15. Memori (Revisi)

114 14 2
                                    

Seokjin mengelus bekas luka Daehyun dan terus meminta maaf. Walau lukanya benar-benar telah tertutup sempurna, tetap saja itu meninggalkan bekas yang tidak halus akibat jahitan yang Daehyun dapat.

“Jika saja aku lebih hati-hati, kecelakaan itu pasti tidak akan terjadi. Aku berjanji... aku berjanji akan melindungimu,” kata Seokjin sambil mengelus kepala Daehyun.

“Bukan ‘aku’ tapi ‘kita’, Hyeong.” Seokjin segera menghapus air matanya saat mendengar suara Namjoon. "Jangan lupakan kami."

“Namjoon, bagaimana dengan Taehyung dan Jungkook?”

“Yang lain telah mengurusnya.”

Namjoon sejenak menatap mata Seokjin yang memerah lalu menghela napas kecil.

“Ayo, kita cari udara segar.”

Seokjin setuju, ia harus menyegarkan kembali pikirannya. Tidak akan terjadi apa-apa selama mereka bersama. Semuanya akan berjalan sesuai dengan rencana yang mereka susun bersama. Membuat Daehyun sibuk agar ia tidak melakukan sesuatu yang membahayakan dirinya, membuat sang Dongsaeng mengingat mereka, dan memastikannya aman dan selalu bersama. Mereka keluarga, bukankah keluarga selalu bersama? Jika ada yang mencoba memgambil apa yang seharusnya berada di sampingnya, maka ia tidak akan ragu-ragu memgambil senjatanya. Masa bodoh dengan semua pesan kakek mereka.

Ia menyelimuti Daehyun lalu mengikuti Namjoon menuju rooftop.

“Kau tahu, kan? Kalau aku tidak tahan dingin,” gerutu Seokjin sambil menggesekkan kedua tangannya lalu menaruhnya di kedua pipinya.

“Makanya aku membawa ini,” sahut Namjoon lalu memberikan Seokjin Hot Pack.

"Kenapa kau tidak memberikannya kepadaku sebelum naik kesini?" gerutu Seokjin lalu berjalan ke pembatas rooftop, diikuti dengan Namjoon.

Mereka hanya menikmati suasana malam kota dan hembusan angin lembut yang menerpa mereka. Tanpa ada yang memulai pembicaraan setelah melihat kejadian tadi. Setelah puluhan menit mereka habiskan di sana, akhirnya Namjoon angkat bicara.

“Hyeong, apa ada yang kau sembunyikan dari kami?”

Seokjin tidak terkejut mendengar hal itu, sebab ia tahu Namjoon pasti akan menanyakannya.  Ia duduk di salah satu kursi yang ada lalu menceritakan bahwa sebelum ia kehilangan kesadaraan, ia melihat Daehyun dibawa oleh sekelompok orang, tapi ia tidak memberitahu lebih detail siapa yang menggendong Daehyun jauh dari mereka. Sangat sulit untuk diungkapkan, pikirnya.

“Kenapa mereka membawa Daehyun ke rumah sakit terlebih lagi itu merupakan rumah sakit yang sama dengan kita?” Pertanyaan itu sudah mengelilingi pikirannya sejak dulu.

Waktu itu, Seokjin sempat bertanya kepada salah satu perawat yang mengurus Daehyun pertama kali. Ia mengatakan bahwa Daehyun dibawa oleh seorang pria bersetelan jas lengkap, ia tidak melihat wajah pria itu lebih lanjut karena kondisi Daehyun yang sudah sangat membutuhkan pertolongan. Saat perawat itu berbalik, pria itu telah pergi dan mendapatkan box penyimpanan donor darah di dekatnya. Tipe yang sama dengan milik Daehyun. Perawat itu juga yakin mendengar pria itu mengatakan identitas Daehyun dengan sangat jelas saat ia menyerahkan Daehyun kepadanya.

Seokjin ingin bertanya lebih lanjut tentang pria itu, tapi ia memilih mengurungnya sebab ia bersama Namjoon dan Hoseok kala itu.

Tapi ia yakin bahwa pria itulah yang telah membawa Daehyun ke rumah sakit dari rekaman CCTV walau pria itu menutupi dirinya dengan sangat baik. Mereka bukan menonton dari ruang CCTV rumah sakit tersebut, tapi dari ruangan mereka. Yoongi meretasnya.

Anehnya, hanya di waktu dan lobby itu yang mereka dapat karena rekaman yang lain telah dihapus. Mereka juga bingung kenapa pria itu tetap meninggalkan satu rekaman untuk mereka lihat sekali. Sebab setelah rekaman itu telah terputar, semua layar monitor langsung gelap dan menghapus semua rekaman yang ada selama mereka dirawat di rumah sakit itu.

Itu sudah 5 tahun yang lalu, tetapi pertanyaan itu selalu memgililingi pikirannya hingga sekarang.

“... apa penyerang itu ada hubungannya dengan—”

“Jangan panggil dia dengan sebutan itu lagi, Kim Namjoon,” sela Seokjin. Ia menekan setiap kata yang ia sebut.

Terlihat jelas terpancar di matanya rasa kebencian yang amat mendalam.

Walau pria itu menolong dan mengembalikan Daehyun kepada mereka, Seokjin tetap tidak akan mengubah pandangannya terhadap pria itu.

Apa pria itu tidak memiliki perasaan? Menggendong bayi dengan pistol di tangannya?! Benar-benar ingatan yang sangat buruk, pikirnya. Terlebih lagi, ia harus menanggungnya sendiri.

Benar-benar tidak ada ingatan yang bagus jika bersangkutan dengan pria itu.

Karena kejadian itu, Seokjin mengajukan diri untuk mengikuti pelatihan khusus Harabeoji selama mereka bertujuh tinggal bersama.
Jika satu ikut maka yang lain pasti ikut mengajukan diri. Harabeoji mereka awalnya menolak, tapi setelah melihat keyakinan di mata ketujuh pemuda itu, akhirnya ia menerimanya. Dengan syarat mereka melakukan ini untuk melindungi Daehyun dan menangkap secepat mungkin orang yang mengincarnya. Tidak ada pembunuhan, tapi hanya ada penangkapan.

Percakapan 5 tahun yang lalu kembali tergiang di kepalanya.

“Kalian tidak berniat untuk membawanya ke suatu tempat, kan?” tanya Harabeoji kepada tujuh pemuda yang berada di depannya.

Terdapat kebanggaan dalam dirinya saat melihat cucu-cucunya mengenakan seragam khusus agensinya. Ia hanya dapat menahan wajahnya saat melihat tiga aggota termuda menegakkan tubuh mereka dengan sigap. Tatapan mata mereka seperti mengatakan bahwa mereka siap dengan pelatihan yang akan mereka dapatkan.

Mereka semua terlihat sangat tampan dan dewasa. Sayang sekali, ia tidak dapat meluangkan waktunya bersama mereka saat masa kecil. Bahkan cucu terkecilnya sangat sulit ia temui sekarang.

“Untuk sekarang ini, tidak. Tapi kita tidak tahu dengan masa yang akan datang,” jawab Namjoon dengan senyum lesungnya.

“Kau dan Seokjin benar-benar seperti pinang di belah dua jika bersangkutan dengan Daehyun, tidak, kalian semua sama saja. Rencana yang berada di kepala kalian sangat berbahaya.”

“Kami melakukannya untuk keselamatannya,” sahut Yoongi santai sambil memainkan pistol BB di tangannya.

"Hyeong, jangan lakukan itu, itu sangat berbahaya," gerutu Jimin.

Yoongi hanya berdehem dan memutarnya sekali lagi lalu memasukkannya ke holster pinggangnya. Jungkook yang melihatnya tentu saja mengikutinya dengan sempurna. Hoseok yang melihat aksi Jungkook memberikannya dua jempol, jangan lupa senyuman yang memancarkan kehangatan. Jungkook yang melihat itu semakin melebarkan senyumannya dan menggosok kecil hidungnya. Tindakannya seperti mengatakan bahwa itu bukan apa-apa.

Suasana yang menyelimuti daerah latihan itu langsung kembali serius saat Harabeoji mereka angkat suara.

“Jangan sampai aksi kalian membuatnya membenci kalian semua," kata Harabeoji memperingati mereka.

“Itu tidak akan terjadi selama ada aku di sampingnya,” sahut Taehyung sambil mengangkat tangannya tinggi-tinggi.

Setelah mendapatkan dua tahun pelatihan, Harabeoji telah menaruh kepercayaan penuh kepada mereka dan kembali ke Perancis. Pelatihan yang mereka dapatkan berupa ilmu bela diri, senapan, dan lain-lainnya agar dapat masuk ke dalam organisasi milik Kakek mereka, Wings.

.

.

Keesokan paginya, sarapan telah siap di meja. Seokjin yang melihat Namjoon baru saja selesai olahraga pagi langsung menyuruhnya untuk membangunkan semua penghuni rumah. Namjoon mengangguk dan langsung melaksanakan tugasnya. Ia berhasil membangunkan Hoseok dan Jimin, entah kalau Yoongi, ia hanya mengetuk pintu kamar Yoongi tiga kali lalu kabur, karena Yoongi cukup menyeramkan saat di bangunkan. Ia menuju kamar Taehyung, dia tidak ada. Begitu juga dengan Jungkook yang tidak berada di kamarnya.

“Mereka pasti ada di sana,” gumam Namjoon cukup kesal lalu berjalan menuju kamar terakhir.

Namjoon membuka kamar Daehyun dengan perlahan dan melihat mereka bertiga tidur dengan lelap, mungkin. Daehyun kelihatannya sulit untuk bergerak karena Taehyung memeluknya dengan erat. Namjoon mencoba membangunkan Taehyung, tapi yang bangun malah Daehyun.
Kedua mata Daehyun perlahan terbuka, ia menatap Namjoon cukup lama.

“Joon Hyeong?” panggil Daehyun yang masih setengah sadar.

Namjoon terkejut saat mendengarnya. Daehyun memanggilnya dengan panggilannya yang sama sebelum kejadian itu terjadi! Apa itu berarti ingatannya telah kembali? Pikir Namjoon.

“Daehyun,” balas Namjoon pelan dengan senyuman tipis, tapi langsung sirna saat Daehyun mengeluh kesakitan.

Sakit tiba-tiba menyerang kepala Daehyun dan sekarang ia merintih kesakitan. Taehyung langsung terbangun saat Namjoon tiba-tiba menghempaskan tangannya dari Daehyun, begitu juga dengan Jungkook. Namjoon mencoba menenangkan Daehyun dalam dekapannya.

“Kepalaku... sakit.” Daehyun menyentuh kepala sebelah kanannya dan menekannya pelan.

“Jangan tekan terlalu keras, kepalamu akan tambah sakit. Coba kau tenangkan pikiranmu,” saran Namjoon lalu menahan tangan Daehyun.

Daehyun mengatur nafasnya agar kembali stabil, mencoba menenangkan dirinya. Ia berusaha sekuat mungkin untuk tidak menangis, meskipun terkadang ia tersentak kecil akibat rasa sakit yang tiba-tiba muncul.

Namjoon segera menyuruh Jungkook agar memanggil Hoseok.

“HOSEOK HYEONG!”

Suara Jungkook yang memanggil Hoseok bergelegar di seluruh penjuru rumah, sampai semua Hyeong mendengarnya termasuk Yoongi yang terbangun olehnya.

Tidak lama kemudian, Hoseok datang dengan peralatan dokternya.
Namjoon kembali membaringkan Daehyun dibantu oleh Taehyung.

“Taehyung, apa kau bisa meninggalkan kami bertiga sejenak?”

Taehyung yang mendengar kalimat itu membuatnya langsung menatap mata Hoseok dengan tidak percaya. Kenapa ia harus keluar? Apa ia tidak bisa tinggal saja? Ia akan duduk dengan manis.

“Tapi… uh, baiklah.”

Ia berniat memohon kepada Hosoek dan Namjoon, tapi ia segera membatalkan niatnya. Ia tidak boleh keras kepala, untuk saat ini.

Taehyung bergabung dengan Hyeong lainnya yang sedang berkumpul di depan pintu kamar, membiarkan Hoseok dan Namjoon menangani Daehyun.

“Jangan paksakan dirimu,” kata Hoseok saat melihat Daehyun mencoba menyandarkan dirinya.

“Tidak apa-apa, Hyeong. Maaf, aku membuat kalian kaget,” sahut Daehyun lalu memperbaiki posisi bantalnya agar ia dapat bersandar dengan nyaman. Sakit kepalanya telah mereda.

“Apa ini sering terjadi?” tanya Hoseok.

Daehyun mengangguk.

“Apa kau bisa memberitahu kami saat kapan saja sakitnya muncul?”

Daehyun berpikir sejenak.

“Sakit kepalaku selalu muncul jika aku memimpikan suatu hal dan terkadang muncul di saat tidak terduga, seperti tadi.”

“Jelaskan kepada kami.”

Daehyun tidak menjawabnya langsung.

“Aku... selalu memimpikan suatu kejadian yang menurutku saling berhubungan. Terkadang mimpi itu baik dan terkadang juga mimpi itu buruk. Mimpi buruk selalu berhubungan dengan sekelompok pria berjas hitam sedang mengejar mobil yang kutumpangi... dan aku langsung terbangun saat mobil itu ditabrak dengan mobil lainnya,” sahut Daehyun yakin.

Para Hyeong yang mendengarnya langsung yakin bahwa itu bukanlah mimpi, melainkan memori Daehyun yang hilang.

“Bagaimana dengan mimpi yang satunya?” tanya Hoseok.

Daehyun tersenyum. Senyumannya benar-benar menandakan bahwa mimpi yang akan ia ceritakan kepada mereka sangat berarti baginya.

“Itu adalah mimpi yang sangat menyenangkan dan membingungkan. Bermain bersama tujuh Hyeong, apa mereka Hyeong yang Halmeoni katakan? Mungkin,” jawab Daehyun lalu menundukkan kepalanya, ia sedang mencerna mimpi itu. Tapi segera berhenti karena rasa sakit di kepalanya kembali lagi jika ia berusaha mengingat wajah ke tujuh Hyeong itu.

“Hanya itu yang kuingat. Sekali lagi, maaf merepotkan kalian.” Daehyun membungkukkan badannya ke arah Hoseok dan Namjoon, ia masih merasa bersalah karena telah membuat mereka kesusahan pada pagi hari juga.

“Tidak apa-apa,” sahut Hoseok sambil mengelus kepala Daehyun pelan. “Apa kau mau makan di kamarmu?”

“Tidak! Aku bisa jalan, sakitnya telah hilang.”

Hoseok tersenyum.

“Baiklah. Kalau begitu, ayo kita segera menuju ruang makan. Seokjin Hyeong telah membuat sarapan yang enak dan sehat.”

Daehyun mengangguk. Para Hyeong yang berada di luar kamar segera berlari menuju ruang makan saat mereka bertiga telah ingin keluar dari kamar. Kala itu, Hoseok yang memiliki alat penyadap di bajunya keluar terlebih dahulu dari pada Daehyun dan Namjoon.

“Hyeong.”

“Ya?”

“Ada yang ingin kukatakan, tapi ini mungkin terdengar bodoh.”

“Katakan saja. Aku akan mendengarnya.”

“Aku rasa... mimpi itu terasa sangat nyata bagiku. Itu seperti memori yang terlupakan. Mimpi terjadi jika ada memori terkait dengan dunia nyata, kan, Hyeong? Memori terkait hal-hal yang kumimpikan.”

Namjoon sejenak terdiam, ia bingung memikirkan balasan yang tepat dan meyakinkan.

“Iya, kau benar... tapi, sungguh?”

Daehyun mengangguk lalu menatap Namjoon lekat.

“Tidak apa-apa jika kau ingin tertawa, Hyeong.”

“Tertawa? Tidak, aku tidak akan  tertawa. Aku malah bersyukur.”
“Eh?”

“Maksudku... aku bersyukur kau terbuka denganku. Seperti kau terbuka pada Taehyung.”

“Begitu juga denganku,” sahut Daehyun. “Terima kasih telah membawaku ke sini. Mengingat suhu kemarin malam sangat dingin, mungkin saja aku sudah terbujur kaku di jalan.”

Sepanjang perjalanan menuju ruang makan, mereka berbincang satu sama lain hingga terpampang senyuman yang cukup lebar. Senyuman mereka cukup mirip satu sama lain, sama-sama memiliki lesung pipi yang menarik.

TBC:)

Terima kasih~

Makasih voment yang kalian berikan💜💜💜 termasuk memasukkan 'Genius Boy' ke Reading List kalian ^_^

REVISI
28042022

Genius Boy [BTS]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang