Malam itu, Felicia tak lagi keluar dari kamarnya hingga pagi menyingsing dan waktu kuliah tiba. Rutinitas pagi semenjak Felicia dan Reiga berada di satu rumah selalu sama. Setelah bergantian memakai kamar mandi, Felicia akan membuatkan sarapan sederhana untuk om-nya.
Ia yang terbiasa mandiri dari kecil karena tidak ada sosok ibu di rumah, sudah berpengalaman mengolah makanan. Terlebih lagi sarapan yang menurutnya mudah dilakukan. Biasanya ia berganti-ganti menu setiap pagi untuk menghindari rasa bosan. Dari mulai nasi goreng, bihun, atau juga roti selai.
“Om, hari ini aku telat pulang,” ucap Felicia saat mereka sama-sama memakai sepatu di depan pintu.
“Mau ke mana kamu?” tanya Reiga dengan tangan menepuk-nepuk celana panjangnya.
Felicia menjawab sambil cengar-cengir. “Biasa, urusan anak muda.”
“Ooh, nonton?”
“Ehm, nggak pasti, sih. Tapi, pokoknya nongkrong bareng.”
“Ya sudah, jangan terlalu malam.”
Felicia mengangguk gembira. “Nggak, kok. Paling jam sembilan udah pulang.”
Seperti hal-nya pagi-pagi sebelumnya, Reiga akan mengantar Felicia sampai halte yang agak dekat dari kampus. Ia akan melanjutkan perjalanannya, sementara Felicia memilih berjalan kaki dengan santai. Terkadang, ada beberapa orang yang dikenalnya akan memberi tumpangan masuk ke dalam komplek kampus. Mereka sepakat untuk tidak terlihat bersama-sama, demi menghindari banyak pertanyaan dari orang-orang.
Kemarin, Felicia bercerita pada Amber tentang sikap Rio. Dan, menurut Amber Rio layak diberi pelajaran.
“Lo dah siapin baju ganti?” tanya Amber antusias.
Felicia menepuk-nepuk tas-nya. “Sudah, minidress pink.”
“Nanti gue yang dandanin lo biar cakep.”
“Emang kita mau ke mana?”
“Kencan buta,” jawan Amber pelan. “Rio harus tahu kalau di luar sana masih banyak cowok. Kali aja, kali ini lo dapat cowok baru.”
“Eh, tapi bahaya nggak kalau kencan sama cowok yang kita nggak kenal?”
“Kagaklah, tempat ini gue kenal kok. Jadi, bukan seluruhnya kita nggak kenal.”
Entah apa yang merasuki pikiran Felicia, ia setuju saat Amber mengajaknya menjalani kencan buta. Ia memang berniat untuk membeli pelajaran pada Rio, ingin menunjukkan pada cowok itu jika dirinya yang dianggap kaku, juga mampu menarik perhatian cowok lain. Namun, belum apa-apa, ia sudah merasa grogi.
Selesai kuliah, Felicia ikut ke rumah Amber. Berbeda dengan dirinya yang datang dari keluarga sederhana, orang tua sahabatnya adalah pejabat negara yang terpandang. Tidak aneh jika rumah yang ditinggali sebesar istana berlantai dua.
Mereka berdua tidur siang, makan, dan mengobrol hingga sore. Selepas Magrib, keduanya meluncur di jala raya menuju tempa yang sudah disepakati. Jumat malam, jalanan sedikit padat kendaraaan. Membuat perjalanan sedikit terhambat.
Felicia awalnya menduga tempat pertemuan adalah sebuah kafe, ternyata dia salah. Tempat pertemuan mereka dalah sebuah rumah besar dan sedang berlangsung pesta di dalamnya. Bunyi musik yang dimainkan oleh seorang DJ, menggelegar menyambut mereka.
Felicia melangkah tersaruk mengikuti Amber. Rupanya, meski hari-hari biasa Amber terlihat pendiam, sahabatnya itu penyuka pesta dan keramian. Karena, begitu menginjak ruang pesta dan musik terdengar menggelegar, Amber otomatis menggoyangkan tubuh sexy-nya. Tertinggal Felicia yang kebingungan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dear Om
Любовные романыFelicia 20 tahun, gadis ceria yang patah hati karena pacar yang mencampakkannya. Pernikahan papanya membawa jalan kedekatanya dengan Reiga Pratama, laki-laki tampan yang merupakan adik dari sang mama tiri. Hubungan aneh, lucu, menggemaskan dan terla...