Felicia mematung di ruang tamu yang sepi. Kedua orang tuanya baru saja meninggalkan rumah dengan segala kehebohan mereka. Masing-masing membawa sebuah koper dan terlihat bahagia saat melangkah sambil beriringan. Meski sedih karena ditinggal sendiri tapi ia merasa gembira untuk kedua orang tuanya.
Ia melihat jam di tangan dan sudah waktunya kuliah. Setelah memeriksa semua pintu dan yakin terkunci, juga memasukkan kucing kesayangannya ke dalam rumah, ia berangkat ke kampus.
Reiga mengatakan akan mulai menginap nanti malam. Mau tidak mau, Felicia menyiapkan kamar kedua orang tuanya untuk ditempati sang om. Ia sudah berusaha untuk membatalkan niat Reiga tinggal di rumah, dengan merengek tiap hari pada orang tuanya. Dia berjanji akan mampu menjaga dirinya sendiri tapi keingiannya ditolak.
“Keadaan lagi rawan, mama dengar sering ada pencurian di sini. Bukan masalah harta yang kami takutkan tapi kamu.” Rosemaya memberi alasan pada keberatan yang diajukan anaknya.
“Maa, aku bisa jaga diri,” sergah Felicia sambil mencebik.
“Pokoknya nggak boleh! Lagipula, kenapa emangnya kalau Reiga yang temenin? Kita,kan, satu keluarga?”
Tak peduli, seberapa keras ia berusaha menolak, papa dan mamanya tetap kekeh. Mau tidak mau, ia terpaksa menerima keadaan jika Reiga akan menemaninya hingga satu bulan ke depan. Entah kenapa, ada rasa enggan saat berada dekat dengan laki-laki itu. Ia berusaha menepisnya dengan berkata pada diri sendiri, mereka tinggal bersama bukan untuk selamanya.
“Hei, lo udah siapin bahan buat makalah besok?” tanya Amber saat mereka duduk bersisihan di kelas.
“Sudah.” Felicia menjawab sambil mengeluarkan buku-bukunya. “Tinggal koreksi saja. Ada beberapa hal yang harus gue cek ulang.”
“Lo ambil contoh kasus apa?”
“Manajemen pemasaran di era serba online.”
“Wow, topik yang bagus.” Amber merogoh tas dan memoles bibirnya dengan lipstik. “Btw, lo dah ngobrol sama Rio?”
Felicia menggeleng. Tangannya mengetuk-etuk pulpen ke atas meja.“Belum, gue diemin aja dulu.”
Amber meletakkan lipstik ke atas meja dan melirik sahabatnya.“Lah, hubungan tanpa status dong?”
Tidak ada jawaban dari Felicia untuk pertanyaan sahabatnya. Karena ia sendiri bingung dengan status hubungannya dengan Rio. Ada rasa malas untuk menghubungi cowok itu karena penolakan terus menerus yang diterimanya. Ia bahkan tak tahu lagi, harus bersikap bagaimana agar Rio kembali seperti dulu.
Keduanya terus berbicara hingga bel berbunyi menandakan waktu kelas mulai. Hari ini, tidak ada mata kuliah bahasa Inggris. Amber terus menerus mengeluh kalau dia amat merindukan Reiga karena harus menunggu minggu depan untuk bisa melihat sang dosen. Curhatan sahabatnya hanya diberi dengkusan oleh Felicia.
Kelas selesai mereka menuju kantin. Seperti biasanya, keadaan ramai luar biasa yang membuat keduanya enggan makan di sana. Atas usul Felicia, keduanya duduk di taman dan memakan roti yang dibawa Amber tadi pagi.
“Felicia.”
Suara panggilan membuat keduanya mendongak. Sosok Rio mendatangi mereka dengan beberapa temanya. Seketika, senyum merekah di mulut Felicia.
“Hai, Rio.” Ia menyapa gembira.
Rio menatap bergantian ke arah Felicia lalu ke Amber yang sedang mengunyah roti dengan ekpresi tak peduli.
“Bisa gue ngomong bentar? Di sana?” Rio menunjuk bawah pohon palem yang tidak jauh dari tempat mereka bicara dengan dagunya.
“Ayo.” Tanpa ragu, Felicia bangkit dari tempat duduknya dan melangkah mengikuti Rio. Sementara teman-teman Rio kini mengkerubuti Amber dan berusaha menggoda gadis itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dear Om
Любовные романыFelicia 20 tahun, gadis ceria yang patah hati karena pacar yang mencampakkannya. Pernikahan papanya membawa jalan kedekatanya dengan Reiga Pratama, laki-laki tampan yang merupakan adik dari sang mama tiri. Hubungan aneh, lucu, menggemaskan dan terla...