Bab.2a

19.1K 1.9K 127
                                    

Felicia mengetuk-etuk pulpen ke atas meja dengan pikiran menerawang entah ke mana. Siang ini ia merasa amat kesal karena pacarnya susah dihubungi. Malam sebelumnya mereka sudah membuat janji untuk bertemu setelah kelas berakhir, tapi kenyataannya berbeda. Ponsel Rio mati. Ia sudah mengirim pesan dan mencoba telepon berkali-kali tapi tidak tersambung juga. Akhirnya, ia masuk kelas dengan wajah ditekuk karena marah.

Dalam hati menggerutu akan sikap Rio yang dirasa makin hari makin berubah. Mereka baru jadian beberapa bulan tapi rasa manis hanya di awal saja. Seiring berjalannya waktu, mereka justru jarang bertemu.

"Kelas lagi padat, gue nggak bisa ke mana-mana dengan bebas. Belajar terus karena banyak tugas." Itu adalah jawaban Rio setiap kali Felicia mengajak kencan.

"Memangnya nggak bisa ketemu cuma lima menit di kampus?"

"Nggak bisa, jadwal kita banyak bentroknya."

Pada akhirnya, Felicia merasa kesal karena terus menerus ditolak bahkan sampai hari ini. Padahal semalam mereka sudah setuju untuk bertemu-dia bahkan sudah berdandan dengan memakai dres baru warna biru-tapi Rio tidak terlihat batang hidungnya. Mood Felicia jatuh seketika.

"Wew, nglamun aja lo!"

Tepukan lembut di bahu membuat lamunannya buyar. Ia melirik pada Amber yang meletakkan tas di atas meja dan tersenyum lembut. Sahabatnya hari ini memakai dres putih yang kontras dengan kulitnya yang coklat eksotis.

"Gue sebel," jawab Felicia murung.

"Napa lagi lo." Amber merogoh tas dan mengeluarkan dompet kecil yang ternyata berisi peralatan untuk dandan. Ia meraih lipstik dan memoles bibirnya dengan lembut.

"Ih, bibir lo sexy banget," desah Felicia ke arah sahabatnya.

Amber tersenyum. "Makasih, seluruh dunia tahu gue emang sexy." Ia lalu mengedip manja.

"Pantas aja banyak cowok suka sama lo."

"Well, mereka cuma tergiur sama tubuh gue." Amber menunjuk tubuhnya yang aduhai dengan dada yang terhitung montok dan pinggul yang besar. Berbanding terbalik dengan Felicia yang langsing dan imut.

"Emang semua cowok itu resek!" gerutu Felicia saat teringat kembali dengan Rio.

"Memang, itu yang bikin gue nggak minat pacaran. Tapi, kita lagi bahas lo bukan gue."

Felicia kembali menunduk ke atas meja."Ah, nggak penting banget. Ngeselin malah."

"Rio?" tebak Amber pelan.

"Siapa lagi? Di kampus ini atau bisa jadi di dunia, cuma dia yang bisa bikin gue galau."

"Kenapa emang?"

Desahan panjang keluar dari mulut Felicia. Mata bulatnya meredup dan wajahnya mengeruh. Amber yang tak suka melihat sahabatnya murung, mencolak-colek dagu Felicia.

"Ayo, cerita."

Felicia menggigit bibir, kembali mengetuk-etukkan pulpen ke meja. "Semalam kita udah janjian mau ketemu. Nggak tahunya dia ingkar lagi. Sekarang malah ponselnya tuh mati. Coba, lo jadi gue kesel nggak?"

"I see. Berapa lama lo nggak lihat dia? Kayaknya kalian dah lama nggak kencan."

"Udah hampir tiga Minggu."

"Gila, lama banget itu. Lo yakin kalian masih pacaran?"

"Iya, iyalah." Felicia menjawab cepat. Lalu terdiam saat beberapa teman kuliahnya memasuki ruang kelas. "cuma agak sebel aja ama sifat cueknya dia. Ngeselin bangeet."

Amber menyandarkan punggungnya dengan dramatis. Ia tersenyum tipis pada para cowok yang menyapanya sambil melewati bangku mereka.

"Putus aja, sih. Cari lain," sarannya halus.

Dear OmTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang