"Mak, ada apa antara kamu dengan Bapak Selingkuhan?"
"Iya, Mak! Kamu utang cerita lho!"
Aku berhenti melangkah. Dasar Meli dan Ani yang pantang menyerah. Aku menatap mereka berdua. Dengan mata berbinar-binar mereka menatapku. Aku yang risih segera menampar pelan pipi mereka.
"AW! SAKIT MAK!"
"Ya kalian ngapain sih nanya-nanya soal Yoga terus?" tanyaku kesal.
"Ya pengen ngerti aja," jawab Ani.
"Yaudah sini duduk dulu."
Kami duduk di kursi depan kelas. Aku meminum kopi Late satu teguk setelah membukanya.
"Jadi, aku sama Yoga itu jadian."
"WHAT?"
"Ceritanya panjang. Enggak bisa aku ceritain sekarang. Intinya kalian udah tau kan sekarang? Jadi stop nanya-nanya lagi."
"Tapi gimana bisa kamu jadian? Kan Yoga ...."
Aku menatap Meli membuatnya berhenti berucap. "semua orang punya kesempatan untuk berubah menjadi lebih baik dan semua orang punya hak untuk menyelesaikan apa yang mereka mulai," ucapku.
Mereka berdua diam. Kepala mereka menunduk. Aku bisa merasakan kalau mereka tak suka dengan hubungannku dengan Yoga, seseorang yang dari awal membuatku sakit sampai menangis beberapa kali. Aku mengerti kekhawatiran mereka.
"Kalian enggak seneng?" tanyaku.
Mereka menggeleng secara bersamaan. "Kami seneng, Mak! Seneng banget karena akhirnya Mak bisa pacaran sama Yoga. Tapi kami takut itu cuma rencana Yoga untuk kembali membuat Emak sakit."
Aku tersenyum, "kalaupun memang itu benar, Aku enggak akan sakit. Aku memutuskan untuk tidak terlalu jatuh lagi padanya. Dan Aku juga tidak menaruh harap terlalu tinggi padanya. Jadi, ketika nanti dia mengulangi kesalahan itu lagi, Aku tidak akan terlalu sakit seperti pertama kali."
Mereka memelukku erat. "Kami selalu mendo'akan yang terbaik untuk kalian berdua," ucap Ani.
"Peluk-pelukkan di sekolah."
Meli dan Ani melepaskan pelukannya. Kami bertiga kini menatap dua orang lelaki yang berdiri di hadapan kami. Mereka adalah Kak Dana dan Yoga. Seketika aku berdiri dari dudukku.
"Kenapa, Kak?"
"Acara udah makin deket. Kakak udah chat tapi enggak ada balasan dari kamu. Jadi, Kakak ke sini. Ini, ID Card untuk Acara nanti."
Aku menerima ID Card yang kak Dana berikan. Sesekali aku melirik seorang lelaki di belakangnya.
"Dia ngintil sendiri. Katanya mau ketemu kamu. Kakak enggak bisa lama-lama bicara sama kamu nanti pacar kamu marah."
"Hah?"
Aku bingung. Apa Yoga menceritakan itu pada Kak Dana? Tapi untuk apa?
"Enggak usah kaget gitu. Temen satu tongkrongan Yoga semua udah pada tau kalo kamu sama Yoga itu jadian."
Aku terkejut. Teman satu tongkrongan? Semuanya? Untuk apa Yoga memberitahu teman-temannya?
"Kakak pergi dulu ya."
Aku mengangguk, kemudian Kak Dana pergi.
"Mak duluan ya."
Ani dan Meli berjalan meninggalkanku bersama Yoga.
"Aku ke sini mau minta uang Kopi Late."
"Hah?"
Aku menatap botol kopi Late di tangan kananku. Ah iya, Kopi itu dibeli dengan uang Yoga.
"Sebentar, Kak! Uang aku di tas."
Aku beranjak pergi namun tangan Yoga mencekalku. Dia nyengir, "Kakak betcanda. Enggak usah diganti. Kakak ke sini cuma mau bilang, nanti malem kamu enggak ada acara kan?" tanyanya.
"Enggak, Kak! Kenapa emangnya?"
"Ada seseorang yang mau ketemu sama kamu. Tenang aja, nanti malem Kakak yang bakal minta ijin ke Mama kamu."
"Siapa?"
"Kakak? Pacar kamu lah."
"Maksudnya yang mau ketemu aku?"
Dia terlihat salah tingkah, "a-ada lah. Nanti kamu juga tau. Kakak duluan ya! Dadah!"
Dia pergi sambil menggaruk kepalanya. Membuatku cekikikan sendiri.
'Siapa?'
'Kakak? Pacar kamu lah.'
Diingat lagi pun tetap membuatku tertawa. Dasar Yoga!
#
'Dia Bisa Salah Tingkah Juga Rupanya.'
KAMU SEDANG MEMBACA
My Beloved Brother |tamat|
Teen FictionDi saat otak sudah mulai menyerah, tapi hati belum bisa diajak untuk berkompromi. Ps: "Ini bukan kisah kakak beradik kandung yang saling mencintai." Ps: Dalam Masa Revisi Baca terlebih dahulu baru berkomentar 😊 Bijaklah dalam membaca.