Rehan sudah sampai di kantor sejak pagi buta. Bukan tanpa alasan, karena sejak semalam ia pulang dari rumah sakit ia memeriksa hasil pekerjaan dari anak buahnya yang sempat ia remehkan. Serena bukan hanya menganalisis proyek yang hendak akan mereka realisasikan akan tetapi harus tertunda karena tak ada acc dari sang ayah. Serena juga membuat beberapa perbandingan dengan proyek gagal dan bahkan proyek yang mereka tidak ambil sebelum-sebelumnya. Gadis itu bahkan memasukkan banyak variabel lain yang mendukung penyelidikannya. Dan apa yang di hasilkan? Rehan yang sudah memakai kaca matanya mulai serius dengan berbagai ulasan menarik yang benar-benar luput dari perhatiannya.
Rehan sudah akan mencetak laporan dari Serena. Karena bagaimana pun ia lebih suka membaca kertas daripada harus bertatapan dengan layar komputer yang membuat matanya berair. Berani-beraninya memberikannya laporan yang belum tercetak. Tidak sopan! Ia menghela nafas panjang.
Namun, hal pertama kali ia temui saat sampai di mesin percetakan kantor adalah Serena yang sedang menyusun laporan yang bahkan sudah selesai dicetak. Entah jam berapa gadis itu ke kantor padahal semalam mamanya bilang bahwa mungkin bawahannya tersebut belum bisa keluar dari rumah sakit.
"Apa yang kamu lakukan di sini?" Tanya Rehan masih tak percaya akan keberadaan Serena.
Serena nampak terkejut dangan kemunculan atasannya di hari yang masih pagi ini. "Assalamualaikum, Pak Bos." Serena memberi salam.
"Wa'alaikumussalam. Jadi apa yang kamu lakukan di sini?" Tanya Rehan kembali.
"Makan malam, Bos." Jawab Serena sekenanya. Tangannya kembali merapikan kertas-kertas di depannya.
"Heh, saya serius. Apa yang kamu lakukan di sini?" Tanya Rehan, berang. Ia serius dan Serena justru menjawabnya dengan asal.
Serena melambaikan tangan, menyuruh Rehan diam sejenak karena ia harus menyelesaikan laporan tersebut terlebih dahulu. Bukan ia bermaksud meremehkan atasannya. Tetapi tangannya hanya dua untuk melakukan tugas berbeda dalam waktu bersamaan. Menjawab Rehan dan menyusun kertas.
Beberapa saat kemudian ia kembali melihat Rehan. "Saya menyelesaikan laporan. Saya tidak mau dianggap sebagai bawahan tidak sopan karena memberikan softfile saja"
Rehan berdeham, bukankah tadi ia merutuk bawahannya tersebut karena tak sopan?
Serena duduk di kubikelnya sambil memeriksa kembali laporan yang baru saja ia cetak. Meskipun tadi ia bersama dengan Rehan, tak serta merta ia menyerahkan laporan tersebut karena ia masih punya kewajiban untuk memeriksanya. Setidaknya untuk mengurangi risiko kesalahan. Matanya dengan jeli meneliti sambil membaca lembar demi lembar. Ada pula yang sengaja ia lewati yang sekiranya tidak menjadi poin penting dari apa yang harus ia laporkan.
Satu per satu teman-teman kantornya berdatangan. Begitu pula dengan Bita yang sudah menempati mejanya setelah tadi menyapa hangat seperti biasa. Bita salah satu orang yang memperlakukannya dengan baik selain Amel. Bukan ia dispesialkan, namun kadar kebaikan Bita sama rata alias adil.
Setelah cukup memeriksa laporan di tangannya, Serena meminta izin kepada Bita untuk menghadap kepada bos mereka. Lantas Ibu beranak satu tersebut langsung menyetujuinya dan menyuruh Serena segera menemui Rehan. Bita masih menatap penuh makna punggung yang perlahan menghilang di balik pintu kaca yang dibiarkan terbuka tersebut.
Sementara Rehan di balik meja kebesarannya masih berkutat dengan beberapa dokumen. Kacamata masih bertengger di atas hidung mancungnya belum menyadari kedatangan Serena walaupun gadis tersebut sudah mengetuk dua kali.
Serena akhirnya mengetuk meja sebelum kembali berdiri beberapa langkah dari meja Rehan. Rehan melihatnya sekilas dan melanjutkan menggerakkan pulpennya di atas kertas yang entah dokumen apa yang ia tandatangani. Barulah kemudian atensinya mengarah pada Serena.
"Kamu sudah menyelesaikannya?" Tanya Rehan.
Serena mengangguk penuh semangat. Sambil tangannya berucap 'Ya'.
"Sekarang jelaskan, apa yang sudah kamu dapat?" Pinta Rehan, ringan.
Serena sedikit terkesiap dengan perintah tersebut, pasalnya Rehan belum membuka laporan yang baru saja ia serahkan. Namun beberapa detik kemudian ia mengingat bahwa ia sudah menyerahkannya dalam bentuk softfile kepada Rehan semalam ketika di rumah sakit. Serena menelan ludahnya, tidak mungkin juga bukan baginya untuk menolak. Syukurlah tadi dia sempat membaca dan mempelajari lagi sedikit laporan tersebut.
"Saya sudah memeriksa proyek yang bapak ajukan dan membuat perbandingan dengan proyek-proyek yang lain. Namun ada sedikit kekeliruan dalam perhitungan capex di masing-masing proyek, dimana semua proyek yang masuk dalam pertimbangan akan dilanjutkan atau tidak semua standar disamakan. Rasanya sedikit tidak adil untuk menyamakan standar WACC dari ketiga proyek tersebut. Mengingat bahwa WACC itu adalah hurdle rate yang artinya sebagai standar yang harus dicapai oleh perusahaan jika ingin untung. Maksud saya, ini tiga proyek yang berbeda dan juga dengan ukuran yang berbeda. Ini artinya kita belum bisa menetapkan WACC pada satu titik yang sama. Pada garis horizontal itu adalah tingkat risiko, jelas terlihat bahwa risiko yang ditanggung masing-masing proyek juga berbeda. Akibatnya proyek yang potensial bisa jadi tidak jadi potensial karena satu standar yang di samakan pada proyek yang berbeda tersebut. Oleh karena itu akan lebih baik jika WACC proyek dihitung masing-masing atau secara terpisah." Serena menjelaskan dengan panjang lebar dan masuk akal.
Rehan masih menyimak dengan seksama gerakan tangan gadis tersebut yang begitu lihai mewakili suaranya untuk berkomunikasi. Tak ada keraguan atau gugup di sana.
Serena menarik nafas. Kemudian melanjutkan lagi penjelasannya. "Lagipula pada sisi lain, saya melihat dua diantara ketiga proyek tersebut belum mencapai penggunaan modal yang optimal. Bapak bisa periksa di halaman 58 untuk prediksi hasil yang saya buat. Jadi peluang perusahaan untuk memanfaatkan dana dari sumber luar masih belum optimal. Sebagai kesimpulannya dengan melihat Capex dan struktur modal masing-masing proyek, dua proyek yang sebelumnya ditolak sangat dimungkinkan untuk dilanjutkan. Sebaliknya satu proyek yang hampir diterima tidak bisa dilanjutkan. Karena baik dari segi Capex dan struktur modalnya tidak memungkinkan untuk dilanjutkan. Sebagai tambahan, dua proyek yang diterima dari segi lingkungan di sana sudah baik, sebelumnya saya sudah menanyakan informasi dari unit pemasaran dan perencanaan lingkungan."
Serena mengakhiri presentasi dadakannya dengan menghembus nafas lega. Setidaknya ia bisa mengingat sebagian besar penjelasan yanh sudah ia tuangkan di laporannya.
***
Dua orang berdiri di pantry setelah menyeduh teh untuk mereka nikmati di kubikel masing-masing. Namun Dino datang menghampiri mereka dengan wajah sedikit masam.
"Lo kenapa dah, No?" Tanya salah satu dari mereka. Yang ditanya bukannya menjawab, justru berbalik meninggalkan kedua rekan kerjanya setelah tangannya meraih sebotol air mineral.
"Tuh anak kenapa?" Tanyanya kepada rekannya.
"Gue dengar kemarin Amel dan Serena nyusun untuk RAB dan laporan pertanggungjawaban. Terus ada yang mengganjal, karena RAB dan laporan yang diberikan berbeda. Amel hampir melaporkannya ke bos, tapi Dino udah ngambil laporan itu duluan. Mungkin kedua curut itu ngadu kali ke bos." Curut yang dimaksudnya adalah Serena dan Amel. Baik Dino dan Rika, tidak terlalu dekat dengan Amel dan Serena. Hal itu tampak jelas ketika mereka hampir tak pernah bertegur sapa kecuali melemparkan senyum kecil dan salam sebagai formalitas semata atau jika hanya ada yang mau dibahas tentang pekerjaan mereka, padahal mereka berada pada divisi yang sama.
Serena yang tiba-tiba muncel entah sejak kapan memberi senyum cerahnya, ia mengambil gelas lalu mengisinya dengan air putih dari dispenser. Sementara kedua orang tersebut hanya mengangkat bahu tak merasa bersalah meski sempat terkejut. Setelah gelasnya penuh Serena membungkuk sedkit lalu berlalu dari sana, kembali ke kubikelnya. Perasaan lega menghampirinya karena ia dapat menyelasikan satu pekerjaan utama yang harusnya ia terlibat dari bulan kemarin.
***
KAMU SEDANG MEMBACA
Jangan Buang Aku, Ayah!
General FictionSeperti halnya uang. Bahkan ketika lusuh sekalipun kau akan tetap berharga. Sekalipun dibuang oleh keluarganya, Serena menemukan keluarga baru sebagai pelipur lara. Gadis bernama lengkap Serena Latifa tersebut memliki keterbatasan dalam bicaranya. H...