🎶 Now or Never – SF9
***
Melati selalu saja mengagumi dosen tampan yang sedang memberikan materi di depan kelasnya. Ya, dia tidak ingin menjadi gadis munafik. Mengagumi laki-laki lain bukan berarti dia berpindah hati dari suaminya, Batara. Dia hanya kagum pada dosennya karena dosennya tampan dan juga sudah dosen di usianya yang begitu muda.
Dia bahkan tidak sabar untuk bertemu dengan dosennya ini minggu depan. Teo Bramantyo, nama lengkap dosen tampan itu. Melati selalu menampakkan senyum terbaiknya semenjak masuk beberapa bulan yang lalu setiap Teo masuk mengajar ke kelasnya.
"Hm, Melati ya? Bisa bantu saya? "
"A, apa? Saya pak?" Melati tidak percaya bahwa dosennya mengetahui namanya. Teo tersenyum lalu mengangguk. Melati berdiri dari bangkunya menuju meja di depan.
"Tolong angkat buku ini ke ruangan saya," kata Teo. Melati mengangguk tersenyum.
Melati mengantar buku yang dimaksud Teo sampai ke ruangannya. Setelah itu, dia permisi untuk pulang. Gadis itu sangat sibuk dengan handphone-nya. Dia menunggu Batara di gerbang kampus.
"Belum pulang?" kata Teo yang melihat Melati duduk di salah satu kursi di sana.
"Eh, Pak? Nunggu jemputan Pak. Bapak belum pulang?"
"Ini mau pulang. Ngomong-ngomong nggak usah panggil saya Pak kalau diluar mata kuliah saya. Panggil saya, Kak aja," jelas Teo.
"Hehe.. iya, Pak." Melati tidak menyangka bahwa Teo bisa berbicara sedekat ini dengannya.
"Saya mau pulang. Bagaimana kalau saya antar?" tawar Teo.
"Eh? Nggak usah, Pak. Bentar lagi datang kok," tolak Melati halus. Dia tidak mau suaminya berpikiran aneh-aneh.
"Nah, itu dia, Pak," ucap Melati yang tersenyum melihat mobil Batara sudah mendekat.
"Duluan ya, Pak. Eh, Kak?" Teo hanya tersenyum menanggapi.
Melati segera masuk ke dalam mobil. Dia memasang sabuk pengaman.
"Loh, Ai? Kenapa nggak jalan-jalan mobilnya?" tanya Melati pada Batara. Melati melihat ke arah pandangan Batara. Ya, Batara masih melihat siapa laki-laki yang bersama dengan istrinya tadi.
"Oh, dia dosenku, Ai. Ganteng kan?" kata Melati tersenyum pada suaminya.
"Ganteng?" tanya Batara ulang sambil menjalankan mobilnya.
"Iyalah. Habis itu pintar, masih muda lagi... terus...."
"Mau makan apa?" tanya Batara tanpa menanggapi perkataan istrinya.
"Hah? Makan apa aja deh. Kebetulan aku lapar banget, Ai. Gimana kalau kita makan ayam geprek aja?" jawab Melati. Dia lupa mereka membicarakan apa tadi. Batara memang tahu cara mengalihkan pikiran gadis itu. Dia tidak suka Melati memuji orang lain. Apalagi laki-laki.
"Iya."
Batara memarkirkan mobilnya di salah satu rumah makan yang dekat dengan kampus. Melati dan Batara makan dengan lahap dan cepat. Apalagi gadis itu, dia tidak malu untuk nambah di depan suaminya. Batara sangat senang jika istrinya itu makan dengan lahap. Itu artinya ada sedikit kemajuan dengan Melati yang dulu yang malas makan.
"Ai... terus tadi aku disuruh sama dosen itu ngantar buku ke ruangannya... terus...."
"Dia playboy. "
"Hah?"
"Dosen kamu itu punya banyak pacar," jelas Batara.
"Masa sih, Ai?"
KAMU SEDANG MEMBACA
𝑷𝒆𝒍𝒖𝒌𝒂𝒏 𝑺𝒂𝒂𝒕 𝑺𝒆𝒏𝒋𝒂 (𝙀𝙉𝘿)
Teen Fiction𝘞𝘢𝘳𝘯𝘪𝘯𝘨 ❗ 🚫𝘊𝘦𝘳𝘪𝘵𝘢 𝘪𝘯𝘪 𝘮𝘦𝘯𝘨𝘢𝘯𝘥𝘶𝘯𝘨 𝘜𝘞𝘜 𝘵𝘪𝘯𝘨𝘬𝘢𝘵 𝘢𝘬𝘶𝘵, 𝘫𝘪𝘬𝘢 𝘵𝘪𝘥𝘢𝘬 𝘬𝘶𝘢𝘵 𝘵𝘪𝘥𝘢𝘬 𝘶𝘴𝘢𝘩 𝘣𝘢𝘤𝘢!🚫 🚫𝐒𝐒𝐄𝐁𝐀𝐆𝐈𝐀𝐍 𝐂𝐄𝐑𝐈𝐓𝐀 𝐃𝐈𝐏𝐑𝐈𝐕𝐀𝐓, 𝐅𝐎𝐋𝐋𝐎𝐖 𝐒𝐄𝐁𝐄𝐋𝐔𝐌 𝐌𝐄𝐌𝐁𝐀𝐂𝐀...