Chapter 45 - Pertama

12.1K 868 63
                                    

🎶 Fox Rain - Lee Sun Hee

***

"Kalau kamu nggak datang, aku bakal nungguin kamu kok, Ai..."

Deg!

Kata-kata itu berhasil membuat hati Batara semakin sakit dan goyah seketika. Pertahanannya sebagai laki-laki runtuh. Dia semakin memeluk istrinya erat. Guna mengurangi rasa bersalahnya pada Melati.

Batara merasakan bahu istrinya bergetar, dia menoleh ke istrinya. "A, aku kira kamu nggak bakalan datang... a, aku kira kamu nggak peduli sama aku, aku udah hampir putus asa tau nggak, Ai... di sini dingin, aku takut... tapi aku yakin kamu bakalan datang. Tu, Tuhan ngabulin..." Tangis Melati pecah. Dia sudah hampir putus asa tadi. Berpikiran yang tidak-tidak tentang suaminya itu.

Batara tidak ingin bicara untuk saat ini, dia membiarkan gadis itu mengeluarkan seluruh isi hatinya. Rasa bersalah pria itu lebih dari apapun. Untuk saat ini dia tidak memakai gengsi dan egonya. Dia ingin menenangkan gadisnya.

"Kita ke mobil." Batara mengangkat Melati dan langsung membawanya ke dalam mobil. Sampai di sana, dia membuka jaketnya lalu membalutkannya pada tubuh gadis itu. Gadis itu masih saja menangis, hidungnya memerah, sesekali dia menyeka air matanya. Gadis itu memilih untuk menyandarkan kepalanya pada jok mobil.

Batara khawatir istrinya kenapa-kenapa. Ini sudah kesekian kalinya dia memohon, bahwa lebih baik istrinya ribut daripada menangis. Dia tidak suka hal itu.

Perjalanan mereka tidak lama karena Batara membawanya agak cepat. Setelah sampai di teras rumah, hujan sudah berhenti. Dia membuka pintu mobil dan mengangkat gadis itu ke rumah. Gadis itu melihat Batara dengan saksama, Melati tahu bahwa Batara khawatir padanya. Melati senang mengetahui hal itu, meski sedikit kesal.

Batara dengan hati-hati menurunkan Melati ke tempat tidur. "Ganti baju, aku buatin bubur dulu," kata Batara mengelus rambut istrinya dengan sayang. Melati mengangguk lalu tersenyum kecil.

Batara keluar dari sana, lalu membuatkan bubur untuk istrinya. Lalu membuat teh jahe merah kemasan. Dengan hati-hati dia memasak, kali ini dia ingin membuat masakan yang paling enak untuk istrinya.

Setelah selesai, Batara membawanya dengan nampan di tangannya. Dia masuk ke dalam kamar, di sana istrinya duduk mengeringkan rambutnya. Melihat itu, Batara meletakkan nampan berisi itu ke meja. Lalu perlahan dia meraih handuk yang dipegang istrinya. Melati terkejut dan kembali normal. Dia membiarkan suaminya mengeringkan rambutnya.

"Makan dulu," ucap Batara.

Batara duduk di depan Melati, lalu Batara menyendok bubur itu. Dia meniup supaya tidak panas. Melati memakannya dengan lahap. Tentu saja karena Melati ini karena suami tercintanya.

"Kamu nggak makan?" ucap Melati.

"Nanti, kamu masih makan."

Lagi Batara menyuapi bubur itu ke mulut Melati. Hingga habis tak tersisa. Pria itu memberikan teh jahe hangat itu. Melati meneguknya dengan tanda tidak mau membuat suaminya sedih. Meski sebenarnya gadis itu tidak terlalu suka.

"Makasih," kata Batara.

Melati menoleh bingung, "Untuk apa, Ai?" "Udah nungguin," jawab Batara. Melati tersenyum kecil.

"Kamu marah?" tanya Batara.

"Nggak, Ai."

"Kamu marah."

Melati menghela nafasnya panjang. Dia tidak bisa membohongi suaminya.

"Aku nggak marah, cuman kesal, Ai..."

𝑷𝒆𝒍𝒖𝒌𝒂𝒏 𝑺𝒂𝒂𝒕 𝑺𝒆𝒏𝒋𝒂  (𝙀𝙉𝘿) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang