"Apa yang kamu rasakan?" Tanya Dokter Fahreza sambil memeriksa nadinya.
Sontak Serena langsung menarik tangannya untuk menjawab diikuti suara lemah yang dikeluarkannya.
"Aku ngantuk dan sedikit nyeri di bagian perut." Jujurnya. Serena hampir tak bisa menahan kantuknya meski ia baru tersadar. Ada rasa nyeri pada bagian perutnya, mungkin tempat luka operasi.
"Itu bekas operasimu. Jangan banyak bergerak dulu. Istirahat saja sekarang." Jawab Fahreza setelah memastikan keadaannya.
Serena mengangguk. Lalu ia melemparkan pandangan kepada Rehan dan Diaz. Kedua orang tersebut belum bersuara barang satu kata saja sejak melihat Serena membuka mata dan berinteraksi dengan suara yang lemah. Lalu pandangan Serena kembali kepada Umi dan Abinya yang masih saja melihatnya dengan penuh binar di mata mereka.
Serena tersenyum lemah, "Serena tidur sebentar, ya, Umi, Abi." Katanya dengan gerakan tangan. Namun hal tersebut membuatnya meringis pelan.
"Kamu bicara saja tidak usah menggerakkan tangan, Serena." Tegur Fahreza. Gadis itu mungkin lupa bahwa ia bisa bersuara. Namun itu hal wajar karena kebiasaannya untuk berkomunikasi dengan bahasa isyarat.
Serena memeluk tangan Fatmah diikuti matanya yang perlahan terpejam. Fatmah sudah duduk di kursi di samping brangkar sambil mengusap lembut tangan anaknya yang memeluk tangan kanannya. Penat dan lelah seakan menguap begitu saja melihat anaknya kembali tersadar. Banyak sekali kejutan yang ia dapat akhir-akhir ini, salah satunya adalah ia bisa mendengar suara Serena yang mengalun merdu meski masih lemah. Beberapa saat kemudian nafas Serena sudah teratur, Fatmah pelan menarik tangannya. Ia juga akan tidur sebentar menunggu anaknya bangun. Rasa kantuk juga tiba-tiba menyerangnya.
"Umi istirahat. Gantian abi yang jaga." Tariq mengusap kepala Fatmah dan menuntun istrinya untuk berjalan ke brangkar.
"Kalau begitu, kita permisi, Abi." Itu Suara Rehan. Benar. Fatmah dan Tariq sendiri yang memintanya untuk memanggil dengan sebutan Abi dan Umi. Tak ada maksud apapun dengan panggilan itu karena beberapa teman Serena dan bahkan anak-anak yang berada di lingkungan tempat tinggal mereka juga memanggilnya demikian.
Sebelum keluar Rehan menyalimi Tariq dan Fatmah yang sudah duduk di atas brangkarnya. Pun dengan dua orang temannya yang terlihat canggung karena tak biasa.
***
Ini sudah hari kedelapan Serena pasca operasi, keadaannya pun semakin membaik. Buktinya nasal kanul yang sempat digunakannya sudah dilepas dari beberhari yang lalu. Ia bahkan sudah bisa duduk dari pembaringannya walau masih harus menggunakan bantuan dan sandaran. Saat ini ia masih bersandar pada bantal yang di susun setinggi punggungnya. Fatmah dan Tariq ia minta untuk istirahati di rumah meski dua orang itu keberatan, sudahkah Umi dan Abinya bilang jika anaknya yang satu ini sedikit keras kepala.
Perlahan tangannya menarik laci nakas, dan mengambil benda pipih yang sudah ia abaikan beberapa hari ini karena ia pun tak yakin akan ada yang mencarinya.
Namun mata Serena seolah loncat melihat benda pipih tersebut ketika mobile data ia aktifkan. Rentetan pesan masuk bertubi-tubi dan pemberitahuan panggilan mencapai 140 panggilan tak terjawab. Sementara menanti pesan masuk itu compelete membuka dafta penggilan yang tak sengaja tidak ia jawab. Ada nama Dokter Haris pada panggilan teratas dan paling banyak jumlah panggilan yang tidak ia terima, beberapa yang lain adalah panggilan masuk dari nomor baru yang tak ia kenal. kemudian Serena membuka pesan pada aplikasi berwarna hijau itu dan lagi-lagi ia di buat geleng-geleng kepala, hampir 2000 pesan yang ia terima dan paling banyak adalah wag kuliahnya dan juga Haris.
Dok. Haris:
Serena, bagaimana kabarmu anak manis?
Dok. Haris:
KAMU SEDANG MEMBACA
Jangan Buang Aku, Ayah!
General FictionSeperti halnya uang. Bahkan ketika lusuh sekalipun kau akan tetap berharga. Sekalipun dibuang oleh keluarganya, Serena menemukan keluarga baru sebagai pelipur lara. Gadis bernama lengkap Serena Latifa tersebut memliki keterbatasan dalam bicaranya. H...