Alia mendengus, menaruh rantang di meja dapur. Melihat Mbak Hyoyeon sedang menggoreng tempe. Kembali ke ruang utama bersama eyang dan kedua cucu kecilnya. Haeun dan Jam Jam.
"Langsung pulang Ya?"
"Iya Yang." Sambil menyalami. Terus berjalan menuju pintu meski masih ditanyai, "nggak buka puasa disini aja?"
Gadis itu menggeleng tepat di dekat pintu, sampai hampir menabraknya. Alia sedang tak enak badan. Kepalanya pusing. Yang ditertawakan Haeun, "hahahaha ... Mba Alia liat jalan nggak sih?"
Tak Alia tanggapi. Bagian tubuh paling atasnya terasa ditindih batu. Berat sekali. Badannya lemas, sampai kunci motor yang harus masuk lubang malah jatuh. Alia membungkuk, baru beberapa derajat, Jaehyun sudah mengambilnya.
Membuat Alia secara naluri menadahkan tangan, Jaehyun menipiskan bibirnya hingga si dimple muncul. Memberikannya pada si pemilik. Yang Jaehyun perhatikan, Alia tampak tak bersemangat. Tangan cewek itu bahkan gemetar.
Menaikkan standar motor, yang masih laki-laki itu awasi meski sudah menepi ke dekat rumah yang ada di samping pos ronda. Benar saja, Alia oleng saat memutar untuk balik. Yang Jaehyun segera tangkap pundaknya. Diturunkan standarnya, lalu mencabut kunci dari lubang.
Eyang sampai keluar, dengan Haeun yang menonton dari pintu, meninggalkan adiknya yang belum lancar berjalan di dalam sendirian. Dibantu Eyang untuk masuk rumah, Jaehyun menepikan motor.
Alia melonggarkan kerudung, seperti ada yang menarik kuat rambutnya, lalu kepalanya ditindih batu dan lehernya merasa pegal. Tak mengenakkan sekali. Apalagi perutnya kosong. Alia yang tanpa tenaga.
Langsung diambilkan bantal agar dapat beristirahat di sofa. Alia menghembuskan nafas pelan. Bagai mayat hidup dirinya.
"Nggak sahur ya?" Tanya Eyang tepat saat Jaehyun menaruh kunci motor di meja.
Alia angguki sambil berdehem. Sedikit memejam dalam sadar.
"Buka aja." Saran Jaehyun, yang Alia tolak setelah melirik jam dinding di samping foto keluarga. "Tanggung, sepuluh menit lagi."
"Daripada-"
"Aku nggak papa." Jaehyun iyakan. Dan segera pamit, menenteng keresek berisi es kelapa. Ah, Alia haus.
🍃🍃🍃
Remang-remang, Alia mendengar suara tadarus dari mushola. Dirinya mengerjap, melihat ruangan bercat biru milik Haeun. Lalu memiringkan tubuh, memeluk bantal guling bergambar doraemon.
Pening kepalanya sedikit berkurang, hanya perutnya yang masih sedikit tak karuan. Tadi, sehabis buka puasa pertama di rumah Eyangnya, Alia merasa kerongkongannya selalu merasa kering. Jadi dia minum sampai bergelas-gelas banyaknya.
Yang malah membuat perutnya tak karuan. Makan pun rasanya tak enak. Sedang mata rasanya ingin terpejam.
Saat ini, diliriknya jam bulat di atas meja belajar. Alia bangkit, melihat ponselnya. Yuju banyak mengirimi pesan. Lalu keluar kamar, kosong. Sebab Alia yakin mereka masih di mushola untuk sholat tarawih.
Mbak Hyoyeon sedang shokat tarawih sendiri dirumah, di samping kasurnya. Alia tutup lagi pintu kamar Tantenya. Adik dari papanya, Mbak Hyoyeon.
Ponsel bergetar, Alia ambil lalu di tempelkan ke telinga. Heboh suara terdengar dari sana, "cintaaaaaa .... mumumuuuu, aku rinduuuu."
Alia berdecih, keluar rumah. Tak enak jika nanti dia ribut di dalam sedang Mbak Hyoyeon sedang khusyu sholat. Apalagi sampai membangunkan Jam Jam.
"Dih, alay!"
"Hehehe... lagian gue ngechat dari tadi maghrib nggak dibales. Kan inces kesel!"
