tujuh belas

3K 79 5
                                    

Malam ini, sesuai dengan ide Lucas Ray pergi ke rumah Rica-sang sekertaris. Sudah sekitar lima menit Ray berdiri di depan rumah Rica tanpa ada niatan untuk mengetuk pintu agar si pemilik keluar.

Pria itu tetap berdiri menghadap rumah Rica, punggungnya bersandar ke mobil dengan kedua tangan di masukkan ke dalam saku celana nya.

Matanya melirik jam tangan yang terpasang di pergelangan tanganya. Pukul 23.36 malam. Bukankah sudah cukup malam untuk seseorang yang ingin bertamu?

Ray tetap diam memandang pintu berwarna coklat di hadapannya itu, sebenarnya selama lima menit itu Ray sedang memikirkan hal-kenapa aku harus ke sini?-untuk apa aku rela-rela kerumah nya di tengah malam begini?-bukankah aku bisa meminta maaf besok di kantor??

Semua pertanyaan itu muncul memenuhi pikiran nya dan juga bingung bagaimana menjawab semua pertanyaannya sendiri, dia saja bingung kenapa harus senekat ini.

Setelah menimang-nimang akan bertamu atau tidak, pada akhirnya Ray lebih memilih untuk pulang.

Katakan dia pengecut. Oh ayolahh-dia tidak pernah seperti ini sebelumnya, jika ingin meminta maaf maka Ray akan mudah mengucapkan kata maaf kepada orang itu, tapi mengapa kini hal itu sulit di lakukan?

Kenapa juga Ray harus membuang waktunya pergi ke rumah Rica jika hanya berdiam saja menatap rumah minimalis itu, bukankah lebih baik dia bersenang-senang di club Lucas dan bermain dengan para jalang-jalang di sana?

Tapi, kata hatinya berkata untuk segera meminta maaf kepada Rica, sebelum wanita itu menjauhinya. Kenapa juga Ray harus takut di jauhi oleh Rica? Tidak mungkin dia menyukainya, atau mungkin dia hanya menyukai tubuh nya?

Perkataannya yang selalu terucap begitu saja tentang ingin kembali dengan wanita itu hanyalah bualan saja. Tidak mungkin Ray akan kembali dengan Rica yang jelas-jelas dia adalah mantan pacarnya. Dan jika Ray kembali bersama Rica, sudah di pastikan harga dirinya pasti telah hilang.

Ray menghembuskan nafas beratnya. Setelah berdiam selama lima menit dengan udara yang semakin dingin dan menusuk kulitnya yang hanya terbalut kemeja hitam, Ray pun memutuskan untuk pulang saja, sebelum ada tetangga yang melihatnya dan mengiranya akan melakukan tidak-tidak.

Cklek.

"Pak walker?"

Suara pintu terbuka di susul suara seorang wanita menyebut namanya membuat pergerakan tangan Ray yang hendak membuka pintu terhenti. Perlahan Ray membalikkan badannya menghadap sumber suara.

"A-apa yang sedang bapak lakukan di depan rumah saya?" ada nada takut dan juga bingung saat Rica bertanya.

Ray memalingkan tatapannya ke segala arah karena bingung untuk menjawab apa dan mencari alasan apa.

"Jangan-jangan....bapak mau maling rumah saya, ya?!" tuduh Rica begitu saja."saya perhatiin dari tadi bapak menatap rumah saya terus tanpa ada pergerakan. Bapak mau maling kan? Ngaku!" Rica menodongnya dengan ponsel.

Ray tersentak kaget saat Rica menuduhnya. Keterkagetannya bertambah saat Rica ternyata melihat nya dari tadi.

"Untuk apa saya maling rumah kamu? Properti rumah saya lebih memadai dan lebih banyak dari rumah mu." ucap Ray menyombongkan diri.

"cih! Sombong!" cibir Rica."Lalu apa yang bapak lakukan di depan rumah saya malam-malam gini??"tanyanya lagi.

Ray diam, kebingungan kembali menyerangnya. Apa yang harus dia Jawab?

"Hanya melihat saja, saya takut ada maling sungguhan yang masuk ke dalam rumah mu." Bohong Ray.

Mata Rica memicing menatap Ray."Jangan menatap ku seperti itu!"kata Ray salah tingkah.

what's wrong with Mr. Walker ?!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang