Bab.11a

12.3K 1.8K 270
                                    

"Papa dan mamamu kapan pulang?"

"Katanya dua Minggu lagi."

"Mereka ada di mana sekarang?"

"Labuan Bajo, semalam ada kirim foto-foto. Keduanya terlihat bahagia."

Felicia dan Reiga berdiri bersisihan di dapur. Mereka baru saja selesai sarapan berupa nasi uduk yang dibuat Felicia menggunakan penanak nasi. Sudah kesepakatan, setiap kali selesai makan maka Reiga membantu mencuci piring dengan Felicia mengelap meja dapur.

Reiga membasuh piring terakhir dan meletakkannya ke dalam bak pengering. Ia mengernyit dengan mata melirik Felicia yang sedang mengelap kompor.

"Aku heran, musim hujan begini mereka malah jalan-jalan. Apa enaknya?"

"Lah, bukannya enak adem. Makanya banyak orang bulan madu pas musim hujan,'kan?" Felicia menjawab tanpa menghentikan kegiatannya.

"Kok kamu tahu kalau musim hujan enak buat bulan madu?" cecar Reiga ingin tahu.

"Orang-orang ngomong gitu, biar cepat jadi anak."

"Apa hubungan hujan sama anak?"

"Biar makin mesra mungkin."

Felicia tersentak saat merasakan Reiga di belakang punggungnya. Kedua lengan laki-laki itu melingkari tubuhnya. Seketika rasa hangat menjalar dari mulai lengan hingga ke pinggang. Rambut panjang Reiga yang tergerai, menyapu pipinya.

"Om, ada apa?" tanyanya gugup dan tidak merani menoleh karena Reiga meletakkan wajah di pundaknya.

"Di luar sedang hujan, apa itu berarti kita bisa mesra-mesraan?"

Wajah Felicia memanas seketika. "Apaan, sih, Om."

Embusan napas Reiga terasa hangat di leher Felicia dan membuat gadis itu bergidik. Seketika, jantungnya bertalu-talu dan tubuhnya gemetar tak karuan.

"Kamu tahu banyak hal ternyata. Paham kalau musim hujan enak buat bikin anak. Memang kamu tahu caranya bikin anak?" Kali ini, Reiga berucap sambil meniup pelan lubang telinga Felicia.

"Om, itu, kan aku dengar-dengar dari orang-orang." Felicia menggeliat, berusaha melepaskan diri tapi Reiga tidak memberinya kesempatan. "Om, tanganku kotor. Mundur, doong!"

Reiga mengulum senyum, kali ini bahkan lebih berani dengan menyingkap rambut Felicia dan mengecup lehernya. Serta merta tindakannya membuat sang ponakan kaget dan menjatuhkan lap yang dipegang. "Hei, kamu bergaul sama siapa? Sampai bahas masalah mesra dan bikin anak saat hujan?"

Sadar jika sedang digoda, dan ia merasa makin malu, Felicia menggunakan seluruh tenaga untuk mendorong Reiga hingga pelukan laki-laki itu menjauh.

"Dengar,ya, Om. Pikiranmu mesum banget!" ucapnya kesal dengan wajah memerah.

Tawa kecil keluar dari mulut Reiga. Ia meraih karet gelang di dal arak piring dan menguncir rambutnya. "Kamu yang mesum, ngomongin hujan sampai nyangkut ke anak. Aku heran kenapa mereka bulan madu saat musim hujan itu karena bakalan becek dan banjir di mana-mana. Jadi, siapa yang mesum?"

Kalah berdebat dan tidak ingin memperpanjang masalah yang mengakibatkan jantungnya berdetak tak karuan, Felicia mencuci lap kotor di westafel. Ia mencuri-curi pandang pada sang om yang kini duduk di kursi makan dan membaca buku.

Tanpa sadar Felicia mengembuskan napas panjang. Mengutuk dirinya sendiri yang selalu grogi saat berada di samping Reiga. Sentuhan laki-laki itu menimbulkan sesansi yang aneh padanya. Ia yang dulu tak pernah ada keinginan untuk menyentuh tubuh laki-laki apalagi berciuman, kini justru melakukan hal yang berbeda saat bersama Reiga. Setelah ciuman pertama mereka, sudah tak terhitung jumlahnya mereka berciuman kembali. Entah saat menonton TV bersama, sedang santai membaca buku, atau malam-malam sebelum tidur. Sepertinya tidak ada waktu kosong yang terlewatkan tanpa saling mengecup. Felicia mengutuk dirinya sendiri, yang menjadi mesum karena ulah Reiga. Mendesah bingung, tanpa sadar pikirannya mengembara ke mana-mana.

Dear OmTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang