Bab.1b

20.3K 1.7K 63
                                    

Di dalam kamar, Felicia mengatur napas. Ia berdiri di depan kaca, mengamati tubuh telanjangnya. Menyesali diri karena bersikap ceroboh dan membuat malu diri sendiri.

Ingatannya berkelebat pada tatapan kaget yang diarahkan Reiga untuknya. Laki-laki manapun akan bersikap sama jika mendadak ada seorang gadis telanjang terpampang begitu saja di depan mata. Ia mengetuk kepala dan bergumam rendah. "Gila gue, ye. Bisa-bisanya pamer tubuh sama cowok."

Felicia melirik sengit ke arah handuk yang kini terongok di atas lantai. "Ini gara-gara lo. Merosot kagak pakai bilang-bilang dulu!"

Mendesah sebal, ia meraih handuk dan menggantung di belakang pintu. Ia melangkah lunglai menuju lemari dan membukanya, mencari baju yang ia rasa akan cocok dipakai malam ini. Setelah berdiam cukup lama, akhirnya memutuskan untuk memakai minidress sedengkul warna pink lembut bergaris putih.

Sementara tangannya sibuk memoles krim muka, pikiranya tertuju pada acara makan malam. Semoga saja, si om tidak ikut makan di rumah. Akan sangat memalukan jika Reiga makan bersama mereka, sedangkan ia baru saja memamerkan tubuh telajang.

"Ah, aku memang ceroboh," gerutu Felicia dengan tangan menepuk-nepuk pipi. Tanpa sadar, ia menggunakan tenaga cukup keras demi menahan perasaan malu. "Aduh." Jelunjuknya mengenai mata dan membuat pelupuk berair.

Ia sedang sibuk mengelap mata menggunakan tisu saat pintu kamarnya diketuk. Ia buru-buru membuang tidu ke tong sampah samping meja dan membuka pintu. Sosok sang mama berdiri di hadapannya dan memandang heran.

"Kenapa matamu merah?"

"Ooh, nggak sengaja kecolok, Ma," jawabnya sambil mengedip-kedipkan mata.

"Ceroboh," gerutu Rosemaya. Meraih wajah anak perempuannya dan meneliti dengan seksama. "nggak luka kayaknya, syukurlah. Ayo, kita makan. Papa sudah nunggu."

Felicia mengangguk, mengikuti langkah sang mama. Di meja makan kecil yang berada di dapur, langkahnya terhenti. Ia terbelalak saat menatap sosok Reiga sedang mengobrol dengan papanya. Musnah harapannya agar laki-laki itu pergi dan ia tak lagi menahan malu.

"Kok bengong?" tegur Emir pada anak perempuannya. "Ayo, duduk di samping Om Reiga."

Felicia mengangkat wajah dan bertatapan dengan Riega yang memandangnya sekilas. Laki-laki itu kembali menunduk ke atas piringnya dan memakan sesuatu yang terlihat seperti salad. Setelah ragu-ragu sesaat, Felicia menuju meja dan mengenyakkan diri di samping Reiga. Seketika, penciumannya diserbu oleh aroma parfum samar bercampur rokok, yang anehnya terasa pas dengan sosok laki-laki di sampingnya.

"Ayo, makan. Hari ini aku masak rendang sapi, sambel ijo, dan sambal goreng kentang. Kebetulan Reiga suka nasi padang." Rosemaya berucap ceria, mengedarkan piring dan peralatan makan ke orang-orang sekelilingnya.

Setelah semua orang punya makanan di atas piring masing-masing, percakapan bergulir dari mulai pekerjaan Emir, pembeli di toko Rosemaya, hingga kepindahan Reiga.

"Kamu mau kembali ke kota ini?" tanya Emir pada adik iparnya.

Reiga mengangguk. "Iya, Pak. Bulan depan sepertinya."

"Sudah dapat kampus untuk mengajar?"

"Ada beberapa penawaran."

Felicia terdiam, mengunyah rendang dengan perlahan sambil mendengarkan percakapan di sekelilingnya. Diam-diam ia bersyukur karena Reiga bukan dosen di kampusnya.

"Felicia juga mengambil mata kuliah bahasa inggris," ucap Rosemaya tiba-tiba.

Reiga melirik gadis yang sedari tadi terdiam. "Ah, ya? Kampus mana dia?"

Dear OmTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang