33. Hari-hari Menegangkan

140 57 4
                                    

Cuti yang dikarenakan para siswa-siswi kelas 12 melaksanakan ujian nasional telah sirna

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Cuti yang dikarenakan para siswa-siswi kelas 12 melaksanakan ujian nasional telah sirna. Kini, semua murid SMA Bhakti Budhi harus kembali pada realita. Menjadi kumpulan pelajar yang harus berjuang belajar mati-matian agar mendapat hasil yang sangat memuaskan. Tentu, itu berlaku bagi mereka-mereka dengan jiwa ambisius. Lalu bagaimana dengan para pemalas? Ha, mereka juga tengah belajar. Mencari cara cerdik agar ketika menyontek nanti tidak tertangkap basah oleh pengawas.

Suasana tegang begitu menusuk sampai tulang rusuk. Seorang wanita paruh baya berbadan gemuk dengan bibir merahnya, terus mengedarkan pandangan ke seluruh penjuru kelas. Sial! Kenapa harus si pencabut nyawa?! Jika begini, akan sulit sekali untuk menyontek. Apa menghitung kancing seragam adalah jalan terakhir untuk menyelamatkan hidupnya? Aarrgghhh tidak bisa berharap lebih!

"Ekhem," dehem guru itu. Selalu seperti ini. Di manapun ia singgah, suasana akan hening dan mencekam. Tapi bukankah itu pertanda baik? Ia sebagai guru tidak perlu susah-payah mengeluarkan banyak tenaga dengan berteriak seperti tarzan. Dosa juga sedikit berkurang.

Kimia. Hal kedua yang sangat dirutuki oleh siswa kelas 11 IPA 3 ini. Apa-apaan ini?! Hari pertama sudah disuguhi dengan hal memuakkan seperti ini? Astaga bikin kepala serasa akan pecah saja.

"Natcha, Justin," panggil Bu Ellie --salah satu guru killer yang pernah ada. Waktu masih tersisa tiga puluh menit lamanya. Tapi di menit itu, mata tajamnya disuguhi dengan sepasang tunangan yang tengah asik menelungkupkan kepala pada kedua tangan yang mereka lipat.

Secara kompak, Justin dan Natcha mendongak, kemudian menegakkan posisi duduknya. Memang dasarnya jodoh, mereka melontarkan pertanyaan dalam waktu yang bersamaan.

"Kalian sudah selesai?" tanyanya to the point. Baik Natcha maupun Justin hanya mengangguk sebagai jawaban. Bukan apa-apa, mereka tahu bagaimana menderitanya orang-orang karena soal kimia yang membuat para profesor saja harus kehilangan rambutnya. Itu profesor. Bagaimana dengan mereka yang hanya manusia biasa? Mungkin langsung mati?

"Ya sudah kalian boleh keluar!" titahnya tegas. Tapi walau begitu, senyuman tetap menghadiri permukaan tebal bibir merahnya. Tentu, itu karena si ketua OSIS.

Justin menggandeng sebelah tangan Natcha dan membawanya keluar kelas. Banyak pasang mata menatapnya iri. Sudah bisa bebas tanpa beban, bermesraan pula. Menyebalkan sekali bagi jomblo yang melihatnya.

"Lo gak asal-asalan, kan ngerjainnya?" tanya Natcha penuh selidik. Justin berdecih. Apa gadisnya baru saja meremehkan? Keterlaluan!

"Awsshhh," ringis Natcha begitu mendapati jidatnya yang sengaja disentil oleh sang tunangan.

"Ngomong seenak jidat! Lo lupa apa pikun? Kemarin kan kita belajar bareng. Lo harusnya bisa lihat potensi kecerdasan gue. Dibawah Albert Einstein."

Huh, yang benar saja?! Menyamakan dirinya dengan Albert Einstein?! Mending tidur dan bersembunyi dibalik selimut tebal, menutupi seluruh tubuh karena malu.

JUSTIN [ COMPLETED ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang