30. Khawatir (Revisi)

84 9 2
                                    

-Daehyun POV-

Sekarang, aku mendapatkan tugas keduaku, yaitu membantu Yoongi Hyeong dan Jimin Hyeong membuat makan malam. Seokjin Hyeong? Seokjin Hyeong masih berada di kantornya. Kata Yoongi Hyeong, ia harus tinggal lebih lama lagi karena tugas yang masih menumpuk. Menumpuk? Bukannya semua berkas Seokjin Hyeong sudah selesai? Entahlah, kesibukan CEO memang beda. Namun anehnya, kenapa wajah Seokjin Hyeong begitu, ya? Dia terlihat sangat kaget. Apa aku telah mengatakan sesuatu yang salah? Sepertinya tidak. Aku hanya meminta sesuatu yang simpel. Ehm.... Sudahlah, tidak perlu dipikirkan lagi. Itu hanya membuat kepalaku sakit.

Tadi aku sudah mendapatkan hadiah. Jadi, sekarang aku harus fokus dengan sayuran di depanku, harus bersih agar para Hyeong memujiku…Huh? Apa yang baru saja kupikirkan? Lagi pula, kenapa sayurnya banyak sekali?! 30 menit telah berlalu dan aku masih saja di sini.

“Oh, kita kekurangan bahan,” kata Jimin yang membuat lamunanku buyar.

“Memangnya apa yang akan kita buat?” tanyaku lalu menghampirinya.

“Untuk makan malam ini, kita akan buat bibimbab dan galbi, tapi sayangnya bahan utamanya tidak ada,” jawab Jimin lalu menutup kulkas. “Lebih tepatnya banyak bahan yang kurang. Untuk membuat makanan penutup saja tidak cukup.”

“Apa kau sudah mencari di gudang penyimpanan makanan?” tanya Yoongi yang baru saja masuk ke daerah dapur.

“Kalau daging tentu saja tidak ada, tapi aku harap untuk makanan penutup ada,” sahut Jimin lalu masuk ke ruangan yang berada di antara dapur dan ruang makan, ruang penyimpan stok makanan. Aku seperti berada di toko jika memasukinya.

Aku melihat jam dinding, masih terdapat cukup waktu untuk pergi membeli bahan-bahan, jika memang bahan- bahan yang mereka butuhkan berada di supermarket terdekat.

“Sekarang masih jam 5 sore, biar aku yang pergi membelinya.” Aku membuka celemek biruku dan menggantungnya dengan rapi.

“Dengan siapa?” tanya Yoongi.

“Sendiri.”

“Hmm, naik apa?”

“Mungkin Bus.”

“Bus? Itu akan sangat lama. Ada cara lain?”

Sejenak aku berpikir. Jika saja jarak antara supermarket dan rumah sangat dekat, aku lebih memilih pergi sendiri dengan sep— ah, sepedaku sudah hancur gara-gara pasangan kekasih waktu itu. Padahal sepeda itu sudah menemaniku selama 4 tahun. Maaf Halmeoni, aku tidak bisa menjaganya dengan baik. Semoga pasangan itu cepat tertangkap dan menerima hukumannya.

“Daehyun?”

“Ah, maaf. Aku sedang berpikir, Hyeong.”

“Tentang apa?”

“Tentu saja transportasi ke sana.”

“Aku rasa bukan hanya itu. Jangan bohong kepadaku. Cepat katakan maka aku akan mengizinkanmu untuk pergi membelinya.”

Aku menatap Yoongi Hyeong yang sedang menulis bagian daging apa saja yang ia inginkan. Seperti biasa, sangat sulit berbohong dengannya, pengamatannya sangat tajam. Apalagi jika hanya kami berdua. Bukan hanya dia saja, tapi Seokjin Hyeong juga. Aku juga merasa bahwa kelima Hyeong yang lain juga begitu, tapi tidak seseram mereka berdua.

“Kim Daehyun, apa yang dari tadi kau pikirkan?”

Aku langsung kembali menatap Yoongi Hyeong, posisinya tidak berubah, masih sibuk dengan kertas yang berada di depannya.

“Aku hanya mengingat sepedaku. Aku selalu menggunakannya untuk pergi berjela—maksudku pergi ke tempat yang kumau.”

“Lalu, di mana sepedamu sekarang? Aku tidak pernah melihatnya.”

Aku menatapnya bingung. “Hyeong tidak tahu?”

“Bagaimana aku tahu? Jika kau tidak pernah memberitahuku”

Aku hanya mengangguk mengerti lalu menceritakannya semua. Aku pikir Hoseok Hyeong dan Namjoon Hyeong telah memberitahu yang lain, ternyata tidak.

“Daehyun, apa pelajaran yang kau ambil dari kejadian itu?”

“Aku tidak boleh mencari masalah dengan orang lain, terutama sepasang kekasih seperti mereka. Namun, tenang saja, aku akan lebih hati-hati kali ini. Apa di rumah ini ada sepeda berukuran kecil?”

Yoongi Hyeong yang daritadi tidak melihatku dan hanya berfokus dengan catatannya langsung menatapku tajam dan ia kelihatannya marah. Apa aku salah bicara? Lagi?

“Itu yang kau ambil? Dan sekarang kau malah meminta sepeda?”

Aku mengangguk dan melihat kertas yang ia pegang telah remuk. Baiklah, aku salah bicara.

“Bagus. Kita akhiri saja percakapan kita di sini. Aku tidak ingin lagi berbicara dengan anak yang tidak mementingkan keselamatan dirinya— Apa?”

Aku menghentikannya, menarik bajunya, saat ia berjalan menjauhiku.

“Hyeong, apa aku salah bicara? Jika iya, tolong beritahu aku letak kesalahnnya… jangan marah.”

Ia menatapku lalu duduk di kursi makan.

“Aku sangat kecewa denganmu, Daehyun.”

Tubuhku langsung menegang saat mendengarnya. Kecewa?

“Setelah dua kejadian yang menimpamu, kau masih saja ingin pergi sendiri. Yang pertama, bibirmu mengeluarkan darah. Yang kedua, kau hampir saja mendapatkan luka berat. Coba katakan kepadaku, apa yang terjadi jika tidak ada yang menolongmu?”

“Aku akan mendapatkan luka yang serius.”

“Siapa yang menolongmu?”

“Hoseok Hyeong, Namjoon Hyeong, dan Jungkook Hyeong. Lebih tepatnya kalian semua....”

Aku baru ingat, saat aku kesusahan pasti ada salah satu dari mereka yang membantuku. Begitu juga saat aku dalam bahaya, mereka selalu ada untuk menolongku. Aku terlalu percaya diri untuk melakukan segala hal sendiri, tidak pernah berpikir untuk meminta bantuan. Karena sifat percaya diriku itu, aku selalu membuat para Hyeong khawatir.

“Maaf dengan sifat heroik-ku. Aku tidak akan membuat kalian khawatir lagi dan langsung meminta bantuan kepada kalian.”

Yoongi Hyeong akhirnya tersenyum tipis setelah memasang wajah seriusnya tadi. Dia mengusap rambutku lalu memberikanku kecupan ringan di dahi—

“Huh?” Aku mundur sedikit dan menyentuh dahiku dengan kedua tanganku. Bukannya tidak suka, hanya saja... Yoongi Hyeong? Aku tidak pernah membayangkan mendapatkannya dari dia.

Ia yang melihat ekspresi terkejutku hanya tertawa cukup keras, hingga ia terbatuk. Apa di depanku adalah Yoongi Hyeong? Dia tidak bertukar tubuh dengan Jimin Hyeong, kan?

“Hyeong pura-pura marah kepadaku?”

“Tentu saja. Astaga, wajahmu tadi sangat lucu.” Dia menutup wajahnya dengan kedua tangannya dan terlihat jelas ia menahan tawanya untuk keluar. Lihat, tubuhnya bahkan bergetar hebat.

Setelah ia tenang dan kembali memasang wajah datarnya, ia tiba-tiba mencubit hidungku dan menariknya.

“Hyeong, hidungku sudah mancung. Tidak perlu ditambah lagi, aku tidak mau jadi pinochio.”

“Aku malah berharap kau menjadi pinochio agar kau tidak berbohong kepada kami.”

“Jika Hyelng tahu, semua orang punya rahasianya masing-masing. Hyeong juga pasti punya, kan?”

Ia mengangguk.

“Kalau begitu, mulai sekarang kau harus bergantung kepada kami. Tidak ada bantahan, Daehyun.”

“Kalau aku memilih tidak setuju, apa yang akan Hyeong lakukan?”

“Peraturanmu akan bertambah. Jangan marah kepadaku karena kau memintanya dan kau juga harus ingat, Daehyun.”

“Apa?”

“Aku adalah orang yang berkuasa di rumah ini, tentu saja setelah Seokjin Hyeong, sekaligus berperan menjadi Hyeong-mu. Apa kau mengerti?”

Aku mengangguk mengerti. Jika saja sakit kepalaku ini hilang, aku akan membantahnya hingga menang. Ha... Semakin lama daftar larangan di rumah ini semakin banyak. Tinggal dengan mereka ada senang dan sedihnya, tapi aku tidak bisa terus bergantung dengan mereka.

“Baiklah.” Ia menepuk pahanya dengan kuat lalu menumpu tangan kirinya di meja untuk membantunya berdiri. Ia terlihat puas dan juga... seperti orang tua. “Ayo, kita pergi bersama membeli bahan.”

“Tidak, Hyeong di rumah saja. Aku akan pergi dengan yang lain,” sahutku lalu mendorongnya kembali untuk duduk.

“Kau tidak suka pergi denganku? Apa sekarang kau membenciku karena tadi?”

“Jangan dramatis. Aku hanya tidak ingin Hyeong tambah lelah, sejak kemarin Hyeong terlihat sangat lelah. Pasti pekerjaanmu sangat berat.”

“Ya, kau benar. Jadi, dengan siapa kau ingin pergi?”

Aku kembali berpikir. Namjoon Hyeong dan Hoseok Hyeong tadi langsung pergi ke rumah sakit setelah acara makan siang di kantor. Taehyung Hyeong dan Jungkook Hyeong tidak terlihat lagi sejak tiba di rumah. Di mana mereka? Apa mereka kabur karena tidak mau membantuku mencuci sayur?

“Apa kau tidak mengingatku, Daehyun?!” seru Jimin yang baru saja keluar dari ruang penyimpanan. Ia terlihat ingin menangis! Dengan cepat aku menghampirinya.

“Aku akan pergi dengan Jimin Hyeong,” kataku kepada Yoongi Hyeong sambil merangkul lengan Jimin Hyeong dengan kuat.

“Bagus. Pergilah sebelum kemalaman,” balas Yoongi.

Setelah mendapatkan izin dan menerima daftar bahan makanan darinya, kami berjalan keluar dari dapur dan mendengar suara tawa keras. Aku mengikuti sumber suara itu dan melihat Taehyung Hyeong dan Jungkook Hyeong tertawa terbahak-bahak menonton acara TV di ruang keluarga. Ternyata mereka sedang bersenang-senang, baguslah.

“Cepat pakai jaketmu,” kata Jimin yang ternyata telah siap dengan pakaian hangatnya.

Aku segera mengenakan jaketku yang tergantung di penggantung dekat pintu utama. Sedangkan Jimin Hyeong segera mengambil kunci mobil lalu keluar menuju mobil hitam yang terparkir di samping rumah. Aku mengikutinya dan duduk di bangku sampingnya.
Mobil telah dinyalakan, Jimin Hyeong ting—

Dug!

Kami terkejut saat mendengar suara keras yang menghantam mobil! Aku melihat keluar dan mendapatkan Taehyung Hyeong dan Jungkook Hyeong-lah penyebabnya. Mereka memukul pintu belakang dan mereka... kelihatan sangat kesal. Apa mereka juga mau pergi ke supermarket? Mungkin. Dan... saat ini aku seperti tidak ingin menatap mereka. Tatapan mereka sangat berbeda dari biasanya. Ada apa dengan mood swing mereka? Tadi tertawa lepas, sekarang diam tanpa suara. Akhir-akhir ini para hyeong berperilaku aneh. Apa mereka salah makan?

Mereka duduk di kursi belakang, memandang keluar jendela yang berada di samping mereka. Sepanjang perjalanan, tidak ada di antara kami memulai pembicaraan. Aku merindukan candaan Seokjin Hyeong. Aku seperti ingin menelponnya, tapi sayangnya benda tersebut sedang tidak berada dalam genggamanku. Ponselku disita oleh Hoseok Hyeong sebab aku tertangkap basah, ia menemukan lolipop itu. Bukan hanya ponsel, tapi juga dengan permen pemberian Yoongi Hyeong.  Ia sama sekali tidak ingin mendengar penjelasanku.

“Kita sampai! Ayo, turun,” kata Jimin dengan nada gembiranya setelah memarkirkan mobil di parkiran supermarket.

Taehyung Hyeong dan Jungkook Hyeong langsung keluar tanpa mengeluarkan satu kata pun. Aku mentap mereka dengan heran lalu menatap Jimin Hyeong untuk meminta penjelasan.

“Ada apa dengan mereka, Hyeong?”

“Abaikan saja mereka.”

Aku hanya mengangguk lalu ikut turun dan memasuki supermarket bersama mereka.

“Apa yang telah terjadi di antara mereka berdua?”

Jungkook Hyeong dan Taehyung Hyeong berjalan dengan jarak yang cukup jauh, apa mereka marah satu sama lain? Bukannya baru beberapa menit yang lalu aku melihat mereka tertawa bersama? Perubahan mood mereka cukup drastis.

Aku menatap mereka sejenak lalu berjalan ke arah lain. Aku berjalan kesana kemari, menulusuri setiap lorong yang ada hingga langkahku terhenti saat melihat sereal favoritku terpajang di salah satu rak. Sudah lama aku tidak memakannya sejak bersama dengan para Hyeong. Hmm... Oh! Di sana juga ada susu bubuk cokelat yang kusuka! Dengan cepat,  aku merongoh saku dan mendapatkan... 1000 won? Apa yang bisa kudapat dari ini? Ah, aku benar-benar ingin membelinya... apa ini pertanda untuk mencari pekerjaan dan menghasilkan uang yang banyak?

“Daehyun, apa ada yang ingin kau beli?” Aku sedikit tersentak saat mendengar suara Jimin Hyeong. Aku tidak mendengar suara langkah mendekatiku, dia datang seperti hantu. Apa aku terlalu fokus hingga tifak menyadarinya?

“Tidak, tidak ada, Hyeong.”

Dia sedang memegang kantong berisi daging. Aku melihat harga yang tercantum... 157.000 won! Itu belum termasuk bahan makanan yang berada di troli.

“Apa masih kurang?”

“Kurang? Tidak, itu sudah cukup, Hyeong.”

“Begitu ya... Apa kau benar-benar tidak ingin membeli sesuatu? Kulihat tadi—”

“Ayo, kita ke kasir! Yoongi Hyeong pasti telah menunggu kita.”

Aku segera mendorong Jimin Hyeong menuju kasir. Saat giliran kami, aku membantu Jimin Hyeong memindahkan semua bahan makanan ke kasir.

Tak.

Sereal?! Apa ini yang Jungkook Hyeong ingin beli? Semoga dia membaginya padaku.

Tuk.

Oh! Susu bubuk Cokelat! Aku tidak tahu Taehyung Hyeong juga suka susu coklat, dia selalu meneriakkan cola jika aku bertanya dia ingin minum apa.

Setelah Jimin Hyeong membayarnya, kami segera keluar dan melihat hujan sedang turun deras. Tidak ada di antara kami membawa payung sedangkan mobil terparkir cukup jauh. Payung yang dijual di supermarket juga telah habis. Jimin Hyeong langsung menelpon Yoongi Hyeong kalau kami akan terlambat pulang.

Hatchii!

Ugh... hidungku meler, aku tidak membawa sapu tangan maupun tissue. Kenapa udara hari ini sangat dingin? Aku perhatikan yang lain baik-baik saja. Aku juga sudah memakai jaket tebal, tapi kenapa aku masih kedinginan? Semoga tubuhku tidak berulah. Aku kuat.

“Keluarkan,” kata Jimin Hyeong sambil memberiku tissu.

“Terima kasih, Hyeong,” sahutku sambil menerima tissunya.

Aku merasakan ada tangan melingkari perutku. Aku berbalik dan melihat Taehyung Hyeong tersenyum kepadaku.

“Ken—Ah!”

Dia tiba-tiba mengangkatku lalu mendudukkanku di pangkuannya. Ia langsung memasukkanku ke dalam jaketnya dan menaikkan reslitingnya hingga di leherku.

“Hangatnya,” gumamnya senang.
Dia menyandarkan kepalanya di pundakku dan memelukku cukup erat,  itu membuat tubuhku merasa hangat.

“Hyeong, kau tidak tidur, kan?”

Taehyung Hyung menggeleng di pundakku dan rambutnya membuatku geli.

“Hentikan, Hyeong,” gerutuku sambil terus membuat diriku menjauhinya. Aku ingin keluar dari dalam jaketnya, tapi aku terlanjur nyaman.

“Oh, panas.” Aku menghadap ke depan dan melihat Jungkook Hyeong sedang memegang setusuk odeng hangat. Kapan dia membelinya? Itu terlihat sangat enak! Saat mata kami bertemu, ia segera menyodorkannya kepadaku.

"Kami tidak akan memberitahu yang lain," kata Jungkook.

Aku mencoba menggerakkan tanganku, tapi tidak bisa karena pelukan Taehyung Hyeong sangat erat. Tidak ada pilihan lain selain membuka mulut.

“Enak?”

Aku mengangguk.

“Aku juga punya hotteok.”

Sekali lagi aku membuka mulut dan menggigitnya. Benar-benar sangat enak! Makanan manis dan hangat saat hujan benar-benar adalah pilihan yang tepat. Saat gigitan kedua, isi dari hotteok itu tidak sengaja berlepotan, dengan cepat aku menjilat sekitar bibir.

“Tutup mulutmu, Daehyun.”

Aku menutup mulut dan membiarkan Jimin Hyeong melapnya dengan tissu.

Suara hujan sangat menenangkan dan Taehyung Hyeong entah kenapa daritadi mengelus kepalaku dengan lembut. Ugh... aku tidak dapat menahannya.

TBC:)

Ok! Makasih sudah baca~
Tunggu aja kelanjutannya.
Mohon maaf jika sudah mulai garing:(

REVISI
07082022

Genius Boy [BTS]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang