CHAPTER 36

45 4 2
                                    

Ya ada apa?

Suara seseorang di sebrang sana.

"Katanya lo mau nganterin gue pulang" Gadis yang berdiri di depan rumah itu menagih janji suara seorang yang sedang ia telfon.

Mau pulang sekarang?

"Ini kan udah sore. Gue takut ibu gue nyariin gue"

Lo nggak kangen sama gue?

Cewek itu mengerutkan keningnya. "Apaan sih? Udah sekarang lo pulang dan anterin gue" Rani tak mau membuang kuota. Dia langsung berbicara yang ia butuhkan .

Lo nggak takut kangen sama gue? Nanti malem lo nggk bisa tidur gara-gara lo kangen sama gue

Suara cowok itu benar-benar santai. Terdengar dia juga terkekeh kecil.

"Banu jangan becanda dong" Rani tampak kesal.

Coba sekarang lo keluar!

Perintah cowok yang ada di seberang sana. "Gue udah keluar rumah daritadi nungguin lo" Cewek itu menoleh kesana dan kesini.

Keluar. Coba bilang ke mang ujang. Tanya ke dia

Rani tampak bingung dengan apa yang di maksud cowok itu. "Ngapain? "Cowok itu terkekeh.

Gue udah nunggin lo lima menit yang lalu. Gue udah ada di jalan depan rumah. Cepetan lo kesini. Panas ni!

Rani langsung mematikan telfonnya. Dia berjalan menghampiri cowok yang sudah menunggu nya.

Rani melabaikan tangan ketika melihat cowok yang sedang dicari nya itu. Cowok itu juga memembalasnya sambil tersenyum.

"Kenapa lo nggk bilang kalau udah nungguin gue? " Rani menerima helem yang di kasih oleh temannya itu.

"Gue udah sampek dari tadi. Berhubung lo nelfon gue dan pas gue udah ada di depan rumah" Rani memajukan mulutnya.

"Ayo naik" Tapi, kenapa cewek itu hanya diam.

"Kok diem? Mau gue gendong? " Rani menggeleng.

"Terus ayo naik" Rani masih tetap sama.

"Kalau gue naik kaki gue kelihatan. Rok sekolah kan pendek" Dia memberi tau alasan kenapa dia masih diam saat di perintahkan untuk naik.

"Udah naik aja. Kaki lo tutupin pakek jaket gue" Beruntung banget Rani.

Di perjalanan

Sore ini adalah sore yang indah bagi cowok itu. Keinginan nya untuk mendekati Kiki sudah terkabul.

"Rumah lo yang ada toko bunga nya kan? " Dia bertanya saat mereka berhenti di lampu merah.

"Iya.tapi, kok lo tau rumah gue? "

"Tau aja"

"Gue besok ke rumah lo"

"Ngapain? "

"Gue mau ngasih sesuatu buat kalian semua" Rani tersenyum.

Cewek itu tidak sadar. Sejak perjalanan tadi Banu tidak lepas dari pandangannya itu. Dia menatap cewek itu dari pantulan kaca spion. Senyum ya yang indah kini bisa dia lihat.

"Lo itu banyak omong ya"

"Emang kenapa? Salah? Gue mau ubah sikap gue. Gue nggak mau kalau gue jadi bahan bulian di sekolahan. Mereka selalu ngusik gue karena gue anak yang pendiem dan nggak banyak omong. Jadi gue mau buktiin ke mereka kalau gue nggam selamat yang mereka pikirkan" Rani menjawab dengan santai dan lembut.

"Lo suka sama Axel? " Seketika suasana berubah.

"Kok lo nanya gitu sih? " Rani mengerutkan kaningnya.

"Ya lo tinggal jawab aja"

"Axel udah berkali-kali ngungkapin perasaannya ke gue. Tapi gue belum ada rasa apapun sama dia. gue anggap dia sebagai teman nggak lebih. Meskipun dia berbuat seperti orang pacaran ke gue tapi gue masih anggap sebagai dia teman nggak lebih" Banu langsung tersenyum bahagia.

"Kalau dia nembak lo gimana? "

"Emang kenapa sih? Kok lo nanya kayak gitu? "

"Ya gue cuma mau tau aja kalau lo suka sama Axel apa nggk"

"Emang kenapa? "

"Gue cemburu saat lo berdua sama Axel Gue juga suka sama lo. Gue ingin milikin lo tapi, gue nggak akan bisa" Dengan gampangnya dia menyatakan perasaannya itu.

"Karna lo psikopat? " Banu mengangguk.

"Kalau lo ingin memiliki orang yang lo sayang kenapa lo nggak berhenti aja. Lo ubah diri lo menjadi pribadi yang lebih baik" Banu menggeleng.

"Psikopat . Semua keluarga gue adalah mantan psikopat. Menjadi psikopat adalah salah satu tradisi di keluarga kami. Membuat kegaduhan bahkan membunuh orang pun sudah menjadi kebiasaan bagi kami" Ini adalah alsana kenapa mereka menjadi seorang psikopat.

"Emang lo nggak takut di penjara? "

Banu terkekeh. "Kami nggak takut. Sudah dua tahun kami menjadi seorang psikopat. Membunuh, mencaci dan bikin kerusuhan itu adalah salah satu hobi kami. Para polisi udah mencari kami. Tapi buktinya kami masih ada di sini"

"Kalau misal nya gue yang jadi korban lo gimana? " Pertanyaan itu membuat Banu membukatkan mata. Dia tak bisa mengeluarkan sepucuk kata apapun.

"e.. e.. Rumah lo ada di sebelah sana kan? " Ini adalah jana Satu-satu nya. Banu mengalihkan pembicaraan.

Rani tersenyum. "Iya.berhenti di pertigaan aja ya" Arbani mengangkat satu alis nya.

"Emang kenapa? "

"Lo capek kan? Jadi lebih baik gue berhenti di sana. Lagian rumah gue udah deket kok. Makasih udah nganterin gue pulang"motor itu berhenti tepat di tempat yang di tunjukkan cewek itu.

" Hati-hati" Rani menganggukan kepala.

Banu masih ada di sana. Pandangannya masih tertuju pada cewek yang sedang berjalan itu. Arbani tersenyum dan sangat bahagia. Setelah cewek itu melambaikan tangan Arbani memutar motornya dan pergi.

                            ******
                       👋👋👋👋

Hay semua!

Kesan untuk bab ini!

Jangan lupa vote dan comment ya!

Makasih:)

Salam:natasha Nur s

PSIKOPAT[Selesai]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang