Aku duduk di kursi di samping Mila. Meletakkan helm di lantai, lalu melepaskan tas yang masih menempel di punggungku di samping kursi.
"Mak! Udah ngerjain tugas? Aku liat dong."
Ani menghampiriku, "sebentar," jawabku lalu mengambil buku biologi di dalam tas dan menyodorkannya kepada Ani.
"Aku pinjem ya."
"Oke."
'Drrttt'
Ponselku bergetar, pertanda ada notif masuk. Aku mengambilnya dan membuka sebuah pesan masuk.
Kak Yoga
Jam pelajaran pertama apa?
Biologi
Udah sampe mana?
Palingan juga kosong lagi.Kenapa? Kakak tau emangnya?
Tau lah.
Lupa ya? Mau ada acara kan bentar lagi
pasti lagi pada sibuk gurunya.Oh iya ya.
Tapi kenapa Kak Dana udah nggak ngontak aku lagi ya?Kok nanya ke Kakak?
Barangkali Kakak tau.
Nggak! Kakak nggak tau.
Dih, marah?
Enggak.
Kenapa cuek?
readAku berdecih pelan. Dia bilang tidak tapi sikapnya berbeda dengan ketikannya di pesan. Apa dia cemburu, ya? Aku mengulum senyumanku. Lalu memasukan ponsel ke saku baju. Sedikit kesal karena pesanku hanya dibaca oleh Yoga. Tapi tak apa. Aku tak ingin menentangnya.
"Mak! Anterin aku ke koperasi yu. Mau beli pulpen, abis nih."
"Sama Meli aja. Aku lagi males jalan."
"Bertiga aja ayo."
Akhirnya Aku, Ani, dan Meli pergi bersama-sama ke kopsis. Aku berjalan pelan sambil melihat-lihat sekeliling. Jarak kelasku dan koperasi memang tidak terlalu jauh. Sama seperti jarak kelasku dan lapangan sekolah.
"Kalian mau masuk?" tanya Ani.
Aku mengangguk sedangkan Meli terlihat gugup.
"Kamu enggak mau masuk, Mel?" tanyaku padanya.
"Enggak deh. Aku lagi diet soalnya. Kalo masuk nanti malah jajan."
"Yaudah aku sama Meli nunggu di kursi putih aja deh. Kamu enggak papa kan masuk koperasi sendirian?"
"Enggak papa kok. Ada titipan enggak?"
"Aku enggak," Meli menjawab dengan cepat.
"Kalo kamu, Mak?"
"Kopi Late botol."
"Oke."
Ani berlalu meninggalkan kami. Aku dan Meli duduk di kursi putih.
"Kamu sama Yoga enggak papa kan?" tanyanya tiba-tiba.
"Enggak papa kok. Emangnya kenapa?"
Aku mengalihkan pandanganku ke arah motor yang nampak berjejer rapi di parkiran dari jauh. Meli menggeleng.
"Dia enggak gangguin aku lagi setelah pulang dari rumah kamu. Enggak ngechat aku lagi. Aku seneng sih, cuma bingung juga. Waktu di jalan pulang dia itu cengar-cengir terus, aku cuma khawatir aja dia mainin kamu lagi."
"Enggak usah khawatir."
Aku yang dari tadi menatap motor di parkiran pun segera menolehkan kepalaku ke arah kanan 90°. Pasalnya bukan aku yang menjawab kata-kata Meli tapi orang lain.
"Nih pesenannya."
Dia menyodorkan sebotol Kopi Late dingin ke arahku. Aku tersenyum lalu menerimanya.
"Aku ke kelas ya! Dadah,"
"Dah,"
Mataku mengantar kepergiannya. Perlahan tapi pasti dia menjauh dari pandanganku. Aku tersenyum sambil menatap sebotol Kopi Late di tangannku.
"Sorry, tadi udah aku larang kan tapi tetep aja dia kekeh bayarin dan nganterin itu ke kamu, Mak. Maafin aku ya."
Ani datang dengan napas terengah.
"Kamu utang cerita sama kita berdua," ucap Meli.
"Ada apa nih?" tanya Ani penuh selidik.
Aku mengangkat bahuku dan berdiri kemudian berjalan meninggalkan mereka.
***
'Aku harap, kita akan seperti in untuk waktu yang lama, Ga!'
KAMU SEDANG MEMBACA
My Beloved Brother |tamat|
Fiksi RemajaDi saat otak sudah mulai menyerah, tapi hati belum bisa diajak untuk berkompromi. Ps: "Ini bukan kisah kakak beradik kandung yang saling mencintai." Ps: Dalam Masa Revisi Baca terlebih dahulu baru berkomentar 😊 Bijaklah dalam membaca.