrab. Tak sekaku dulu saat awal menyapa setelah bertahun lamanya.
Jaehyun merasa galau setengah jiwa hanya karena hal biasa. Alia pernah saharian tak membalas chatnya, membuat Jaehyun berpikiran aneh. Menerka-nerka tentang pujaan hati dengan berbagai kemungkinan. Meski kenyataannnya, ponsel Alia sedang di pegang si teman.
Atau Jaehyun pernah tak bisa tidur saat malam ketika sudah janjian akan melakukan panggilan tapi nyatanya Alia malah tak aktif. Jaehyun gundah gulana hanya karena hal sederhana.
Dan kemajuannya meningkat drastis saat Jaehyun mengajak jalan di hari minggu, rela izin tidak berangkat kerja demi seorang gadis. Bagusnya Alia tak menolak.
Bahagianya melambung tinggi melihat Alia dengan pakaian rapi berjalan di sampingnya. Membawa sebungkus popcorn sedang kedua tangan Jaehyun sendiri membawa minum.
Jaehyun mengalah dalam memilih film. Inginnya horor, tapi si Alia maunya komedi. Sebagai calon yang baik--menurutnya- dia tidak boleh egois, makanya mengikuti genre yang Alia mau.
Duduk berdampingan pada kursi, lampu dimatikan membuat Jaehyun sedikit berdebar. Pikirannya kemana-mana tentang Alia. Aduh, yang mana bayangannya kotor tentang lampu dimatikan. Udara dari AC sangat dingin.
Dia liriki Alia dari sebelah. Anteng sekali. Matanya sangat fokus pada layar besar, sesekali menyeruput minum dan mengunyah popcorn. Kadang tertawa terbahak. Sampai suatu waktu, Alia terlihat tak nyaman. Tengak-tengok seolah mencari sesuatu.
"Cari apa?" Tanya Jaehyun, Alia merespon dengan delikan sambil menaruh telunjuk di depan bibir. Wajah keduanya terlalu dekat, karena tadi Jaehyun sudah ada di sebelah kirinya dengan jarak satu jengkal.
Alia buru-buru menjauh. Sedang Jaehyun menajamkan pendengaran. Samar-samar dia mendengar suara yang Alia maksud. Menjijikan. Batinnya mengumpat.
Sama seperti Alia, Jaehyun juga mencari sumber suara. Yang dia temukan di pojokan. Dua insan dengan tidak tahu malunya saling menyahut dengan suara rintih dan desah.
Pun tak jauh berbeda dengan Alia, pandangannya hampir menemukan yang mengganggu telinga. Jaehyun buru-buru menutupnya sampai Alia kebingungan, mendekatkan diri untuk berbisik, "kenapa sih?" Omelnya tertahan.
"Nggak bagus buat kesehatan mata. Nanti matanya sakit."
Yang malah menantang jiwa penasarannya. Tetap ingin menoleh tapi Jaehyun juga dengan pendiriannya, merangkul pundak gadis itu sambil menutupi pandangan sebelah kiri.
Alia merasa Jaehyun sedang membuatnya menyender pada dada bidangnya. Alia jadi diam. Terasa kaku dan sangat malu rasanya. Loh, kok mereka malah jadi romantisan?
Jaehyun canggung dengan peristiwa yang dilihatnya, sedang Alia kaku dengan peilaku Jaehyun, apalagi dia sempat menikmati. Begitu keduanya sama-sama diam sampai keluar dari bioskop.
Hingga Alia tiba-tiba merogoh tas dan menyodorkan uang lembaran merah pada laki-laki itu. Tanpa amplop tanpa penutup, toh itu cuman dikasih ke Jaehyun. "Uang service. Kemaren gue nggak bawa."
"Nggak usah."
"Ck, Jae ... "
Lalu Jaehyun kembalikan satu lembarnya. "Cuman dua ratus." Sedikit bohong tak apa. Untuk Alia. "Yaudah deh, sisanya gue pake buat beli jam tangan."
KAMU SEDANG MEMBACA
Something in Ramadhan
Fiksi Penggemar"Ya, itu gue, Jaehyun." 'Gue bukan butuh jasa. Gue butuh istri. Ini Jaehyun, Alia.' Alia heran. Cahya, temannya itu kok mau sih dijodohkan? Melihat keputus asaan manusia yang takut mencoba. Pasti mencari jalan keluar termudah. Padahal, bagi Alia ja...