BAGIAN 45

73.9K 6.6K 66
                                        

Diaz duduk menyandarkan setengah badannya di sandaran ranjang. Matanya tak lepas dari wajah adiknya yang begitu bersaja, ada sedikit lingkaran hitam di area matanya. Mata yang sebelumnya menyiratkan ketakutan dan menatap awas padanya seolah di adalah penjahat. Tapi Diaz tak menampik itu, nyatanya dialah penjahatnya, dialah yang menyiksa adiknya.

"Makan dulu, lalu minum obat." Ujar Serena menyodorkan sepiring nasi berisikan lauk yang diterima oleh Diaz. 

"Terima kasih." Ucap laki-laki tersebut sangat kecil. Kemudian mulai menyendokkan makanan tersebut ke dalam mulutnya. Selama beberapa saat, tak ada yang bersuara, hanya ada bunyi dentingan sendok yang beradu dengan piring yang mengisi suasana yang semakin malam.

Serena hanya mengamati Diaz yang makan dengan lahap seperti orang tidak makan berhari-hari. Wajah Diaz terlihat lebih tirus dan lingkaran hitam yang nampak jelas pada matanya. "Mau nambah lagi?" Tanya Serena melihat Diaz usai menelan seluruh makanan yang sudah tak bersisa bahkan sebutir nasinya.

Diaz menggeleng, ia menerima segelas air putih yang diberikan oleh Serena dan sebutir paracetamol. Belum ada pembicaraan lain yang keluar dari keduanya selain pertanyaan formal dari Serena.

"Istirahat dulu. Besok baru pulang atau kalau panasnya tidak turun, ke rumah sakit saja. Aku keluar." Kata Serena yang hanya di balas anggukan oleh laki-laki itu. 

Diaz melihat Serena hingga menghilang di balik pintu yang sudah tertutup. Ia membaringkan badannya di atas ranjang tersebut dengan nyaman. Ada kelegaan yang melingkupi dadanya saat mengingat dimana dirinya sekarang bukan lagi di depan gerbang. Namun berada di dalam rumah yang adiknya tinggali. Ia dapat merasakan kehangatan yang terjadi dalam rumah minimalis tersebut. Matanya yang sudah terpejam mengeluarkan air dengan segaris senyum tipis di bibirnya. 

"Tunggu kakak, Serena. Aku tidak bisa memperbaiki apa yang sudah terjadi di masa lalu. Tapi aku akan memperbaiki saat ini dan masa depan." Lirihnya dalam hati.

Serena terbangun saat jam menunjukkan pukul 03.00 pagi, kebiasaanya untuk melakukan sholat malam sudah seperti alarm dalam tubuhnya bahkan sekalipun ketika ia sedang tidak bisa mengerjakan sholat seperti saat ini. Baru saja ia akan kembali merebahkan tubuhnya kembali pada kasur ketika otaknya negingat bahwa ada orang lain di rumahnya yang ia bawa masuk semalam. Sebelum beranjak dari kasurnya dia melirik ke sebalah dan melihat Ghea tidur dengan pulas speerti biasa.

Ia segera menyambar jilbab yang tergantung di belakang pintu kamar, segera turun untuk melihat kondisi Diaz. Langkahnya terhenti pada pintu coklat di lantai satu rumahnya, pelan-pelan Serena menekan tuas pintu kamar yang tidak terkunci tersebut dan mendekati ranjang yang di tempati Diaz. Keringat dingin bercucuran di kening Diaz yang menimbulka  kerutan pada wajah Serena, dengan cepat ia memegang kening itu dan merasakan panas Diaz semalam tidak menurun. Tanpa membangunkan sang empunya badan ia sedikit tertati keluar dari kama itu dan membiarkan penerangannya hanya dari lampu tidur yang berada di atas nakas.

Tak lama Serena kembali dengan membawa bejana berisikan air hangat dan handuk kecil di tangannya. Serena duduk bersimpuh di atas lantai berlapikan karpet berbulu sehingga tidak terlalu dingin untuk ia duduki. Serena memeras handuk yang sebelumnya sudah ia celupkan pada air hangat di sampingnya. Lalu dengan hati-hati ia meletakkan handuk tersebut di kening Diaz. 

Kening Diaz membentuk beberpa lipatan, sedikit terusik ketika handuk hangat itu diletakkan Serena pada keningnya. Takut-takut Serena masih menahan tangannya di udara untuk melihat reaksi Diaz. Namun dungkuran halu kembali teratur diikuti Serena yang menghela nafas lega. Gadis tersebut dengan telaten mencelupkan kembali handuk kecil itu ketika merasakan hangatnya menghilang. Serena memperbaiki letak selimut yang sedikit berantakan pada tubuh Diaz. Kemudian kembali pada posisi duduknya semula. Sambil menunggui demam laki-laki itu menurun ia merebahkan kepalanya di pinggir ranjang tersebut hingga tak sadar alam mimpi sudah merenggut kesadarannya.

Jangan Buang Aku, Ayah!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang