18. Dia Membingungkan.

22 4 0
                                    

Aku berdecak kesal tatkala mendengar pengumuman bahwa anggota pramuka juga akan ikut dalam acara makan-makan sepulang sekolah nanti. Aku mengerti pramuka memang salah satu eskul di sekolahku, tapi bisakah perwakilan pramuka itu bukan Yoga? Masih banyakan anggota pramuka yang lain? Kenapa harus Yoga yang menjadi perwakilannya? Kenapa juga aku harus mau ikut acara ini. Ah,  ayolah! Aku sedang tidak ingin melihat Yoga.

Sekolahku mengadakan acara makan bersama dengan perwakilan seluruh eskul. Ya, acara tahunan yang tak pernah terlupakan setelah PAS berakhir. Aku berjalan menuju tempat untuk makan bersama sesaat setelah bel pulang berbunyi.

"Aku mau duduk di situ aja lah," ucap Lana menunjuk tempat kosong di samping Putri--perwakilan dari eskul Volly.

Aku mengangguk lalu kami berpisah, Lana duduk di samping Putri sedangkan aku duduk di samping Fauzan. Aku sempat mencaci dalam hati, kenapa aku harus memilih tempat duduk di samping Fauzan. Tak ada yang salah memang, hanya saja tepat di samping kanan Fauzan adalah Yoga.

"Zan, tukeran dong! Aku pengen duduk di situ, aku nggak mau duduk deketan sama Robi," ucap Yoga pelan yang masih bisa aku dengar. Tanpa banyak penolakan Fauzan menggeser tempat membuat aku duduk bersampingan dengan Yoga.

Aku bisa melihat dari ujung mataku, Yoga tengah menatapku. Aku risih ditatap seperti itu olehnya. Dengan cepat aku berdiri dan mengambil tempat duduk agak jauh darinya.

Sekilas aku menatap Yoga, dia tengah mencaci Fauzan dan Robi secara bergantian. Sedangkan Fauzan dan Robi hanya menanggapi dengan tatapan bingung.

#
'Bukannya aku ingin menjauh, tapi aku takut jatuh ke rasa yang sama lagi. Aku--sungguh tak bermaksud untuk menjauhimu Yoga. Kalau saja aku duduk di tempat itu lebih lama, mungkinkah kita sekarang masih dapat berbicara satu sama lain? Apakah mungkin itu akan merubah takdir kita? Kurasa tidak Yoga.'

My Beloved Brother |tamat|Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang