33. Janji? Omong Kosong!

21 4 0
                                    

Sekitar lima menit aku duduk di salah satu kursi kantin. Bersama Yoga di depanku. Dia masih fokus ke arah ponselnya tak berbicara apapun padaku. Aku juga enggan berkata apa-apa padanya.

Aku menyeruput es teh yang tadi aku pesan ke Mbak Titi. Tiba-tiba Yoga mematikan ponselnya, lalu menatapku membuatku kikuk sendiri.

"Ra, mau jadi pacar kakak nggak?"

Hampir saja aku tersedak es teh mendengar pertanyaan Yoga yang tiba-tiba. Aku mengalihkan padanganku. Menunggunya mengulang pertanyaan. Karena mungkin saja yang tadi itu aku hanya salah dengar.

"Ra? Mau ngga jadi pacar kakak?" tanyanya sekali lagi.

"Itu syarat dari Kak Rakhma lagi, kah?" Tanyaku.

"Hah?"

Raut wajahnya bingung. Aku mengembuskan napas lelah. Dia benar-benar tak mengerti atau memang hanya pura-pura?

"Kakak kan bilang kalau semua yang kakak lakuin itu cuma buat dapetin Kak Rakhma. Jadi aku nanya apa yang tadi juga termasuk ke dalam persyaratan?"

Dia memalingkan wajahnya, "ah soal itu," ucapnya.

Dia kembali diam. Mungkinkah pemikiranku benar? Itu cuma salah satu syarat kan? Huh, kasihan sekali hatiku.

Aku mendengar dia mengembuskan napas kasar, "memangnya, orang yang pernah membuat kesalahan itu tidak bisa memperbaikinya?" tanya Yoga.

Aku terkejut untuk kedua kalinya. Kali ini aku terkejut bukan karena ucapannya, tapi karena aku melihat wajahnya yang nampak serius. Hampir, aku tak pernah melihat wajahnya yang seperti itu.

"Y-ya, boleh sih."

"Jadinya kamu mau?" tanyanya lagi.

"Kalo aku nyuruh Kakak jangan suka ke Kak Rakhma lagi bisa?"

Kini malah dia yang nampak terkejut. Aku bertanya itu meskipun aku tahu jawabannya adalah 'tidak.'

"Kakak pengen milikin kamu. Tapi kakak nggak bisa ngelepasin Rakhma begitu aja," ucapnya pelan.

"Ya berarti udah jelas, kan?"

Dia menatapku sendu, "kakak nggak bisa kehilangan kamu. Kakak suka sama kamu. Tapi kakak juga suka sama Rakhma," ucapnya.

Aku tergelak sejenak, "kak, kakak nggak bisa suka sama dua orang di waktu yang sama. Itu namanya bukan cinta yang tulus," ucapku.

"Makanya aku mau kamu jadi pacar Kakak. Kakak bakal lupain Rakhma seiring dengan jalannya hubungan kita! Kakak janji," ucapnya.

"YOGA!"

Aku ikut menoleh. Ada Rakhma di sana. Apa ini? Apa aku dijebak?

"Udah selesai? Mau pulang?" tanya Yoga pada Rakhma yang dijawab anggukan dari Rakhma.

"Kakak pulang duluan, ya!"

Setelah itu dia pergi.

Kakak bakal lupain Rakhma?

Omong kosong apa itu?

Janji? Lalu ini apa? Meninggalkan orang yang diajak bertemu oleh dirinya sendiri demi Rakhma.

Dasar Yoga! Bullshit!

Aku tahu, dia tidak akan pernah melupakkan Rakhma. Aku tahu dia akan tetap menyukai Rakhma sekalipun dia berjanji akan melupakannya.

#

'Bodoh! Harusnya aku menerimamu, Ga! Aku tidak tahu kalau kau sungguh-sungguh waktu itu,'

My Beloved Brother |tamat|Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang