44 - Empty

3.3K 374 221
                                    

Gelak tawa memenuhi seisi ruangan yang kini sudah diisi lima orang remaja. Acha mengintip lewat tirai jendela yang sengaja ditutup. Hujan deras masih turun membasahi bumi. Ia mendesah berat. Entah kapan hujan itu akan berhenti.

"Sepi banget tau nggak, Nath, kalo nggak ada lo!" celetuk Farrel dan diangguki oleh Darren.

"Iya! Jadi nggak ada yang bisa kita jadiin kambing hitam!" timpal Darren membuat tawa kembali terdengar.

Nathan melempar kulit kacang ke arah Farrel dan Darren. "Sialan!"

Acha menggeleng pelan melihat tingkah saudara kembarnya dan juga kedua teman gesreknya. Baru saja sadar tetapi Nathan sudah seperti orang yang sedang tidak sakit sama sekali. Lelaki itu bahkan tidak mengeluh sedikitpun setelah sadar.

Tubuh Acha tersentak saat Arion menyentuh lengannya. Arion tersenyum hangat. "Kenapa jaketnya dilepas? Gue tahu lo masih dingin, kan? Pake aja."

Acha menggeleng. "Enggak papa, Yon. Lagian gue juga udah nggak dingin lagi kok."

"Pake aja, Cha!"

"Nggak usah."

"Kalo nggak mau nggak usah dipaksa, bro!" Nathan menatap tidak suka Arion. Entah bagaimana ceritanya Acha bisa sampai akrab dengan Arion, yang jelas Acha sudah sangat hutan penjelasan padanya. Jika kedua curut dan satu hama itu pergi, Nathan berjanji akan segera menginterogasi Acha.

"Nathan, apa-apaan sih?!" Acha menatapnya tajam. "Sorry, Yon, Nathan emang nyebelin. Padahal baru aja sadar, tapi sifat nyebelinnya tetep nggak ilang!" cibir Acha. Kalo Nathan nggak sadar-sadar ntar lo kangen, Cha...

Nathan mencebikkan bibirnya. Merasa kesal karena Acha lebih membela Arion ketimbang dirinya. Sumpah demi apapun Nathan tidak rela jika Acha dan Arion berdekatan seperti itu layaknya sepasang kekasih. Hemmm, sepertinya Nathan banyak ketinggalan cerita sewaktu dirinya tidak sadar.

Arion melirik jam tangannya. Ia menghela napas panjang. "Cha, kayaknya gue nggak bisa lama-lama deh. Gue harus jemput nyokap di bandara sekarang, maaf banget ya."

Acha tersenyum. "Santai aja. Nggak papa kok. Nathan juga seneng kok lo jenguk,"

Nathan yang mendengar namanya disebut lantas mencibir. "Seneng dari mananya? Seneng kagak kesel iya!" gumam Nathan pelan.

"Nath, gue anterin Arion ke depan dulu, ya. Dia mau balik katanya."

"Apaan, nggak! Lo tetep disini aja. Lo nggak lihat di luar hujan?!" protes Nathan. Setelahnya ia meringis sambil memegangi jahitannya yang belum kering.

"Tuh, kan, sakit lagi. Makanya jangan suka ngomel-ngomel dong! Lagian gue cuman nganter sampe depan doang. Nggak usah lebay deh!"

"Iya! Iya! Ya udah sana!" Nathan membuang pandangannya ke arah lain. Merajuk. Acha mendesah berat. Semenjak sadar, Nathan sedikit berubah menjadi seorang yang sedikit manja. Dan Acha tidak suka Nathan yang seperti itu.

"Nath, gue cuman nganter dia sampe depan doang, loh. Masa nggak boleh, sih? Kasihan."

Nathan tidak menggubris Acha. Lelaki itu malah sibuk ngobrol dengan Farrel dan Darren. Acha bersungut sebal. Ia menghentakkan satu kakinya ke lantai. Kesal.

"Yuk, Yon. Gue anterin lo sampe depan. Nggak usah urusin makhluk nggak tahu diri itu!" ujar Acha sambil melirik Nathan.

Arion terkekeh pelan. "Nath, Rel, Ren, gue balik dulu. Cepet sembuh, Nath."

"Hm."

Arion berjalan mendahului Acha. Sesudah menutup pintu, mereka berdua berjalan beriringan. Masih terasa sangat canggung. Maklum saja, setelah kenal selama beberapa tahun baru pertama kalinya mereka akrab seperti itu. Apalagi setelah insiden kemarin.

Story Of The Twins (SUDAH TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang