Jam menunjukkan pukul tujuh lebih limapuluh lima menit. Aku sudah mengenakan Dress yang diberikan Mama. Mengoleskan bedak di wajahku dan sedikit lipbalm di bibir.
Aku mengambil sebuah kotak di atas lemari. Highhills yang telah lama tak pernah aku pakai itu terlihat sedikit berdebu meski Aku simpan di dalam kotak. Aku mengelapnya dan segera memakainya. Aku tersenyum, ternyata masih pas dengan kakiku.
'Ting....'
Aku berbalik badan, menatap ponselku yang tadi berbunyi. Segera aku mengambilnya. Layar ponsel menyala, memperlihatkan notifikasi pesan masuk dari Yoga. Aku membukanya.
Kak Yoga
Kakak udah di ruang tamu.
Oke sebentar Kak.
Aku tersenyum sembari memasukan ponselku ke tas tangan kecil. Sekilas kembali menatap diriku di pantulan cermin.
'Tokk ... Tokk ... Tokk....'
Aku berjalan menuju pintu kamar, lalu membukannya secara perlahan. Ada Mama di depan kamar, Ia menatapku sambil tersenyum.
"Hati-hati," ucapnya.
Aku mengangguk lalu berjalan menuju ruang tamu. Ku lihat Yoga tengah duduk sambil memainkan ponselnya. Dia memakai celana jeans hitam dengan lubang di lutut kanan, baju bewarna putih bersih yang dibalut dengan jaket hitam, dan tak lupa dengan sepatu sneakers hitam.
Seketika Aku menghentikan langkah. Aku menatap kedua tanganku lalu beralih ke arah dress yang ku kenakan dan highills yang ku pakai. Apa Aku terlalu berlebihan? Ah, harusnya Aku memakai pakaian biasa saja.
Aku berbalik hendak mengganti pakaian. Namun, suara Yoga menghentikanku.
"Ra?"
Aku kembali berbalik menatap Yoga sambil tersenyum malu. Yoga menatapku dari atas sampai bawah. Dia menampakan wajah bersalahnya.
"Kenapa, Kak?" tanyaku bingung.
"A-eh? Enggak. Ja-jalan sekarang?"
Aku mengangguk lalu berjalan mendahului Yoga. Sudahlah, lagian sudah seperti ini. Aku tak perlu ganti pakaian karena dia sudah melihatku. Apa Yoga akan berpikir Aku aneh?
Saat sampai di depan gerbang aku terkejut. Yoga tak membawa motor besarnya. Yang Ia bawa hanya motor matic bewarna biru putih dengan dua helm di kaca spion.
"Pake ini dulu," ucapnya sambil menyerahkan helm padaku.
"Kakak sengaja pake motor matic biar Kamu gampang naiknya," lanjutnya sambil naik ke atas motor.
Aku tersenyum. Apa dia sudah tau kalau Aku akan memakai highills?
"Ayo naik!"
Aku mengangguk, lalu Yoga menstater motornya. Motor pun berjalan meninggalkan rumahku. Di perjalanan hening. Baik Aku maupun Yoga tak ada yang bicara. Entahlah, Aku jadi was-was sendiri.
Motor berhenti di depan sebuah kafe yang tak terlalu ramai. Aku turun dari motor dan melepaskan helm. Yoga juga sama, setelah melepas helm dia tersenyum padaku dan mengajakku untuk masuk ke dalam kafe.
Dia mengarahkanku untuk duduk di kursi meja paling ujung. Dari kejauhan, Aku melihat seorang wanita duduk di sana. Entah, Aku pun tidak tahu siapa itu. Dia duduk membelakangi kami.
"Ma!"
Perempuan di hadapan kami berdiri kemudian menoleh ke arah kami. Dia tersenyum manis, "oh udah sampe?"
Aku terdiam sejenak. Rasa khawatir tiba-tiba datang hingga membuatku sesak. Seolah tak ada oksigen di dalam kafe ini. Aku menatap Yoga, berusaha bertanya apa ini semua.
"Kita baru sampe, kok. Maaf udah ngebuat Rakhma nunggu lama," ucap Yoga.
Rakhma kembali tersenyum, Ia menatapku sekilas lalu beralih menatap Yoga, "duduk-duduk," ucapnya.
Aku masih terdiam, sampai Yoga memegang tanganku dan meyakinkan Aku untuk duduk di sampingnya. Akhirnya Aku duduk di hadapan Rakhma--di samping Yoga.
"Pesen aja dulu," ucap Rakhma sambil memberikan daftar menu ke arahku dan Yoga.
"Ma, jangan basa basi."
Rakhma tersenyum lalu mengangguk. Seketika Aku menunduk. Dadaku terasa sesak. Yoga, Aku mohon jangan mengulangi kesalahan yang sama. Tidak akan ada harapan lagi kalau kau mengulangi kesalahanmu.
###
'Yoga, Aku mohon...'
KAMU SEDANG MEMBACA
My Beloved Brother |tamat|
Teen FictionDi saat otak sudah mulai menyerah, tapi hati belum bisa diajak untuk berkompromi. Ps: "Ini bukan kisah kakak beradik kandung yang saling mencintai." Ps: Dalam Masa Revisi Baca terlebih dahulu baru berkomentar 😊 Bijaklah dalam membaca.