Sudah bisa ditebak, manusia yang bisa bermanja ria dengan Alia dengan cara alay itu hanya Yuju seorang.
"Ketiduran gue."
"Tumben. Emang dibolehin sama nyokap?"
Yuju aja sampai paham, Alia tak boleh bolong tarawih kecuali dengan alasan mendesak seperti sakit atau berhalangan. Mamanya seketat itu, yang justru semakin membuat Alia malas menuruti.
"Maagnya kambuh Juy."
"Astaghfirullah. Kok bisa? Sekarang nggak papa? Jangan-jangan, lo habis sakaratul maut?"
Memang, jenis sahabat adalah seperti ini. Laknat.
"Sembarangan!"
Yang mana, di sana Yuju terbahak. Membayangkan wajah manyun Alia yang suka kesal bila dia cibir. "Eh, tapi serius, kok bisa lo jadi penyakitan? Katanya puasa membuat badan kita sehat."
"Gue nggak sahur Jubaedah!" Alia naikkan nada suaranya di kata akhir. Masih Alia lanjutkan sambil manyun,"gue juga kerja tadi. Ya Allah, capek bangat. Lo inget anak gue yang mamanya Albar nggak?"
Bahasa itu dipakai untuk menamai anak didiknya. "Ooh, yang bokapnya kerja dikorea bukan?"
"Iya. Tuh anak tadi ngeselin banget. Astaghfirullah. Godaan syaitan banget ya. Gila Juy, bayangin dia gue ajak mewarnai aja nggak mau! Ngajakin cerita mulu. Nggak berfaedah lagi. Tanya-tanya ke gue apa gue punya pacar-"
Yuju guling-guling di kasur. Baginya, curhatan Alia yang ini sangat lucu. "Ya Allah. Kalo nggak inget lagi puasa aja udah gue makan tuh anak! Ngajakinnya lari-larian juga! Ah! Sumpah, emosi dan tenaga gue terkuras Juy! Mau nangis kalo inget kejadian tadi."
"Sabar ya buguru. Namanya juga kerja. Eh tapi Albar ganteng loh. Gue udah bisa bayangin entar gedenya seganteng apa." Karena Alia pernah mengiriminya foto anak itu.
Alia juga dulu mengagumi kegantengan Albar sebelum tahu anak itu nyebelin dan nakal. "Enggak! Pokoknya yang utama akhlak. Nggak ngeselin justru bikin gue naksir."
"Alah! Dulu lo memuja kegantengan anak lo yang namanya Albar!"
"Eh Juy, sekarang sama dulu beda. Kalo pun Albar tuh udah gede, dan dia satu-satunya laki-laki di dunia ini, gue mah mending dijodohin!"
Yuju memukul-mukul boneka pisangnya, "ahahaha... somplak! Dasar anak dajjal."
Orang-orang sudah pulang dari masjid, termasuk eyangnya yang tadi sudah kembali dan saat ini di dalam rumah.
"Oh iya, Juy. Lo kok nggak teraweh?"
"Gue lagi halangan. Kesel banget gue. Masa hari pertama gue tanggal merah sih! Semoga aja nanti pas lebaran gue nggak haid. Mau sholat id dong." Sambil berakting sok imut. Padahal Alia nggak bisa liat.
Yuju, selalu jadi tempat cerita Alia. Hingga sekarang, pusingnya hilang, telefon juga sudah dimatikan. Alia masih setia di depan. Berjongkok di teras rumah. Mendongak melihat bintang.
Bagus sekali langitnya. Sampai tek terhitung kerlipan dilangit gelapnya. Sedikit tertutupi daun pohon jambu dari depan rumah Cahya yang hanya berjarak tiga meter darinya.
Lalu sebuah motor melaju, melewati dirinya. Jaehyun, yang sedang membonceng seseorang. Bukan dengan Yeri seperti kemarin, tapi Johny yang memegang stang motor.
Diliriknya, laki-laki itu menoleh sekilas tanpa ekspresi. Pun dengan dirinya yang menatap motor hijau itu datar sejak lima detik lalu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Something in Ramadhan
Fanfiction"Ya, itu gue, Jaehyun." 'Gue bukan butuh jasa. Gue butuh istri. Ini Jaehyun, Alia.' Alia heran. Cahya, temannya itu kok mau sih dijodohkan? Melihat keputus asaan manusia yang takut mencoba. Pasti mencari jalan keluar termudah. Padahal, bagi Alia ja...