Terkadang seseorang ingin berhenti berjuang bukan karena mereka udah nggak cinta lagi, tapi karena mereka udah lelah dan nggak ingin membuat dirinya terluka lebih dalam lagi.
-Natasha-
"M-makasih udah nganterin g-gue pulang!" Ujar Acha saat ia sudah turun dari motor Zean.
Zean tertawa pelan lalu mengangguk. "Santai aja kali. Udah kewajiban gue itu mah!" Acha mengangguk singkat.
"Ya udah, kalo gitu gue pulang dulu!" Lanjut Zean.
"Nggak mau mampir dulu?" Acha merutuki mulutnya yang dengan gampangnya mengeluarkan tawaran seperti itu kepada seorang Zean.
Zean terkekeh pelan dan menggeleng. "Enggak, Cha. Udah mau Maghrib soalnya, Lo jangan lupa makan sama sholat ya!" Acha mengangguk dan tersenyum. "Ya udah, gue balik dulu!" Zean mengacak puncuk kepala Acha gemas, membuat gadis itu mematung di tempat.
Zean melempar senyum kepada Acha, setelahnya ia langsung mengegas motornya dengan kecepatan normal. Acha memegangi dadanya yang berdegup kencang.
"Zean sialan!" Gumam Acha pelan. Ia memasuki rumahnya dan melihat motor Nathan sudah terparkir apik di garasi rumahnya. Mungkin Nathan sudah pulang, pikirnya.
Acha langsung saja masuk ke dalam rumahnya, tak lupa juga untuk memberi salam. "Assalamualaikum!" Seru Acha namun tidak ada yang menyahut. Entah itu kedua orang tuanya atau Nathan sekali pun.
"Kemana semua orang?" Tanya Acha bingung. Ia melepas sepatunya dan ia letakkan di rak sepatu, lalu ia berjalan perlahan menaiki tangga. Acha melongok di pintu kamar Nathan yang agak terbuka, nampak Nathan tengah duduk sembari memegang gitar kesayangannya. Entah apa yang sedang di pikirkan oleh kembarannya itu yang pasti Acha nanti harus menyuruh Nathan untuk membicarakan semua kepadanya.
Acha memilih untuk memasuki kamarnya dan langsung mandi. Tepat setelah itu, adzan Maghrib berkumandang, sebelum ke kamar Nathan, Acha memilih untuk menunaikan ibadah sholat Maghrib terlebih dahulu.
Tidak sampai sepuluh menit Acha sudah selesai melaksanakan kewajibannya. Kini, gadis itu sedang berdiri di depan pintu kamar Nathan. Acha mengetuk tiga kali pintu itu namun tidak ada sahutan. Acha memilih untuk langsung masuk ke dalam kamar Nathan. Laki-laki itu masih belum selesai sholat Maghrib. Acha memilih menunggu di pinggiran kasur, melihat-lihat isi kamar Nathan yang terdapat poster Captain America.
"Ngapain ke kamar gue?" Tanya Nathan sembari melipat sajadahnya. Acha menoleh, menatap Nathan dengan deretan giginya yang putih.
"Ayah sama bunda mana, bang?" Alih-alih menjawab, Acha malah bertanya balik.
"Ke rumah nenek!" Jawab Nathan singkat. Acha mengangguk paham.
"Gue mau, Lo curhat ke gue! Gue pengen tau sebenernya, Lo ada masalah apa? Kenapa akhir-akhir ini sifat Lo agak berubah? Kayak bukan Nathan yang gue kenal sumpah!" Nathan melirik Acha sekilas. Tanpa mencopot peci yang melekat di kepalanya, Nathan berjalan menuju balkon kamarnya.
"Gue nggak ada masalah, Cha!" Acha menggeleng, ia mendekati dan berdiri di samping Nathan. Ikut memandangi langit malam yang di taburi bintang kelap kelip.
"Gue tau Lo ada masalah, Nath. Lo bisa bohong ke semua orang tapi nggak buat gue! Lo itu kembaran gue, gue tau Lo itu lagi nggak baik-baik aja!" Acha menoleh, menggenggam tangan Nathan hangat. "Cerita sama gue,"
Nathan menoleh, ia menghela napas gusar. Haruskah ia menceritakan masalahnya kepada kembarannya? Atau Nathan memilih untuk memendam semuanya sendiri dan membiarkan masalah itu larut dalam pikirannya?
KAMU SEDANG MEMBACA
Story Of The Twins (SUDAH TERBIT)
Teen Fiction[SEQUEL MY CRAZY BOYFRIEND] DAPAT DIBACA TERPISAH FOLLOW SEBELUM BACA #1 TWINS 20-07-2020 Kembar? Selintas apa yang ada di pikiran kalian saat mendengar kata 'Kembar'? Mungkin anak Kembar itu selalu kompak dan selalu memakai pakaian yang sama. Akur...