Terhitung sudah sekitar dua jam aku duduk di sini dengan laptop yang menyala di hadapanku. Iya, aku sedang merevisi proposal bersama dengan Vira. Vira, anak kelas sepuluh Ipa dua. Ada Kak Dana juga yang sedang sibuk di samping almari.
"Udah, nih! Tinggal bikin sampul terus diprint," ucap Vira sambil mencari kabel penghubung antara laptop dan mesin printer.
"Abis ini selesai coba langsung ke Bu Sarah," ucap Kak Dana.
"Oke, Kak!"
Lalu hening. Tak ada yang berbicara. Vira fokus ke ponselnya. Sedangkan aku masih menunggu mesin printer mengerjakan tugasnya.
"Udah, tuh! Ayo disatuin, abis itu langsung ke Bu Sarah," ucapku.
Vira membereskan kertas-kertas di hadapannya. Lalu sibuk dengan plester hitam dan gunting.
"Selesai! Yuk, Ra!"
"Biar Kakak aja deh yang nemuin Bu Sarah, kan Kakak koordinator. Dira, kamu anterin Kakak, ya!"
"Oh, oke Kak! Sekarang?"
"Iyalah! Kalo nanti, takut enggak keburu,"
"Oke,"
Aku beranjak dari dudukku lalu mengikuti Kak Dana dari belakang. Huh, rasanya panas sekali di luar. Kalau di dalam ruang osis kan ada kipas angin.
"Ra, ini udah benerkan anggarannya?" tanya Kak Dana sambil menunjukkan salah satu halaman proposal.
"Kata Vira tadi udah kok, Kak!"
"Oh, oke!"
Aku menatap ke arah parkiran yang penuh motor. Lalu menatap ke depan. Tatapanku terhenti saat mataku menatap seseorang yang tak asing. Dia menatapku dengan tatapan malas.
"Makin deket ya, Dan!"
Suara yang terdengar seperti orang malas bercampur marah itu adalah suara Yoga. Dia menatapku sekilas lalu langsung menatap ke arah Kak Dana, seolah-olah tak perduli dengan keberadaanku.
"Nanti malem jangan lupa ya, Dan!"
Ucap Yoga sambil menepuk-nepuk bahu Kak Dana. Setelah itu dia pergi. Benar-benar pergi tanpa menatap ke arahku lagi. Seketika rasa was-was menghampiriku. Apa Yoga marah? Ah, untuk apa aku memikirkannya? Sudahlah, anggap saja angin lalu.
"Pulang sama siapa, Ra?" tanya Kak Dana.
"Sama Meli, temenku."
"Sama Kakak aja. Ntar ketemu di kursi putih taman. Ada yang mau Kakak omongin."
"Apa, Kak? Kenapa enggak sekarang aja? Soal diesnatalis, kan?"
"Bukan. Nanti aja di taman."
"Oh, oke."
#
'Apa sikap yang ditunjukan olehmu itu bisa dimasukkan dalam kategori 'kecemburuan' Ga?'
KAMU SEDANG MEMBACA
My Beloved Brother |tamat|
Ficção AdolescenteDi saat otak sudah mulai menyerah, tapi hati belum bisa diajak untuk berkompromi. Ps: "Ini bukan kisah kakak beradik kandung yang saling mencintai." Ps: Dalam Masa Revisi Baca terlebih dahulu baru berkomentar 😊 Bijaklah dalam membaca.