Chapter 58 - Sebuah Perasaan

15.2K 958 133
                                    

🎶 Mengerti Perasaanku – Rio Febrian

***

Batara masih terduduk lemas di bawah tempat tidur itu. Ya, dia baru saja keluar dari kamar istrinya dan sekarang berada di kamar tamu setelah pertengkaran hebat yang terjadi di antara mereka. Batara masih ingat setiap kata yang keluar dari mulut istrinya. Melati memintanya untuk menceraikannya. Tentu saja dalam hatinya yang paling dalam hal itu tidak bisa dia lakukan. Dia sangat mencintai istrinya. Sangat, dan tidak mau kehilangan.

Batara menangis tertunduk. Pria itu tidak henti-hentinya memegang kuat rambut dan juga kepalanya. Hatinya sakit istrinya bersikap seperti itu. Dia ingin memeluk dan memenangkan istrinya. Tapi sepertinya Melati benar-benar membencinya sekarang.

Bughh!!!

Batara menumbuk keras lantai. Dia benar-benar kesal pada dirinya sendiri. Dia tidak suka seperti ini. Dia lebih suka istrinya bercerita panjang lebar daripada menangis seperti itu. “Nggak! Nggak! Kita nggak akan pisah... nggak akan Mel!” gumamnya menjambak rambutnya sendiri.

Pintu terbuka membuat cahaya sedikit merambat masuk ke dalam kamar itu. Batara menoleh. Seorang laki-laki datang menghampiri Batara dan. “Bangun Lo! Cowok macam apa Lo? Ha??” teriak Sandy menarik kerah baju Batara sampai-sampai membuatnya yang terduduk setengah berdiri.

Bugh!!

Bugh!!

Beberapa kali Sandy memukul keras wajahnya. Hingga darah segar terdapat pada sudut bibir Batara. Batara tidak melawan, dia merasa pantas mendapatkan pukulan ini. “Kak! Gue nggak tahu jelas masalah kalian itu apa! Tapi kak Melati sampai minta pisah, berarti Lo udah buat kesalahan fatal! Jangan sampai kakak kehilangan istri kakak, kalau kakak nggak mau kakak lebih hancur kayak gini!!!” tegas Sandy. Sandy berjalan keluar dari sana.

Ya, Sandy mendapat kabar itu dari Bi Fatma. Dan Sandy langsung datang dari Jakarta ke Bandung. Dia takut hubungan kakaknya itu rusak.

“Ai... kita nggak akan pisah, aku janji...” gumam Batara memukul-mukul kepalanya ke belakang.

“Gimana kalau kita pisah aja?”

Sebuah kata yang mampu membuat kakinya lumpuh dan tak berdaya. Waktu dan jantungnya seolah berhenti. “A, apa?” kata Batara mendekat pada istrinya.

“Jangan dekat-dekat!! Aku bilang jangan mendekat!!” ucap Melati mundur ke sudut tempat tidurnya. Kaki Batara berhenti setelah mendengarnya.

“Aku nggak suka candaan kamu, Ai! Aku nggak suka!” bantah Batara berjalan mendekat dan berhenti di depan gadis itu. Gadis itu berdiri dan menjauh dari Batara.

“Aku, aku nggak bercanda Batara! Aku mau kita pisah!” teriak Melati keras. Air mata masih menggenangi pelupuk matanya.

“Batara? Kenapa nggak panggil Ai?” kata Batara jengkel mendekati istrinya. Dia tidak suka saat Melati tidak memanggilnya seperti biasa. Melati refleks mundur dan berniat untuk lari dari sana. Saat Melati hendak melewati Batara, Batara sudah lebih dulu menahan pergelangan tangan istrinya. Lalu, memeluknya kuat dari belakang berharap istrinya menarik semua kata-katanya.

“Lepasin aku Batara! Lepasin!!” Melati meronta minta dilepaskan.

“Panggil aku kayak biasa, Ai?!” pinta Batara. Pria itu membalikkan badan istrinya menghadapnya. Terlihat Melati yang sedang sibuk melepaskan diri dari Batara.

𝑷𝒆𝒍𝒖𝒌𝒂𝒏 𝑺𝒂𝒂𝒕 𝑺𝒆𝒏𝒋𝒂  (𝙀𝙉𝘿) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang