enam

4.8K 108 2
                                    



"Ini meja kerja anda, dan nanti ada karyawan yang bakal membawa berkas-berkas dan memberitahukan jadwal-jadwal Pak walker sekaligus tugas-tugas untuk anda." Jelas Jun.

Jun menunjukan meja lumayan panjang dengan satu kursi untuk sekertaris tepat di depan pintu ruangan Ray. Rica menganggukkan kepala seraya melihat meja itu, kepalanya kembali menoleh ke arah Jun begitu kembali berucap.

"Kalau begitu saya permisi, selamat bergabung— Ricanda."

Rica mengangguk."Terimakasih."

Pria berbadan tinggi itu melenggang pergi sampai hilang di belokan koridor. Rica membuang nafas kasar menatap meja yang akan menjadi meja nya itu. Harapan menemukan pekerjaan yang membuatnya bahagia seakan lenyap, tapi rica tetap bersyukur telah memiliki pekerjaan tetapnya selama tiga tahun, tapi dia lebih bersyukur lagi kalau saja si pemilik perusahaan ini bukan lelaki yang telah menyakiti hati nya di masa lalu.

Luka itu seakan masih membekas setelah luka pertamanya yang lebih menyakitkan. Dirinya di permalukan di depan banyak orang bukan hanya di permalukan, tapi hatinya juga di buat pecah berkeping-keping. Kejadian di masa lalu tentang cinta membuat seorang Rica memutuskan untuk tidak lagi mengenal cinta apalagi sampai berpacaran, banyak sekali pria yang menembaknya dan mengejar-ngejar nya sewaktu kuliah—tapi wanita ini menolak semuanya dengan mentah-mentah.

Rica tidak lagi ingin terlibat dalam kasus percintaan, hati nya hancur cukup oleh seorang Ray —si pria brengsek, tidak dengan yang lain.

"Damn! Kenapa aku harus kembali terlibat dengan pria brengsek sepertinya sih?!" gerutu Rica menatap sinis pintu ruangan bos nya dengan ujung mata.

"Oh tuhannn! Kenapa engkau mempertemukan aku dengan pria setengah dajjal itu?!!!!" Keluh rica penuh kegeraman.

Dengan malas rica menarik kursi itu dan mendudukinya dengan hentakan kesal. Tas yang sedaritadi ia taruh di pundak langsung di lemparkan ke atas meja.

"Lihat! Bahkan aku tidak membawa barang-barang ku! Dan—meja ini masih kosong!!!!" Geram rica menyapu meja yang hanya ada tas nya itu dengan tatapan kesal.

Bingung mau ngapain, Rica pun memilih menjatuhkan kepalanya di atas meja dengan kesal. Bibirnya mengerucut dan terus mendengus kesal.

Tidak lama berselang tiga orang pria datang   menghampiri meja sekertaris. Rica memejamkan matanya merasa kantuk menghampirinya, tanpa sadar di depan meja nya sudah berdiri tiga orang pria. Satu pria memakai kemeja abu-abu membawa komputer layar tipis, pria lain memakai kemeja biru tua membawa telefon kantor dan satu buku agenda, dan pria yang memakai jas hitam membawa dua tumpuk buku lumayan tebal.

"Ekhm! excuse me." Dehem pria ber-jas hitam menyadari Rica yang belum sepenuhnya tertidur.

Perlahan kepala nya mengangkat dengan sedikit malas menatap orang yang mengganggu ketenangannya.

"Kami di perintahkan untuk mengantar barang-barang ini oleh pak walker, dan ini berkas yang akan di per—Ricanda?" ucapan pria itu terpotong dengan menyebut nama wanita di hadapannya itu.

Kedua mata rica melebar menatap pria yang tadi berucap dan menyebut namanya."Van??" kagetnya juga.

Sebenarnya rica tidak begitu kaget kalau bertemu dengan pria ini, tapi dia kaget karena orang yang di suruh jun ternyata Van—pria pertama yang berbica santai dengannya saat pertama kali bertemu.

"woahh! Sudah ku bilang pasti kamu di terima!" seru Van menatap dengan penuh kemenangan akan perkiraannya tadi pagi di lift.

Rica terkekeh pelan."iya iya, kamu benar aku di terima." kelakar rica."oh ya, itu—tadi ucapan mu terpotong?" ucapnya sedikit memelan.

what's wrong with Mr. Walker ?!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang