Sudah satu jam gue duduk termenung di sofa; di depan televisi. Lima menit yang lalu, gue memutuskan untuk mengakhiri tangisan gue. Nyesel banget gue udah buang-buang air mata, tapi orang yang udah bikin gue nangis malah masih aja nyaman di kamar. Pak Taeyong ternyata gak punya rasa inisiatif buat keluar kamar untuk sekedar minta maaf ke gue atas perkataan nyelekitnya satu jam yang lalu; yang bikin gue nangis selama satu jam ini.
Sepuluh menit berlalu, akhirnya pintu kamar terbuka. Gue dengan cepat membuang pandangan gue ke sebelah kanan; menghindari tatapannya.
Suara derap langkah Pak Taeyong menuju dapur, gue juga mendengar suara piring yang diambil dari dalam rak piring. Kayaknya Pak Taeyong mau makan. Gak tau deh jatuhnya makan siang atau makan sore, mengingat sekarang udah jam empat.
Tiba-tiba detak jantung gue berdetak dua kali lebih cepat, saat suara derap langkah Pak Taeyong yang berjalan menghampiri gue. Televisi menyala, menyiarkan tayangan film barat. Dan setelahnya, sofa yang gue duduki sedikit bergoyang akibat ada seseorang yang duduk di sebelah gue. Siapa lagi kalau bukan Pak Taeyong?
Dia ngapain makan di sini, sih...?!
"Mau makan lagi?"
Gue kaget banget. Perlahan gue menggelengkan kepala gue.
Setelahnya gue mendengar suara dentingan sendok, dia mulai melahap makanan di piringnya.
"Film-nya bagus lho, Ren. Ngapain kamu lihat ke sana?" Tanya dia tiba-tiba. "Apa yang kamu lihat?"
Gue hendak berdiri, tapi perkataan Pak Taeyong malah membatalkan niat gue untuk berdiri.
"Temani saya makan di sini."
Katakan kalau gue lemah, gue malah menuruti permintaan Pak Taeyong, dan masih setia duduk di sampingnya. Kedua mata gue pun beralih untuk menatap layar televisi.
Sekitar lima menit, Pak Taeyong pun selesai menghabiskan makanan di piringnya. Gue bisa mendengar Pak Taeyong yang sedang meneguk habis segelas air putih, setelahnya dia menaruh kembali piring dan gelas itu di atas meja; di depannya.
Tuh kan, Pak Taeyong itu memang lagi lapar banget, tapi kenapa dia bisa menunda-nunda makan siangnya dan malah memprioritaskan pekerjaannya, sih?
Kalau gue sih gak peduli sama pekerjaan, meskipun itu pekerjaan penting, tapi urusan perut tetap nomor satu."Maaf,"
Dan akhirnya, sebuah kata yang sedari tadi gue tunggu-tunggu pun berhasil dilontarkan dari bibir tipisnya Pak Taeyong.
"Bisa kamu buang semua tisu kotor di bawah kamu itu? Jangan jorok, Rena."
Shit. Memang dasar Pak Taeyong itu gak peka. Gue melirik lima lembar tisu yang berserakan di bawah sofa; tisu bekas mengelap air mata dan ingus gue.
"Jangan sekarang, nanti aja. Saya mau bicara."
Gue menoleh ke dia. Kenapa dia plin-plan banget, sih?
KAMU SEDANG MEMBACA
Hello, Sir! | TAEYONG [✓]
FanficRena tidak pernah menyangka kalau ia akan menikah dengan Taeyong, yang ternyata laki-laki itu adalah guru olahraganya saat di SMA. Terlebih dulu saat SMA, Rena pernah menyukai Taeyong.