42. The Truth (2)

21 1 0
                                    

Ku lihat Rakhma mulai membuka mulutnya. Entah kenapa rasanya sesak sekali dadaku. Aku memukul dadaku pelan beberapa kali. Yoga menggenggam tanganku erat.

"Gue engga ngerti harus mulai dari mana. Cuma, gue mau minta maaf."

Rakhma diam setelah mengucapkannya. Membuatku bingung sendiri. Apa? Kenapa dia meminta maaf padaku? Aku memberanikan diri menatap wajahnya. Ia terlihat serius.

"Gue yang ngerencanain semuanya. Gue pengen Lo ngerasain sakit hati. Sakit yang bener-bener ngebuat Lo nangis. Gue pengen Lo ngerasain apa yang Adek Gue rasain."

Dia kembali menjeda ucapannya. Tangannya sibuk mengotak-atik ponselnya. Ia menunjukan sebuah foto padaku. Seketika aku terkejut. Perasaan bersalah muncul begitu saja.

"A-aldi?" tanyaku lemah.

Genangan air mengumpul di kelopak mataku. Ingatanku kembali ke masa itu. Masa di mana Aku benar-benar merasa bahagia, sedih dan bersalah secara bersamaan.

"Lo ngerti dia suka sama lo, tapi lo cuma jadiin dia permainan."

"Bu-bukan gitu..."

Aku mulai menceritakan semuanya pada Rakhma.

Flashback On

Hari itu, tepat di hari ulangtahunku yang ke-15. hari di mana Aku kehilangan seseorang yang aku cintai. Namanya Aldi, dia temanku sewaktu SMP. Iya, aku mencintainya dan dia juga sama. Di hari ulangtahunku yang ke-15, dia datang ke acara pesta ulangtahun yang keluargaku adakan. Aku langsung tersenyum ketika dia ada di ambang pintu, dia terlihat tampan. Aku menghampirinya dan menyapanya.

"Aldi! Lo ganteng banget," ucapku sambil tersenyum.

Tapi Aldi hanya diam. Ia menunjukan raut wajah datar. Aku bingung, lantas aku segera bertanya padanya, "Ada masalah apa?" tanyaku.

Dia melihat ke arah banyaknya tamu di ruang utama. Lalu, dia menarik tanganku menjauh dari keramaian. Langkah kami berhenti di teras rumah.

"Mungkin lo udah tau kalau gue suka sama lo, makanya lo permainin gue seenak lo," ucapnya sambil sedikit menjauh dariku.

"Apa? Gue nggak ngeti."

Dia mengembuskan napas panjang, "lo taruhan sama Jian, kan? Jian udah ngasih tau semuanya, bahkan dia ngasih tau di depan kakak gue. Lo tega ngejadiin gue permainan gini? Gue nggak abis pikir. Gue benci, Lo!"

Dia berlari keluar dari teras depan rumah. Tanpa pikir panjang aku langsung mengejarnya. Dia sudah jauh, aku hanya melihat punggungnya saja dari kejauhan. Hingga aku mulai merasa lelah dan menjatuhkan badanku.

'tin... tinn...'

Samar aku mendengar suara klakson mobil. Aku juga melihat bayangan Aldi berlari ke arahku.  Aku menajamkan pandangan tapi buram hingga suara yang memekakkan telinga itu terdengar....

'Praakk'

Badanku terguling ke samping jalan. Rasanya, sakit sekali. Setelah itu gelap.

Ketika aku sadar, aku sudah berada di rumah sakit dengan selang infus di tangan dan perban di beberala bagian badanku. Seketika aku teringat Aldi, aku ingat ketika lelaki itu berlari dan memelukku erat hingga kecelakaan itu terjadi.

"Aldi mana?" tanyaku pada Mama.

"Dia di IGD, masih ditangani dokter. Keadaannya, sangat parah," jawab Mama dengan raut wajah sedih.

Aku segera bangkit. Melepas paksa selang infus di tanganku dan berlari. Aku tak peduli dengan kepanikan Mama, Aku ingin sekali melihat Aldi dan menjelaskan semuanya kalau dia hanya salah paham.

Aku berlari menyusuri lorong rumah sakit. Bau obat begitu menusuk hidungku. Kepalaku pusing, ada darah yang mengalir di tangan karena aku melepas paksa selang infus di tanganku dan seluruh badanku terasa sakit.

Aku menerobos suster yang melarangku masuk. Dan melihat Aldi dengan darah segarnya yang masih mengalir deras. Seketika aku tertegun menjatuhkan badanku ke lantai dengan air mataku mengalir, Aldi... Kenapa harus begini?

" Aldi, jangan salah paham. Aku sama dia engga ada hubungan apa-apa," batinku.

'Tuuuuuuuuuttttttttttt'

Bunyi panjang itu menyadarkanku. Aku mencoba berdiri namun gagal. Hingga pandanganku memburam dan aku tak sadar apa yang terjadi setelah itu.

Flashback Off

Dengan air mata yang mengalir, Rakhma memegang tanganku.

"Gue nggak tau yang sebenernya, maafin gue karena selalu nganggep lo jahat dan selalu ngira kalau lo adalah penyebab kematian Aldi. Sekarang gue dmsadar, kalau semuanya itu takdir. Maafin gue,"

Aku mengangguk, "bukan salah Kakak, wajar kalo kakak ngira gitu karena Aku tak pernah muncul lagi ke hadapan keluarga Aldi setelah itu. Aku juga minta maaf karena ngga sempet minra maaf dan jelasin semuanya,"

Malam itu berakhir dengan tangisanku dan Rakhma. Kebenaran akhirnya terungkap. Dan malam itu juga aku tahu kalau Yoga tulus mencintaiku.

Terimakasih Yoga, karenamu hubunganku dengan keluarga Aldi semakin membaik. Dan maafkan aku karena selalu mengira kalau kamu hanya main-main denganku.

Tapi tak semua perkiraanku salah, kan? Awalnya emang kau hanya main-main saja hingga akhirnya kau jatuh sendiri ke dalam lubang yang kau buat. Tapi akh kagum dengan keberanianmu untuk mengakui kesalahanmu.

Yoga, mari berjalan berdampingan mulai sekarang. Jangan ada rahasia dan kebohongan lagi. Kau tau, aku mencintaimu. Aku harap kau juga sama dan tak akan mengulangi kesalahan yang pernah kau buat.

#

'Yoga, terimakasih dan maaf.

My Beloved Brother |tamat|Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang