6. Pengungkapan

349 208 79
                                    

Natcha POV

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Natcha POV

Gue terbangun dari tidur nyenyak membuat bagian akhir dari mimpi tidak terselesaikan. Gue melihat gorden jendela bergoyang-goyang tertiup angin dari luar. Gue mendengkus kesal. Kenapa sih harus dimalam hari? Mana besok gue harus tampil seni budaya lagi. Aarrgghh!

Gue meraih ponsel di atas nakas kemudian mengirimkan pesan untuk meminta bantuan.

Nanat:
Abang ganteng yuhuuu~
Bang Do re mi fa sol la si dooooo
Ini hujannnnnn
Anjir bangun woy!
Sini temenin gue anying
Ganteng yuk bangun yuk
Bang Nando cintaku 😘
Bangun!! SAHUR!!!
ANYING LO EMANG 😤

Gue mendengkus sebal. Benar-benar ya, Bang Nando. Disaat gue butuh dia, ih, malah gak nyaut-nyaut. Sebenarnya gue pingin hubungi Angga, tapi gue takut ah. Pacarnya posesif banget.

Gue membuang napas jengah kemudian melangkahkan kaki keluar dari kamar. Gue menyalakan televisi untuk mengurangi sedikit ketakutan yang tengah dirasakan.

"Lo belum tidur?" sergah seseorang yang membuat gue menengokkan kepala ke sumber suara.

"Gak bisa tidur. Lo sendiri?"

"Gue haus," jawab Justin kemudian bergerak untuk mengambil segelas air dari dapur. Gue terkejut oleh dua hal; aliran listrik yang tiba-tiba mati dan teriakan Justin yang memenuhi seluruh penjuru ruangan.

Setelah menyalakan flashlight dari ponsel, gue bergerak untuk menghampiri Justin, memastikan apakah lelaki itu baik-baik saja atau tidak. Gue membelalakkan mata sempurna melihat Justin yang kini tengah menggigil ketakutan. Pecahan gelas di lantai membuat gue harus berhati-hati dalam mengambil langkah.

"Just," panggil gue sambil menggoyangkan bahunya pelan. Tidak ada jawaban yang keluar dari mulut Justin. "Ini gue, Just," lanjut gue yang kali ini berhasil menarik perhatiannya. Tanpa basa-basi lagi Justin memeluk tubuh gue erat. Well, gue sedikit terkejut.

Selama beberapa detik gue mematung. Astaga apa yang tengah dilakukan lelaki ini? Namun pemikiran itu langsung hilang begitu merasakan tubuh kekar Justin yang masih menggigil.

"Ayo," ajak gue kemudian memapahnya menuju ruang tamu. Rumah ini tidak begitu besar, jadi ruangannya juga tidak terlalu banyak.

"Lo kenapa, hmm?" tanya gue sambil menangkup kedua pipinya yang dihiasi sepasang rahang kokoh. Astaga! Gue baru sadar kalau Justin tengah menangis saat ini. Huufftt, apa yang membuatnya menangis sih?

Bukannya menjawab, Justin malah berhamburan ke dalam pelukan gue. Aduh anjir, gue bukan cenayang yang bisa tahu isi hati seseorang, termasuk Justin.

JUSTIN [ COMPLETED ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang