BAGIAN 48

68.9K 6.4K 109
                                    

Farah masih menatap Diaz dengan tatapan tak terbaca. Sementara DIaz membawanya duduk di sofa bergabung dengan Serena yang menatap kedua kakaknya itu dengan takut karena Farah yang tadi berteriak kepada Diaz seolah laki-laki tersebut melakukan hal yang salah.

Diaz yang menanggap gelagat tak biasa Serena langsung menggenggam tangan adiknya yang sudah mendingin. Ia yakin pasti kalau penyebab tangan tersebut dingin bukan karena AC pada ruangan tersebut melainkan karena katerkejutannya terhadap teriakan Farah barusan. Dengan cepat Serena menarik tangannya dari genggaman Diaz.

"Kak, jangan gila!" Sentak Farah lagi melihat kelakuan kakaknya. Serena sudah tidak nyaman untuk duduk di tempat tersebut. Ia menggigit bagian dalam bibirnya tanpa sadar.

"Jangan teriak, Farah." Tegur Diaz menatap farah yang duduk di seberang mereka penuh ancaman.

"Bagaimana aku tidak teriak kalau kakak....Apa maksudnya kakak mengajak Tifa kencan?" Farah tak percaya dengan apa yang dipikirkan oleh Diaz. "Jangan gila, kak, dia adik kita." Farah sudah tidak bisa menahan tangisnya, kecewa bercampur emosi.

"Kencan?" Tanya Diaz dengan alis menukik tajam. 

"Kakak bilang akan keluar dengan orang spesial....Kakak dia Tifa adik kita. Kakak tidak boleh pacaran sama dia." Farah semakin tidak bisa menahan sesak di dadanya karena Diaz yang tak juga mempercayainya bahwa Serena adalah adik mereka.

Bahu Diaz merosot baru mengerti arah pembicaraan adiknya. "Serius kamu nganggap kakak sister complex?" farah tak menjawa, namun masih menatap kakaknya dengan tajam. "Kakak sudah tahu bahwa Serena adik kita, Fa. Kamu selalu nanya kakak kemana akhir-akhir ini, kan? Kakak ke rumah Serena." Diaz menolek ke arah Serena, ia kembali meraih tangan adiknya. 

"Jangan takut, ya, kami nggak marah sama kamu." Ia berkata lembut kemudian menggenggam erat tangan itu menyalurkan sedikit ketanangan.

"Aku masih bingung, jadi maksud kakak...." Farah meremas rambutnya sendiri masih tak paham akan situasi apa yang terjadi. Tapi kemudian Diaz mulai memberi penjelasan tentang apa yang sudah ia ketahui termasuk usahanya untuk mendapatkan maaf dari dari adik mereka. Farah bukannya tenang, justru ia semakin mengeraskan tangisnya. Bukan karena dibuat-buat melainkan hatinya sedang dalam kondisi terlalu terkejut sekaligus bahagia. Ia mendekati Serena yang masih terdiam dan sudah cukup tenang. Memeluk gadis tersebut dari samoing dengan erat. 

"Maaf," Gumamnya pelan. "Maaf membuatmu takut. Aku kira kak Diaz mengajakmu pacaran." Farah masih sesegukkan. Ia menenggelamkan wajahnya di ceruk leher Serena yang tertutupi jilbab. Sedangkan Serena masih diam merasakan jilbabnya sudah basah karena gadis yang memeluknya. "Maaf untuk masa lalu yang buruk aku buat padamu, maaf karena telah melukaimu begitu dalam. Maaf karena membiarkanmu nangis sendirian. Maaf." Bahu Farah semakin terguncang karena intensitas tangisnya semakin kuat.

Serena tidak bisa menahan air matanya namun ia tetap diam. Pun dengan Diaz yang juga tak kuasa menahan air matanya untuk tidak mengalir. "Apa seandainya....Seandainya aku tidak menyumbangkan organku padamu, kalian akan tetap meminta maaf?" Tanya Serena akhirnya. Ia sendiri tidak sadar bahwa pertanyaan itu yang akan keluar dari mulutnya untuk pertama sejak ia menginjakkan kakinya di apartemen tersebut.

Diaz yang tadi sudah berdiri hendak merealisasikan niatnya untuk memasak makanan spesial untuk adik-adiknya menghentikan langkahnya mendengar pertanyaan Serena. Farah melepaskan pelukan tersebut perlahan, ia mengusap air matanya Serena yang juga sama derasnya dengan air mata yang keluar dari matanya alih-alih mengusap air matanya sendiri. Sejujurnya Serena bingung apakah ia akan mengakui bahwa jauh sebelum ia sakit dan divonis kerusakan pada ginjalnya ia dan juga Diaz, kakaknya, sudah mencari adik mereka tersebut diam-diam. 

Jangan Buang Aku, Ayah!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang