Double up
***
Perlahan Fatmah membuka kotak tersebut, ia mengerutkan dahi sekilas melihat beberapa buku dengan ukuran yang sama. Ada sekitar tujuh buku di sana dengan sampul yang berbeda-beda. Jari Serena saling bertautan, tubuhnya sudah panas dingin karena tegang bercampur takut. Haris yang melihatnya tidak tinggal diam. Laki-laki tersebut segera memberinya tatapan meyakinkan."Hei, kamu masih mendengarku?" Tanyanya memastikan bahwa Serena masih sadar di tempatnya. Serena melihat Haris dengan perasaan gamang, barulah kemudian mengangguk kecil. Haris kembali tersenyum. "Tidak apa-apa. Tidak apa-apa jika kamu belum belum siap. Tidak apa-apa, Serena. Kami Umi dan Abimu tidak akan marah." Halus. Sangat halus Haris berbicara.
"Buka saja." Ucap Serena hampir berbisik karena memaksa suaranya untuk keluar.
Fatmah melihat anak sejenak kemudian berdiri, menarik gadis itu dalam pelukan. Setelah Serena sudah cukup menguasai dirinya kembali, tangannya menyentuh lengan Tariq yang baru akan mengambil salah satu buku di sana. Tariq menatapnya lembut, lalu mengusap kepala anaknya. Buku-buku itu tidak asing lagi di mata Tariq dan Fatmah ataupun Haris. Namun baik Fatmah maupun Tariq tidak ada yang benar-benar membacanya. Sedangkan Haris, ia hanya pernah membaca beberapa yang dulu Serena tunjukkan ketika awal konsultasinya.
"Aku ingin menemuinya." Ucapnya lirih. Fatmah melihat Tariq pun dengan Haris. Kedua orang tersebut mengangguk pertanda menyetujui keinginan Serena. Orang yang ingin di temui Serena adalah orang yang sedang duduk di luar pagar sana. Entah sudah berapa jam laki-laki itu duduk. Tidak. Laki-laki itu terus melakukan hal yang sama selama seminggu ini.
Setelah mendapat anggukan dari Tariq Serena segera turun dari ranjangnya, berlari kecil dengan perasaan yang tidak bisa di ia deskripsikan seperti apa. Tapi kata-kata Uminya cukup membuat harinya kembali tersentil, memaafkan, ikhlas, dan berdamai dengan masa lalu. Hal yang kerap ingin ia bantah ketika menemukan kata-kata itu entah terucap dari orang-orang atau menemukannya dibuku-buku yang sering ia baca. Namun sekarang ia ingin mencoba, jika itu membuat semua orang bahagia maka tidak ada salahnya sekalipun hatinya ragu.
Ghea sedang duduk di depan televisi dengan toples kaca di atas pangkuannya ketika melihat Serena melewatinya sambil berlari kecil. Ghea memang terkesan lebih cuek terhadap hal-hal yang ia rasa bukan menjadi urusannya. Namun bukan berarti ia tidak peduli. Tapi untuk ikut sekarang dengan urusan Serena, ia tidak ingin salah langkah. Ia tidak tahu apa yang terjadi dalam keluarga kecil itu. Nyatanya sampai pada saat ia menginjakkan kaki di rumah itu, ia pikir hidup keluarga itu tenang-tenang saja. Karena setiap kali keluarga yang di sumbawa menghubungi Fatmah, Fatmah tak pernah sekalipun mengeluh. Tak pernah sekalipun terdengar sedih.
Serena membuka pintu gerbang itu setelah nafasnya kembali teratur, ia bisa melihat wajah pucat Diaz yang mendongak melihatnya yang sudah berdiri di depan laki-laki tersebut. Serena tidak tahu apakah laki-laki tersebut sudah makan atau tidak. Ditambah cuaca malam ini sedikit dingin, tapi laki-laki tersebut hanya memakai kemeja tipis yang membungkus tubuh itu. Pelan Serena memegang lengan atas Diaz, menyuruh laki-laki itu berdiri dalam diam. Ia merasakan tangan Diaz yang menyentuh wajah hangat. Laki-laki tersebut demam. Serena kembali tegak tak mengelak ketika Diaz menariknya dalam pelukan.
Rasa panas menguar dari tubuh laki-laki tersebut. Bahu Diaz cukup terguncang, karena tangis laki-laki tersebut, ketika Serena hendak mengurai pelukan tersebut Diaz semakin mengeratkannya pelukannya. Meski percuma ia sembunyikan air matanya, tetap saja ia tidak ingin Serena melihatnya langsung.
"Maaf." Gumam Diaz. Tubuhnya yang tadi lemas karena belum menyentuh makanan seharian ini, kini menjadi lebih bertenaga.
Serena mengangguk di dada laki-laki tersebut. Ada senyum kecil dibibir tipisnya, merasakan perasaannya menghangat meski panas dari tubuh Diaz menguar mendominasi.

KAMU SEDANG MEMBACA
Jangan Buang Aku, Ayah!
Ficción GeneralSeperti halnya uang. Bahkan ketika lusuh sekalipun kau akan tetap berharga. Sekalipun dibuang oleh keluarganya, Serena menemukan keluarga baru sebagai pelipur lara. Gadis bernama lengkap Serena Latifa tersebut memliki keterbatasan dalam bicaranya. H...