Bel pulang sekolah berbunyi. Aku merapikan barang-barangku yang tadi berserakan di meja. Memasukan semuanya ke dalam tas. Aku masih penasaran, siapa yang ingin bertemu denganku dan Yoga nanti malam.
"Mak, kita duluan ya!"
Aku mengangguk lalu Ani dan Meli meninggalkanku. Aku mengambil ponsel, menyalakan data dan membuka aplikasi Whatsupp. Ada pesan Yoga di paling atas.
Yoga
Kakak ke kelas kamu bentar lagi.
Jangan ke kelas kakak.
Kamu nunggu di kelas aja.
Jangan ke parkiran duluan.
Okesip.Kenapa kak?
Tak ada balasan darinya. Mungkin dia sedang bersama teman-temannya. Yasudahlah, aku menunggu saja di kelas. Aku menunggu Yoga sambil bermain game.
"Lari-lari! Ah, kalah lagi."
Aku berusaha untuk memenangkan game, tapi tetap saja kalah. Huh, memang Aku bukan seorang Gamers. Aku harus bisa! Setidaknya satu kali menang.
"Itu tinggal loncat! Ah, kalah lagi!"
Aku kesal sendiri. Ku masukan ponselku ke dalam saku. Tak ku sangka, ternyata kelas sudah sepi. Dan aku sendirian di dalam kelas.
'Brak!'
Aku terkejut, sepertinya ada orang di luar. Aku berusaha mendengarkan apa yang orang di luar itu bicarakan. Apa mereka adalah pasangan yang sedang bertengkar?
"JANGAN! UDAH GUE BILANG KAN? NANTI MALEM AJA!"
"GUE MAU SEKARANG, GA!"
"ENGGAK!"
"SUSAH YA NGOMONG SAMA LO. GUE PENGEN SEKARANG JUGA! BIAR CEPET SELESAI!"
"MA! GUE BILANG NANTI MALEM YA NANTI MALEM! LO ENGGAK BUDEG KAN?"
Aku diam. Suara Yoga dan juga suara seorang perempuan terdengar. Apa Yoga sedang berkelahi? Aku beranjak dari dudukku, ke luar kelas dengan tergesa-gesa. Benar. Yoga ada di luar kelasku. Saat kulihat dia seperti mengkhawatirkan sesuatu. Dia sendirian. Padahal, Aku yakin mendengar suara perempuan juga. Tapi yasudahlah.
"Kak? Kakak enggak papa?" tanyaku memastikan.
Yoga tersenyum. Dia menatapku dalam. "Aku enggak papa. Ayo pulang," ucapnya.
Aku mengangguk, lalu berjalan mendahului Yoga.
"Ra!?"
Aku kembali berbalik menatap Yoga, dia tak beranjak sedikitpun dari tempat awalnya berdiri.
"Kenapa, Kak?"
"Tas sama Helm kamu di mana?"
Aku langsung menatap punggungku sendiri. Ah, iya! Aku melupakkan tas dan helm karena tadi buru-buru ke luar saat mendengar suara Yoga. Uh, Aku jadi malu sendiri.
"Ah, iya! Bentar Kak Aku ambil tas sama helm dulu."
Aku kembali masuk sesaat setelah Yoga mengangguk. Kuletakkan tas di punggung, menenteng helm kemudian ke luar kelas. Yoga tersenyum menyambutku, "ayo pulang."
Aku dan Yoga berjalan bersamaan menuju parkiran. Saat sampai di samping motor Yoga, ku lihat, ada Rakhma dan dua temannya di depan sana. Beberapa langkah dari tempatku dan Yoga berada. Duduk di atas motor mereka masing-masing. Rakhma menatapku, tapi Yoga menarik tanganku agar Aku tetap ada di sampingnya.
Yoga memasang helmnya. Aku juga memasang helm ku sendiri. Yoga tak berbicara apapun. Dia hanya diam. Bahkan ketika ia melihat Rakhma pun hanya senyuman sekilas yang ia perlihatkan.
"Ra? Kenapa? Ayo naik."
Aku tersadar dari lamunanku, lalu mengangguk dan segera naik ke atas motor Yoga. Motor melaju meninggalkan parkiran. Di perjalanan pun hening. Tak ada obrolan apapun. Sebenarnya aku ingin bertanya tentang Rakhma dan hubunganku dengannya padannya. Tapi sepertinya, Yoga sedang tidak baik-baik saja.
Kami sampai di rumahku. Aku turun, melepas helm. Yoga pun ikut turun dan melepas helmnya setelah memastikan mesin motornya telah mati. Ia berjalan masuk ke dalam pekarangan rumahku dengan PD nya.
"Eitss, mau ngapain Kak?" tanyaku menghadang langkahnya.
"Mau masuk lah, ketemu calon mertua."
"Ehh? Jangan Kak jangan!"
"Kenapa?"
"Emm, Mama lagi ke luar tadi ngirim pesan ke Aku," ucapku bohong.
"Yaudah nungguin Mama kamu pulang deh."
"Jangan! Enggak usah. Mama kalo ke luar lama. Bisa sampe sore. Kakak pulang aja. Lagian nanti malem kan Kakak bakal ke sini."
"Oh, iya juga. Yaudah deh, Kakak pulang ya?"
Aku segera mengangguk. Dia berjalan menuju ke arah motornya, baru beberala langkah dia kembali berbalik dan lari menuju pintu rumah.
"Assalamu'alaikum Tantee, calon mantu Tante mau main tapi enggak boleh sama anak Tan--hmmpphh,"
"KAK!"
"Wa'alaikumsallam, sebentar!"
'Ceklek'
Pintu terbuka, ada Mama di ambang pintu. Aku melirik Yoga yang tengah menepuk-nepuk telapak tanganku yang berada di mulutnya. Aku segera menarik tanganku.
"Hehe, Assalamu'alaikum, Ma!"
"Ayo masuk dulu," ucap Mama.
"Iya, Tan. Tante tau enggak? Masa aku mau main enggak boleh. Terus katanya Tante itu lagi keluar dan kalo pulan bisa sampe sore."
Aku melotot sambil tersenyum. Aku tidak tahu dia senekat ini. Ga, bukannya Aku tidak membolehkanmu untuk masuk ke dalam rumah, hanya saja Kamu bisa dimarahi oleh Mama. Karena Aku belum menjelaskan hubungan kita yang sekarang pada Mama. Ah, dasar Yoga. Ada saja tingkahnya.
#
'Hari itu, Yoga dimarahi oleh Mamaku habis-habisan. Aku hanya bisa menertawainya. Suruh siapa kamu tidak mau mendengarkan ucapanku, Ga?'
KAMU SEDANG MEMBACA
My Beloved Brother |tamat|
Teen FictionDi saat otak sudah mulai menyerah, tapi hati belum bisa diajak untuk berkompromi. Ps: "Ini bukan kisah kakak beradik kandung yang saling mencintai." Ps: Dalam Masa Revisi Baca terlebih dahulu baru berkomentar 😊 Bijaklah dalam membaca.