40. Dress

15 2 0
                                    

Aku masuk ke dalam kamar setelah Yoga pulang. Kasihan, tadi dia benar-benar dimarahi habis-habisan oleh Mama. Aku jadi ingin menghiburnya.

'Tingg....'

Handphone ku berdering, Aku segera merogoh saku untuk mengambilnya. Ada pesan masuk. Iya, dari Yoga. Aku segera membuka pesan itu.

Kak Yoga

Kakak udah sampe rumah.

Syukur kalo gitu.
Engga terjadi apa-apa
kan di jalan?

Iya. Enggak ada apa-apa

Gimana?

Apanya?

Gimana rasanya?

Rasanya?
Rasa cinta buat kamu?
Ya masih ada lah.

Dih. Maksud Aku itu gimana
rasanya dimarahin sama
Mama?

Oh itu. Biasa aja, malah Kakak seneng.

Kok seneng?

Iyalah, itu berarti Mama kamu sayang sama Kakak.

Mama marahin Kakak kan
karena Kakak pernah
bikin nangis Aku.

Tetep aja Kakak seneng.
Karena setelah Mama kamu marahin Kakak, dia tetep ngijinin Kakak buat dekek sama kamu.

Ciee udah deket sama Mama?

Lagi proses.
Oh iya, nanti malem jadi ya.
Jam delapan Kakak ke rumah kamu.

Yaudah, Kakak mandi sana.

Kamu juga belum mandi kan?

Sebentar lagi.

Yaudah, Kakak mandi dulu.
Kamu juga mandi ya.
Dadahh....

Oke.

Aku mengukir senyum sambil menekan tombol power di Handphoneku. Lalu beranjak dari duduk untuk menuju ke kamar mandi. Baru satu langkah, Aku kembali berhenti. Suara ketukan pintu itu terdengar dengan lembut.

"Sayang, kamu lagi ngapain? Mama masuk, ya?"

"Iya, Ma!"

Setelah itu pintu terbuka. Mama masuk sambil membawa beberapa dress di tangannya. Dia duduk di kasur lalu meletakkan semua dress yang dibawanya di atas kasur.

"Kamu pilih mau yang mana?" tanya Mama.

Aku mengeryitkan dahi karena bingung. Tapi tetap saja Aku menuruti kata Mama. Aku mendekatkan badanku ke arah dress bewarna putih dengan motif bunga.

"Ini bagus," ucapku.

Mama tersenyum kemudian mengangkat baju yang tadi aku pilih, "pilihan Kamu emang selalu sama kayak Mama."

"Dress siapa si, Ma?" tanyaku saking penasarannya.

Dia tersenyum, lalu berdiri. Ia mendekatkan Dress itu ke badanku, "punya Mama waktu masih langsing dulu," jawabnya.

"Emang mau buat siapa?" tanyaku lagi.

"Buat kamu, lah. Tadi Nak Yoga bilang kalau malam ini kamu bakal pergi sama Dia. Jadi, Mama bawain Dress Mama yang dulu buat kamu."

Aku tersenyum. Ada sedikit kekhawatiran tentang apakah Mama akan menerima Yoga atau tidak. Tapi melihat wajah Mama yang senang seperti itu, harusnya sih Dia memang setuju.

"Mama setuju kalo Aku sama Kak Yoga?" tanyaku hati-hati.

Mama tiba-tiba mengubah ekspresi, "awalnya Mama enggak setuju. Tapi tadi Mama liat dia bener-bener tulus. Dia juga berani ketemu sama Mama walaupun mungkin dia udah tau kalo bakal dimarahin. Jadi Mama kasih dia kesempatan. Tapi kalo setelah ini dia masih enggak berubah, Mama enggak akan ngijinin Kamu sama Dia lagi sampe kapanpun," ucapnya.

Niatku hanya bertanya karena penasaran. Tapi Mama menjawab dengan keseriusan. Mama kemudian tersenyum, menepuk pundakku pelan. Ia berjalan ke luar kamar setelah menaruh Dress di atas kasur dan pamit untuk ke kamarnya.

Pintu tertutup. Banyak yang aku pikirkan sekarang. Aku masih ragu  apakah Mama benar-benar mengijinkan. Bagaimana kalau Mama sebenarnya tidak mengijinkan? Atau Bagaimana jika Yoga mengulangi kesalahannya? Jika Yoga mengulanginya lagi, maka tak ada harapan apapun untuk perasaanku.

###

'Aku harap, Yoga tak mengulangi kesalahannya dulu padaku.'

My Beloved Brother |tamat|Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang