His Weak Side

3.2K 459 48
                                    

Yoongi masih berharap ucapan yang Jisoo keluarkan kemarin hanyalah sebuah ilusi semata, ia masih tidak menyangka kalimat terkutuk itu akan keluar dari mulut Jisoo. Ia pikir Jisoo hanya akan marah dan meminta waktu berpisah sementara untuk menenangkan diri bukannya perpisahan berupa perceraian seperti yang gadis itu katakan.

Yoongi mengerang kesal saat panggilan telponnya di alihkan dan untuk kesekian kalinya Jisoo enggan mengangkat panggilan tersebut, menelpon ketiga kakaknya yang lain juga percuma. Pernah ia mencoba menelpon Namjoon, karna hanya lelaki itu satu-satunya yang masih menjawab panggilan dari dirinya, Namjoon hanya mengatakan bahwa Jisoo tidak mau berbicara lagi dengannya.

"Aku tahu ini sulit untuk kalian berdua, tapi Jisoo sudah memutuskan bukan? Kuharap kau bisa menghargai dan menerimanya, hyung."

Menerimanya? Sampai kapanpun juga Yoongi tidak akan pernah mau mengiyakan perceraian tersebut. Ia tahu dirinya salah tapi tidak bisakah diberi kesempatan kedua?

"Tuan, permisi." Pintu terbuka dan menampilkan sosok kepala departemen keuangan bernama Jungwoo di sana, menatap ragu-ragu bosnya dengan tangan memegang beberapa berkas.

"Ada apa lagi?" Jungwoo menelan ludah gugup. Kenapa bosnya bisa sangat menyeramkan begini? Oke, Yoongi  memang tidak pernah tersenyum sih sebelumnya dan lebih sering menampilkan raut datar tapi ia rasa itu lebih baik daripada tatapan dinginnya sekarang.

"Ada laporan bulanan yang harus kau periksa terkait penjualan." Yoongi menerima dan mulai membuka satu persatu lembar kertas tersebut, matanya menukik saat ada deret angka yang ia rasa tidak pantas berada di sana. Jungwoo tersentak saat laporan tersebut di banting ke meja, tidak menimbulkan bunyi keras tapi cukup membuat jantung pemuda tampan tersebut berdegub tak karuan.

Mati aku, mati aku.

"Bagaimana bisa penjualan kita menurun begitu? Kau tidak melakukan tugasmu dengan baik ya?"

"Ma-maaf, tuan. Ta-tapi itu penjualan kita hanya menurun sedikit dan tetap mendapat laba."

"Sedikit atau tidak, tetap saja ini menurun. Bukankah tugasmu untuk menstabilkan angka penjualan atau bahkan meninggikannya?"

"Ma-maaf, tuan."

"Segera perbaiki aku tidak mau lihat bulan depan laporan keuangan kembali seperti ini lagi. Paham?"

"I-iya, permisi." Jungwoo buru-buru mengambil laporan tersebut, membungkuk lalu melangkah keluar dari ruangan kramat itu membuat Hoseok yang berada di meja depan mengerutkan keningnya bingung.

"Ada apa? Kenapa kau panik begitu?" Hoseok mengutarakan pertanyaan saat melihat raut wajah milik rekannya,

Jungwoo melirik sekilas ke ruangan yang tertutup pintu, "Siaga satu." Bisiknya.

Jawaban singkat tersebut mungkin terdengar ambigu, tapi tidak bagi para karyawan yang sudah cukup lama bekerja di kantor Yoongi. Siaga satu berarti situasi darurat di mana Yoongi sedang dalam mood buruknya, kesalahan sekecil apapun akan terlihat sangat besar bagi Yoongi. Ini bukan pertama kalinya Hoseok melihat Yoongi dalam mood buruk seperti ini, ia sudah pernah melihat Yoongi murka dan marah-marah pada bawahannya yang entah kenapa kali ini berbeda, Yoongi terlihat kacau.

Hoseok menimbang, apakah ia harus bertanya keadaan Yoongi? Pemuda tersebut menjadi seperti sekarang usai kejadian yang melibatkan Jaera dan Jisoo sore itu. Hoseok tidak tahu menahu sebenarnya apa yang terjadi, selepas Yoongi pergi mengejar Jisoo, keesokan harinya wajah pemuda itu lebam, lalu sejak kemarin Yoongi terus marah-marah. Sudah seperti gadis remaja yang tengah pms, tapi'kan Yoongi bukan seorang gadis apalagi remaja.

My Little Wife[✔]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang