Naya Putri, gadis cantik yang terlahir dari keluarga sederhana.
Sekitar tiga tahun Ayah Naya mengalami lumpuh, beliau tidak bisa melakukan apapun tanpa bantuan oranglain. Karena penyakit sang Ayah, membuat Ibu Naya harus membanting tulang demi menafkahi keluarga.
Asih, ibu Naya dengan terpaksa merantau ke kota untuk mencari pekerjaan yang layak baginya. Hingga kenalannya membantu beliau mencari pekerjaan, menjadi asisten rumah tangga. Tidak ada pilihan apapun saat itu.
Selama ibunya bekerja, Nayalah yang mengurus sang Ayah di kampung halaman. Ibunya akan sesekali pulang ketika di beri cuti oleh majikannya.
Hingga hari ini, Ibu Naya pulang ke kampung halaman tepat saat Ayah Naya menghembuskan napas terakhirnya.
"AYAHHH!" jerit Naya pilu, ketika sekujur tubuh sang Ayah terasa dingin dan kaku.
Ardi, ayah Naya terbaring kaku di hadapannya. Wajahnya yang sering menampilkan senyum, kini telah sirna. Sirna bersamaan dengan penyakit yang beliau derita.
"Ibu, Ayah pergi. Hiks. Hiks" di peluknya tubuh rapuh Naya oleh sang Ibu. Ibu Naya menatap tubuh sang suami dengan tatapan sedihnya. Tak menyangka suaminya akan pergi secepat ini.
"Kenapa Mas pergi secepat ini?" hati Asih merasa sakit. Kenyataan ini lebih sakit saat Asih mengetahui suaminya lumpuh.
"Ikhlaskan, Nak. Ayahmu sudah tidak merasakan sakit lagi" bisiknya pelan penuh kasih sayang seorang ibu pada anaknya.
Asih berusaha tegar dan kuat demi Naya.
"Ayah. Ayah tidak gagal kok jadi kepala keluarga. Ayah adalah Ayah yang hebat. Naya sama Ibu bangga punya Ayah" gumam Naya ketika dirinya ingat pembicaraannya dengan sang Ayah tempo hari.
Hati Asih sakit saat mendengar gumam-man Naya. Demi tuhan, Asih tak pernah menganggap suaminya gagal dalam hal apapun.
Ini semua khendak dari sang maha kuasa.
Ini sudah takdir.
Tempo hari Ardi mengatakan gagal menjadi kepala keluarga. Dan saat itu juga Naya menyangkalnya, Naya tidak pernah menganggap Ayahnya gagal menjadi kepala keluarga. Begitu pula dengan Asih, Asih tidak pernah ada rasa kecewa, marah ataupun menyesal telah hidup bersama sang suami.
...
"Semoga Ayah tenang di alam sana, Naya akan selalu mendoakan Ayah" bisik Naya pilu saat memeluk nisan sang Ayah.
Ayahnya kini sudah bersatu dengan tanah. Ayahnya kini sudah kembali ke sang kuasa.
"InsyaAllah, Mas. Asih akan mendidik Naya hingga sukses" ucap Ibu Naya, lalu ikut memeluk batu nisan sang suami.
"Aku akan menggantikan peranmu, menjaga dan mendidik putri kita"
•••
Tiga hari telah berlalu. Naya dan Ibunya harus bisa menjalankan hidupnya. Membuka lembaran baru tanpa melupakan kenangan di masa lalu.
Sepeninggalnya sang Ayah, Naya akan ikut bersama sang Ibu ke rumah majikannya.
"Naya ikut ya sama Ibu ke kota, kita tinggal di rumah majikan Ibu" kata Ibu Naya membuyarkan lamunan Naya. Naya duduk di teras halaman rumah, seraya mengenang kenangan dengan sang Ayah.
"Iya, Bu. Naya ikut" Asih, Ibu Naya menghela nafas lega.
Rumah sederhana yang penuh dengan kenangan harus Naya tinggalkan.
"Nanti kamu sekolah juga kok di sana, Ibu akan daftarkan" ucap Ibu Naya duduk di samping Naya seraya mengusap pelan kepala Naya.
"Gak usah, Bu. Naya gak papa kok berhenti sekolah, dari pada liat Ibu harus banting tulang" tolak Naya. Naya tahu kehidupan keluarganya jauh dari kata mewah.
"Gak. Kamu akan sekolah di sana" tegasnya. Asih tidak ingin pendidikan putrinya putus hanya karena perekonomian keluarga. Dirinya dan almarhum suaminya akan sangat merasa gagal mendidik dan membahagiakan anaknya.
"Kalau bisa, nanti Ibu daftarin kamu di sekolah anak majikan Ibu" lanjutnya.
#####
Semoga suka dengan cerita baru.
Jangan lupa voted and comment.
ARHANAYA-by. Aninuraeni
03 Juli 2020.
KAMU SEDANG MEMBACA
ARHANAYA || SUDAH TERBIT ||
Teen FictionCERITA SUDAH TIDAK LENGKAP. UNTUK PEMESANAN NOVEL ARHANAYA BISA LANGSUNG DI SHOPEE swpbookstore_ ATAU LINKNYA CEK DI BIO INSTAGRAM @sunwater_publisher --- Kisah tentang Arhan dan Naya. Arhan Putra Wira, anak tunggal dari keluarga Wira yang memiliki...