"Lo nggak ngajak gue mau ke mall."
Felicia berdiri mematung di sudut toko, memandang Rio yang berdiri memojokkannya. Ia sudah berusaha menghindar tapi cowok itu tidak mengizikannya berlalu. Dengan terpaksa, ia bicara dengan Rio, di bawah tatapan ingin tahu teman-temannya yang lain.
"Rio, gue mau pulang. Udah jam sembilan lewat," ucapnya perlahan.
"Hei, ada gue. Lo takut apaan?" Rio mengulurkan tangan untuk mengelus rambut Felicia. "Cantik sekali lo malam ini."
"Masa?" Tanpa disadari, Felicia berucap senang.
"Iya, coba ke kampus secantik sekarang. Pasti gue suka."
Mereka bertatapan, dan Felicia menunduk malu. Ini pertama kalinya, Rio mengatakan sesuatu yang membuat dia bahagia selama mereka berpacaran. Tidak pernah sebelumnya terlontar kata-kata manis dari cowok itu.
"Lo mau ke mana sekarang?"
"Pulang!" jawab Felicia tegas. Detik itu juga ia mengingat tentang janjinya dengan Reiga yang gagal.
"Eh. Sayang loh. Baru jam segini udah pulang. Yuk, ikut gue."
Ajakan Rio membuat Felicia mendongak kebingungan. "Mau ke mana?"
"Rumah teman, ada pesta di sana. Lo bukannya nggak pernah ke mana-mana? Anggap aja ini pengalamana pertama. Yuk, sama gue."
"Ta-tapi, gue harus pul--,"
"Ah, nanti gue yang anterin."
Mengabaikan penolakan Felicia, Rio menarik tangannya dan setengah memaksa membimbingnya ke arah teman-teman lain yang sudah menunggu di dekat tangga jalan. Ia tak pernah mengenal teman-teman Rio dengan baik, hanya beberapa kali bertatapan muka di kampus. Seringnya mereka bersama-sama Rio atau yang dianggap popular saja. Sedangkan ia bukan bagian dari itu, meski menyandang status pacaran dengan salah satu teman mereka.
Felicia masih kebingungan saat ia dijejalkan masuk ke dalam mobil dan duduk berdampingan dengan dua cewek yang tidak ia kenal. Ia terdiam sepanjang perjalanan dan hanya menjadi pendengar dari obrolan mereka.
Ia mengalihkan pandangan ke arah kaca dan memandangan jalanan yang ramai. Di luar sedang gerimis, terlihat dari titik-titik air yang membasahi jendela. Felicia merogoh ponsel dari dalam tas kecil yang ia bawa dan mengecek apakah ada pesan masuk dari Reiga. Nyatanya nihil, layar kosong tidak ada panggilan masuk maupun pesan.
Ia mendesah, merasa sengsara karena diabaikan sang om. Namun, ia berusaha tenang dan mengatakan pada diri sendiri jika Reiga sedang sibuk. Meski ia tahu, alasan Reiga tidak menepati janji adalah Putri Jelita.
Suara tawa keras dari sekitarnya, mengusik lamunannya. Di dalam mobil sedang ada percakapan yang ia tidak pahami, hanya saja menurut mereka mengasyikan karena dalam mobil sangat berisik.
Diam-diam Felicia mengawasi Rio yang duduk di kursi depan. Di pandang dari sudut manapun, Rio memang tampan. Bukan jenis tampan yang gagah seperti Reiga, tapi lebih ke tampan yang manis. Dengan wajah tirus, rambut lurus, berhidung mancung dan wajah kecil untuk ukuran laki-laki tidak heran jika cowok itu menjadi idaman setiap gadis di kampus.
Felicia mengingat dengan jelas pertemuan mereka, saat itu ia sedang menonton konser band kampus dengan Amber. Terlalu banyak orang membuat dia terhimpit dan terpisah dari Amber. Rio yang membantunya keluar dari kerumunan dan mencari Amber. Semenjak saat itu, ia naksir Rio dan gayung bersambut saat cowok itu mengajaknya pacaran.
Tanpa sadar Felicia mendesah, merasa ironis dengan diri sendiri. Karena meski berpacaran dengan salah satu cowok paling popular di kampus, ia seperti tidak dianggap. Contohnya sekarang, saat bersama teman-temannya, Rio sama sekali tidak peduli dan lebih sibuk mengobrol dengan yang lain. Pikiran Felicia teralihkan saat mobil memasuki sebuah halaman luas. Felicia yang tidak mengerti, hanya mengangguk kecil saat Rio menyuruhnya turun, ia memasukkan ponsel ke dalam tas dan melangkah pelan mengikuti yang lain.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dear Om
RomanceFelicia 20 tahun, gadis ceria yang patah hati karena pacar yang mencampakkannya. Pernikahan papanya membawa jalan kedekatanya dengan Reiga Pratama, laki-laki tampan yang merupakan adik dari sang mama tiri. Hubungan aneh, lucu, menggemaskan dan terla...