Ditolak sekali bukan berarti Rehan akan menyerah begitu saja, meski ia baru datang seminggu setelah kedatangannya kemarin karena ia baru datang dari luar kota. Baru saja sampai dan dia belum pulang ke rumah, dari depan gerbang ia dapat melihat gadisnya sedang berjemur dengan menengadahkan kepala ke langit dan sambil memejamkan mata. Tak sadar bahwa matanya berair karena teramat merindukan gadis itu dan akhirnya ia bisa melihatnya. Sehat. Itu kata yang pertama terlintas di pikirannya. Gadis itu tidak lagi memakai kursi roda, meski sekarang ia duduk beralaskan rumput.
Serena sendiri belum menyadari kehadirannya di sana, namun seorang gadis yang Rehan perhatikan sepantaran dengan Serena datang dari dalam rumah dan mengganggu Serena dengan menutup mata gadis itu. Serena melemparkar protes kepada orang yang menutup matanya. Sesaat kemudian mata mereka bertemu pandang, hanya beberapa detik sebelum Serena bangkit diikuti oleh gadis lain di belakangnya.
Serena mendekat ke pintu gerbang, mengernyitkan dahinya sambil menatap Rehan penuh tanya sekaligus heran. "Permisi, Pak. Bapak cari siapa?" Tanya Serena Sopan.
Rehan yang dengar hal tersebut membeo, ia memperhatikan wajah Serena mencari kebohongan di sana. Kenapa Serena tak mengenalinya? Hati Rehan serasa tersayat benda tajam.
"Malah melamun. Bapak nyari siapa?" Tanya gadis yang tadi mengikuti Serena. Ghea heran kenapa laki-laki tersebut menatap serena sendu penuh rindu. Tapi lain halnya dengan Serena yang justri menanyakan identitas si laki-laki, yang artinya Serena tidak kenal?
Serena mengambil poselnya darii saku gamis yang dikenakan. Kemudian membuka aplikasi kamera, lalu dengan cepat dan tanpa izin ia mengambil gambar Rehan dengan wajah yang terlihat lucu. Mungkin jika ia masih bekerja ia tak akan segan untuk menyebarluaskannya kepada seluruh isi kantor di grup chat perusahaan tempat ia bekerja dulu.
Saat suara kamera itulah Rehan paham. "Kamu ngapain?" Tanya Rehan pelan. Ada keputusasaan dalam nada bicaranya.
"Ambil foto, Pak Bos. Biar nanti aku minta tolong Amel untuk menyebarluaskannya di kantor. Kan lumayan fans Pak Bos berkurang." Sahut Serena seringan bulu. Setelah tadi tidak mengenalnya sekarang gadis tersebut memanggilnya dengansebutan 'Pak Bos' yang artinya gadis tersebut tidaklah melupakannya.
"Kamu tidak melupakan saya?" Tanya Rehan polos.
Serena sempat tercengang dengan pertanyaan tersebut dan mengingat kembali pertanyaan yang ia lontarkan kepada Rehan pertama tadi. Ia menyengir menunjukkan sederet gigi putihnya, lalu menggeleng sebagai jawaban. Sementara Ghea, gadis cerewet itu kini diam membisu melihat interaksi dua orang di depannya.
"Lalu kenapa kamu tanya siapa saya?" Tanya Rehan serius, wajahnya sudah datar merasa dipermainkan.
Serena tersenyum tertahan, "Hanya menanyakan, siapa tahu Pak Bos salah alamat. Ternyata tujuannya memang ke sini. Darimana pula Pak Bos dapat alamat rumah ini?"
"Tidak perlu tahu." Ketus Rehan. Ia tidak tahu kenapa sekarang ia justru merasa jengkel.
Serena baru akan membuka pintu gerbang dengan kunci di tangannya, namun Rehan suara Rehan mencegahnya. "Jangan dibuka." Kata Rehan. Ia menghela nafas, bagaimanapun ia takut tak bisa menahan diri untuk tidak memeluk gadis yang berdiri di balik gerbang tersebut jika saja gerbang itu terbuka. Cukup baginya untuk melihat dengan mata kepalanya sendiri dan memastikan Serena baik-baik saja.
"Pak Bos nggak mau masuk? Ada Abi dan Umi kok di dalam." Kata Serena. "Oh iya, ini Ghea sepupuku." Tambhanya, memperkenalkan Ghea dengan memeluk lengan gadis itu.
Rehan menggeleng, "Hai Ghea , saya Rehan."
Ghea tersenyum kecil merasa tak harus menyebut namanya lagi karena Serena sudah menyebutkan namanya tadi. Dari panggilan Serena ia menyimpulkan bahwa laki-laki tersebut adalah Bos Serena. Walaupun masih penasaran hubungan apa yang dimiliki kedua orang tersebut karena Serena sempat menceritakan bahwa Serena pernah bekerja dan kemudian berhenti. Apalagi Rehan melihat Serena dengan tatapan rindu seperti itu. Ia akan menanyakan kejelasannya pada Serena nanti.
"Kamu sehat?" Tanya Rehan akhirnya.
"Alhamdulillah. Pak Bos bagaimana kabarnya?"
"Sekarang sangat sehat." Jawab Rehan. "Ya sudah, saya pamit. Assalamualaikum."
Rahang Serena hampir saja jatuh ke tanah jika saja ia tidak cepat tersadar, terus apa tujuan pak bos ke sini?
"Wa'alaikumussalam." Jawab Serena. Rehan pun berbalik berjalan menuju mobilnya. "Pak Bos kenapa kayak orang kurang piknik?" Tanya Serena sedikit keras karena Rehan bersiap menyeberangi jalan gang di depan mereka.
"Bukan kurang piknik, tapi kurang kamu." Seloroh Rehan. Ia mengangkat tangan tanpa berbalik ke arah dua gadis yang masih berdiri melihatnya dari balik gerbang.
Ghea kemudian berdeham karena Serena tiba-tiba melamun bahkan tatapannya masih di sana, di tempat dimana Rehan parkir tadi, dan sekarang mobil Rehan sudah tidak disana lagi.
***
Senyum tak lepas dari wajah Rehan sejak ia meninggalkan rumah Serena. Penat yang tadi mendera menguap begitu saja, meninggal sejumpun bahagia yang selalu diharapkannya. Padahal semua hal yang sudah ia rencanakan sebelum bertemu dengan gadis tersebut sudah tersusun rapi, giliran bertemu langsung langsung buyar semua. Sudahkan pernah dibilangnya bahwa cukup dengan melihat saja, tidak bicara pun tidak apa-apa, yang penting baginya adalah melihat dan memastikan gadis itu baik-baik saja.
"Kamu kenapa senyum-senyum kayak orang nggak waras seperti itu, Han?" Tanya Andara setelah menjawab salam anaknya yang ia tahu baru saja pulang dari luar kota. Lalu mendapati Rehan dengan wajah bahagia tidak seperti sebelumnya uring-uringan dan kabut menyelimuti.
"Nggak apa-apa. Senang aja ketemu sama Mama." Jawab Rehan memeluk mamanya. Jangan pikir Andara akan percaya begitu saja. Karena sendiri mengerti bahwa tertawa tanpa penyebab itu gila namanya.
"Nak, kamu nggak lagi stress gara-gara masalah kantor, kan? Kalau iya, biar Mam menghubungi Papa kamu dan lanjutkan saja sekolah doktermu." Tandas Andara melihat wajah sumringah anaknya yang belum luntur-luntur.
Rehan tergelak Mamanya ini ada-ada saja. "Nggak Mama, Rehan baik-baik saja. Dan melanjutkan sekolah kedokteran. Terima kasih atas tawarannya yang justru nambah pusing, Ma." Dulu. Dulu sekali ketika Rehan masih kecil ia bercita-cita untuk menjadi dokter, Andara sampai harus membeli miniatur kedokteran untuk dimainkan anaknya tersebut. Tapi cita-cita tersebut luntur ketika Rehan menginjak SMP, tak ada yang mengerti dan tahu apa penyebabnya. Menurut jawaban yang Andara dapat 'iya terjadi begitu saja' jawaban Rehan setiap kali ia menanyakan perubahan cita-cita anaknya. Walaupun demikian, Rehan pernah menempuh pendidikan di bidang kedokteran namun hanya sampai semester satu. Dan memilih banting stir ke sekolah bisnis. Andara sebenarnya tak pernah mempermasalahkan hal tersebut, namun tetap saja ia protes kepada mantan suaminya yang menurutnya berpotensi besar mempengaruhi pikiran Rehan. Tapi ia tak terlalu menganggap serius protesannya sendiri.
Sebaliknya ia bahagia, Rehan bisa menjadi diri sendiri dan tidak berusaha baik-baik saja di depannya. "Jangan senyum terus deh, Han. Mama jadi merinding. Tapi kenapa kamu baru sampai sekarang, kamu bilang sudah di bandara 3 jam lalu. Rumah kita nggak sejauh itu." Kata Andara Heran.
"Pergi lihat rumah masa depan, Ma." Jawab Rehan semakin menimbulkan tanya di wajah mamanya.
"Kamu beli rumah? Kenapa nggak ngasih tahu mama?" Andara sudah akan marah namun mendengar kalimat Rehan selanjutnya ia justru tersenyum remah.
"Rumah masa depan yang akan menjadi tempat Rehan berpulan nanti selain rumah ini tentu saja." Sekarang Andara mengerti maksud Rehan. Apa susahnya tinggal bicara kalau ia pergi ke rumah Serena tanpa harus menggunakan kata-kata kiasan seperti itu.
"Secepatnya bawa ke rumah, Han."
Rehan memberikan sikap hormat dan berlalu dari sana. Sekarang ia benar-benar bisa istirahat, setidaknya ia sudah memastikan jika Serena memang tidak menghindarinya, dan minggu kemarin bisa jadi Serena benar-benar istirahat.
Rehan mematut dirinya di depan cermin di kamar mandi, melihat jambang-jambang halus yang tumbuh di rahangnya. Dalam hati ia membenarkan perkataan Serena bahwa ia seperti orang yang kurang piknik. Lihat saja wajahnya seperti tidak terurus. Decakan berhasil lolos dari mulutnya mengingat pertemuannya dengan Serena dengan penampilannya seperti ini. Tapi bagaimanapun ia bahagia.
***
Tbc

KAMU SEDANG MEMBACA
Jangan Buang Aku, Ayah!
Fiction généraleSeperti halnya uang. Bahkan ketika lusuh sekalipun kau akan tetap berharga. Sekalipun dibuang oleh keluarganya, Serena menemukan keluarga baru sebagai pelipur lara. Gadis bernama lengkap Serena Latifa tersebut memliki keterbatasan dalam bicaranya. H...