BAGIAN 54

70.4K 6.9K 319
                                    

Spam komen sangat diperbolehkan.

***

Sudah lima menit mereka membuarkan suara lain dari dalam cafe mengisi kehingan diantara kedua orang wanita yang kini sedang duduk berhadapan. Delia belum juga bersuara ketika Fatmah menanyakan perihal Serena. Hari ini mereka bertemu berdua tanpa sepengetahuan siapapun atas permintaan Fatmah. 

"Mbak kalau belum siap menceritakannya tidak apa-apa." Kata Fatmah buka suara, karena Delia belum juga buka suara. Wanita itu menautkan jarinya di atas meja dengan perasaan sedikit gelisah. 

"Latifa....maksudku Serena dia bukannya tidak bisa berbicara sejak lahir." Katanya mengangkat pandangannya untuk melihat Fatmah yang masih menunggu kelanjutan dari kalimatnya. 

"Tidak apa-apa, Mbak, bicara saja. Jadi maksud Mbak Serena pernah bersuara?" Tanya Fatmah. Pertanyaan itulah yang menjadi inti pertemuan mereka kali ini, Fatmah sangat pensaran akan hal tersebut. Sebelumya Haris juga pernah mengatakan bahwa putrinya itu kemungkinan tidak lahir tidak sempurna. 

Delia mengangguk kecil. "Maaf....akan tetapi sebelumnya kami tidak berencana untuk memiliki anak lagi ketika itu, Mas Wisnu sudah mewanti-wanti agar aku tidak hamil lagi setelah kelahiran anak kedua kami, Mbak. Tidak ada anak ketiga ataupun seterusnya. Namun takdir Tuhan berbeda dari apa yang kami rencanakan. Aku sangat takut ketika  aku telat datang bulan, akhirnya aku pergi ke dokter kandungan dan di sana aku dinyatakan hamil anak ketiga kami. Awalnya aku berencana untuk memberitahu Mas Wisnu pelan-pelan, Mbak. Namun Mas Wisnu lebih dulu mengetahui hal tersebut karena melihat surat keterangan dari dokter yang sebelumnya lupa aku simpan. Hari itu Mas Wisnu marah besar kepadaku, sempat dua bulan Mas Wisnu menghindariku, Mbak." Jelas Delia mulai berurai air mata. Matanya menerawang jauh ke masa lalu.

"Tapi kenapa suami Mbak tidak ingin mbak hamil lagi?" Tanya Fatmah pelan tak ingin Delia tertekan dengan pertanyaan yang ia ajukan.

"Mas Wisnu trauma karena pada kelahiran anak kedua kami, saya sempat mengalami pendarahan dan kritis, Mbak. Tidak seperti kehamilanku yang kedua, kehamilanku yang ketiga sangat berbeda, selain karena Mas Wisnu menghindariku, badanku sering cepat lelah dan sempat bedrest total selama dua minggu. Kata dokter, penyebabnya karena ketakutanku yang berlebihan sehingga memicu stress. Aku menjalani kehamilanku sendiri, Mbak. Meski pada bulan-bulan selanjutnya Mas Wisnu tidak lagi menghindariku secara tidak langsung, akan tetapi ia tidak pernah benar-benar memperhatikanku lagi seperti dulu. Sehingga aku pun ikut menyalahkan janin tak berdosa yang bahkan masih dalam kandungan." Delia menunduk dengan rasa bersalah dalam diri. 

"Pada saat kelahiran Latifa, aku sempat drop lagi. Aku  sempat koma beberapa hari pasca melahirkan. Dan itu semakin membuat Mas Wisnu berang. Aku mengurus bayi itu hanya sebatas memberikannya ASI saja, selebihnya aku tidak pernah memegangnya. Babysitter yang kami sewa yang mengurusnya. Serena lahir sehat seperti anak normal lainnya, menangis seperti layaknya bayi pada umumnya. Namun ketika ia lahir, Mas Wisnu hanya mengazaninya, Mbak, selebihnya ia tidak pernah memegang anak itu lagi. Malam itu ketika kondisiku sudah normal dan kami sudah kembali ke rumah, tidak tahu apa penyebabnya, bayi itu menangis tidak berhenti. Dan....dan Mas Wisnu meneriakinya sangat keras, Mbak, hingga dia tiba-tiba terdiam. Aku pikir bayi itu mengalami breath holding spells. Namun dia tetap sadar dan bernafas, ketika dia nangis dia tidak pernah bersuara lagi." Air mata Delia tiada henti-hentinya mengalir. 

Fatmah termangu di tempatnya, tidak tahu harus menanggapi apa, hanya saja dari segi manapun mereka tetaplah salah. Keadaan kritis Delia tidak bisa dijadikan acuan untuk membenci seorang anak yang bahkan suci tanpa dosa. Hal itu tidak bisa dibenarkan sama sekali. Ia hanya mengusap lengan Delia. Fatmah hanya berharap wanita di depannya ini benar-benar sadar. Delia membuang anaknya sendiri, sementara pada belahan dunia lain ada orang yang benar-benar menginginkan sosok anak dalam keluarga mereka. Fatmah sendiri menjadi contoh. 

Jangan Buang Aku, Ayah!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang