Aku berjalan keluar kamar sambil menenteng tas. Jan masih menunjukan pukul enam lebih lima menit. Mama menatapku sambil tersenyum.
"Kenapa nih? Pagi-pagi mukanya udah senyum-senyum gitu."
Aku hanya tersenyum, "pagi-pagi ya harus semangat dong, Ma!"
"Oh iya, mbak ada urusan jadi nanti kamu berangkat pake motor sendiri ya!"
"Enggak, nanti temen aku ada yang jemput."
"Oh, yaudah kalo gitu sini sarapan. Mbak tadi langsung pergi gitu aja, enggak sarapan katanya dia udah telat banget."
"Emang mau ke mana?"
"Enggak tau, dia cuma bilang ada urusan."
Aku hanya mengangguk lalu memakan nasi goreng yang Mama siapkan dengan telur ceplok di atasnya. Aku membuka ponsel yang tadi sebelum aku keluar kamar sudah berdering beberapa kali.
Kak Yoga
Pagi...
Hari ini kakak jemput ya!
Jangan lupa sarapan.Kak Yoga
Sepuluh menit lagi kakak nyampe.
Sampai ketemu sayang.Aku tersenyum melihat pesan yang Yoga kirim. Geli sekali melihat dia mengirim pesan seperti itu.
"Makan dulu, sayang. Jangan main hp!"
"Iya, Ma!"
Aku melanjutkan acara makanku dan memasukan ponsel ke dalam tas. Setelah makan, aku meminum susu putih. Lalu menyudahi acara sarapanku dan memakai sepatu.
"Assalamu'alaikum!"
"Wa'alaikumsallam."
Aku menoleh, dari suaranya pasti itu Yoga. Mama berjalan menuju pintu, tapi aku segera mencegahnya.
"Itu pasti temen aku. Ma, aku berangkat dulu ya! Dah Mama!"
"Iya, hati-hati!"
Aku berjalan menuju keluar rumah. Yoga menatapku sambil tersenyum.
"Berangkat sekarang?" tanyanya.
Aku tersenyum lalu mengangguk. Ia menyodorkan helm padaku sambil tersenyum. Aku menerimanya, lalu memakainya.
Aku naik motor Yoga lalu motor melaju meninggalkan rumahku.
"Kalo enggak mau jatuh, pegangan aja engfak papa!"
Aku menggelengkan kepala, hal yang sia-sia memang karena Yoga tak mungkin tahu kalau aku melakukkannya.
"Enggak kok, kak!"
"Kalo jatuh kakak enggak tanggung jawab, ya!"
Aku tak menjawabnya. Pikiranku fokus pada nanti setelah sampai di sekolah, semoga saja Meli dan Ani tak melihatku. Aku hanya belum siap mendengar ocehan-ocehan Ani yang pasti akan memarahiku.
Motor memasuki area sekolah. Aku salah, ternyata sekolah sudah sangat ramai. Aku menutup kaca helmku. Yoga memarkirkan motor di parkiran bagian dalam. Aku turun dari motornya.
Aku melepas helm dan menaruhnya di motor Yoga.
"Bawa aja ke kelas, nanti pulang kakak jemput di kelas."
"Nanti aku nunggu di depan gerbang aja kak."
"Oh yaudah kalo gitu, itu helm dibawa masuk ke kelas aja."
Aku mengangguk lalu berjalan di samping Yoga sambil menenteng helm. Di perjalanan menunu kelas, banyak pasang mata yang melihat kami dengan aneh. Aku tak peduli.
"Kakak anter ke kelas kamu ya, lagian arahnta sama kayak ke kelas kakak jadi sekalian."
Aku mengangguk, lalu hening baik aku dan Yoga tak ada yang membuka suara. Aku manatap ke depan nampak ada Rakhma tengah berjalan ke arah kami.
Yoga tersenyum begitupun dengan Rakhma. Tapi mereka tak saling menyapa seperti biasanya. Ada aoa di antara mereka? Apa metrka sedang bermusuhan? Apa aku hanya dijadikan pelampiasan oleh Yoga? Bagaimana kalau mereka kembali akur? Apa aku akan ditinggalkan oleh Yoga? Ah! Entahlah.
"Kenapa, Ra? Ada yang salah?"
Aku tersadar lalu segera menggeleng.
"Aku masuk dulu ya kak. Dah!"
"Iya dah!"
Setelah itu Yoga berjalan menuju kelasnya tanpa melihat ke arahku lagi. Sedikit aneh, tapi aku tak mau membuat masalah. Ini adalah hari pertama jadi wajar jika mungkin aku merasa aneh.
#
Aku mempercayaimu, Ga!
KAMU SEDANG MEMBACA
My Beloved Brother |tamat|
Teen FictionDi saat otak sudah mulai menyerah, tapi hati belum bisa diajak untuk berkompromi. Ps: "Ini bukan kisah kakak beradik kandung yang saling mencintai." Ps: Dalam Masa Revisi Baca terlebih dahulu baru berkomentar 😊 Bijaklah dalam membaca.