tiga lima

1.5K 48 6
                                    

jangan lupa tinggalkan jejaknya ^•^



↓↓↓





"Rica!"

Wanita yang di panggil membalikkan badan begitu seseorang memanggil namanya.

"Oh? Ada apa, Van?" tanya Rica, begitu membalikkan badan melihat Van berdiri menghadapnya.

"Kau pulang sendiri?" tanya Van.

Kening Rica menampilkan kerutan, tidak biasanya Van bertanya seperti itu. Padahal memang setiap hari Rica pulang sendiri, kadang di antar juga oleh Ray.

Ia mengangguk. "Iya. Ada apa, Van?"

"Kebetulan aku pulang sendiri, mau ku antar?" Van menawari diri, yang langsung di balas gelengan kepala oleh Rica.

"Tidak, terimakasih. Aku bisa pulang sendiri." tolak Rica secara lembut.

"Tidak papa, kau aku antar. Lumayan tidak mengeluarkan uang." ujar Van. "Gimana? Mau?"

Rica tampak berfikir sebentar, ucapan Van ada benarnya juga, tapi dirinya merasa tidak enak kalau di antar oleh Van. Karena terlalu lama diam, Van kembali memanggil namanya.

"Rica?"

"Ha? Emm... Baiklah." Rica mengangguk seraya tersenyum tipis.

Van mengembangkan senyumannya, mengambil tangan Rica untuk di genggam, lalu membawanya berjalan berdampingan menuju parkiran kantor.

Rica sedikit terkejut saat tangannya di genggam oleh Van. Sebenarnya tidak masalah, tapi rasanya aneh saat tubuhnya menyentuh bagian tubuh Van.

Van membukakan pintu mobil untuk Rica, lalu Rica masuk ke dalam mobil duduk di sebelah kursi pengemudi. Van menyusulnya masuk dari pintu lain dan memasang seatbelt, lalu melajukan mobil meninggalkan area parkir kantor untuk bergabung dengan kendaraan lain di jalan raya.

Selama perjalanan tidak ada yang membuka pembicaraan, mereka berdua sibuk diam menikmati perjalanan tanpa berniat membuka suara. Sebelum akhirnya Van bertanya pada Rica.

"Emm.. Ric."

"Ya?" Rica menoleh ke arah Van, pria itu meliriknya sekilas.

"Kau sedang ada hubungan apa dengan pak Ray?" tanya Van, sedikit hati-hati.

Tubuh Rica seketika menegang, kenapa Van menanyakan itu?? Apa dia melihat kegiatan yang dirinya lakukan di dalam ruangan Ray?? Oh no! Kalau itu benar... Mati saja Rica!!

"T–tidak, tidak ada hubungan apa-apa. Kenapa memangnya?" Rica balik bertanya.

Van menggelengkan kepalanya, dan tersenyum tipis. "Nothing. Aku hanya bertanya."

Rica memangut-mangutkan kepalanya. Mereka kembali fokus ke jalanan, sibuk dengan pikiran masing-masing sampai mobil yang di kendarai Van berhenti di salah satu tempat makan.

Kening Rica mengerut, menatap bertanya pada Van yang sedang melepas seatbeltnya. "Kenapa ke sini? Ini bukan rumah ku."

"Aku tau. Kita makan dulu, ya? Aku lapar."  jawab Van, memegang perutnya memasang wajah melas.

Rica menghela nafas, mau tidak mau dia mengiyakan dan mengangguk. "Baiklah."

Mereka berdua turun dari dalam mobil, berjalan berdampingan ke dalam restaurant itu. Van memilih tempat pojokan yang tidak begitu ramai, duduk bersama di sana dan memesan makanan untuk dirinya dan Rica.

Rica mengedarkan pandangannya ke setiap sudut restaurant itu, karena interior design restaurant itu membuat matanya terpikat untuk di pandang. Di tambah hiasan pernak pernik natal, membuatnya semakin enak di pandang karena sebentar lagi hari natal.

what's wrong with Mr. Walker ?!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang